Angin bertiup dengan tenang. Atmosfer yang sudah lama tidak Reizi rasakan.
Reizi perlahan membuka matanya. Cahaya matahari menyilaukan matanya.
"Dimana aku?"
Mata Reizi terbuka lebar, menyapu sekelilingnya. Kakinya yang terbalut stoking dan sepatu ruangan. Seragam sma yang telah lama tak ia kenakan kini melekat ditubunya.
Angin menerbangkan rambutnya yang halus diatas atap gedung sekolah yang sering ia kunjungi saat istirahat sma dulu.
Reizi menatap kedua tangannya. Sambil bertanya tanya, kenapa ia ada disini?
Saat itu juga, matanya mendapati seorang pria dengan seragam yang sama dengannya tengah duduk memunggungi pagar tinggi yang mengelilingi atap.
Laki-laki berambut hitam itu fokus menatap buku yang ada ditangannya. Seakan tau ada yang tengah memperhatikannya. Laki-laki itu mendongak, menatap wajah Reizi.
Degup jantung Reizi berubah semakin cepat. Darahnya berdesir menatap wajah pria berambut hitam itu yang sekarang juga tengah menatapnya.
Pria itu tersenyum tipis. Sambil melambaikan sebelah tangannya, menyuruh Reizi mendekat. Reizi meneguk ludah, lantas berjalan pelan mendekati pria yang berada disudut atap.
Bibir Reizi bergetar. Apa yang sedang terjadi? Kenapa wajah pria ini begitu familiar dimatanya? Apa dia juga mengenal dirinya? Takut-takut, Reizi pun mencoba berkata sesuatu.
"Se-senpai? Benarkah itu kau?" Tanya Reizi dengan bibir bergetar. Pria itu menaikkan sebelah alisnya. Lantas bangkit berdiri. Mensejajarkan dirinya dengan Reizi yang hanya setinggi matanya.
"Apa maksudmu?" Tanya pria itu yang tambah membuat Reizi gemetaran. Reizi lalu mendongak menatap wajah pria itu yang hanya berjarak tiga puluh senti darinya.
Apa ini hanya ilusi? Ataukah mimpi? Kenapa wajah senior yang sangat disayanginya itu terlihat sangat nyata? membuat jantung Reizi terasa ngilu.
Ia ingat saat ini. Dimana ia masih bersekolah di tingkat pertama SMA. Satu tahun paling menyenangkan. Dimana ia tidak pernah merasakan sedih berkepanjangan itu.
Benar. Saati ini adalah saat-saat sebelum dia merasakan sedih berkepanjangan itu. Saat-saat dimana ia ditinggalkan dengan banyak pertanyaan oleh seniornya. Kaneki ken. Mungkin untuk selamanya.
Tanpa bisa dibendung. Air mata Reizi sudah tumpah di wajahnya. Membuatnya menangis sesengukan. Reizi mencoba menghapusnya dengan punggung tangannya. Ia tidak ingin terlihat sedih didepan orang yang sangat ia sayangi.
"Reizi-san... Ke - kenapa kau malah menangis?" Seniornya itu mulai panik melihat Reizi yang menangis semakin menjadi jadi. Kepalanya celingukan ke kanan dan kekiri berusaha untuk mencari sesuatu yang dapat menenangkan Reizi.
"A-Aku tidak apa-apa senpai.... Hiks hiks." Ucap Reizi dalam tangisnya.
"Apanya yang tidak apa-apa----"
Tiba-tiba Reizi memeluk tubuh seniornya itu dengan erat. Seniornya itu hanya bisa tersenyum tipis sambil mengelus kepala Reizi dengan lembut. Membiarkan Reizi menangis di pundaknya. Reizi memang sangat lemah. Ia hampir tidak bisa menutupi sisinya yang lemah itu jika berada didekat seniornya ini. Entah mengapa....
"Ka-kaneki Senpai. Gomen, aku tidak bermaksud." Reizi melerai pelukannya. Namun, Kaneki malah menghentikannya.
"Jika itu dapat membuatmu lebih baik. Aku tidak masalah. Kau bisa cerita padaku....."
************
Awan-awan putih bergelung cantik diatas sana. Terlihat lebih dekat dari atas sini. Reizi memandang awan-awan putih itu sambil menyandarkan kepalanya di bahu kaneki. Sementara pria itu mencoba untuk tidak peduli dan melanjutkan membaca novel dengan tenang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Are You!??
Fanfiction(Update 1 chapter/ bulan) Apakah kau itu ghoul? Ghoul yang bisa hidup di dunia yang kejam ini adalah Ghoul yang kuat. Tidak ada tempat untukku yang lemah. Orang itu lama-lama semakin memudar. Akankah ia mengingat aku dan masa lalunya? Ingin sekali a...