Kesadaranku sudah pulih entah sejak kapan. Namun aku sengaja membiarkan mataku tetap terpejam. Jika apa yang aku jalani tadi malam adalah mimpi, maka biarkan aku melanjutkan hal tersebut. Jika ternyata semua itu kenyataan, aku ingin memastikan bahwa orang yang melakukan itu tidak pergi dari sisiku.
Perlahan aku merasakan seseorang mengelus punggungku yang telanjang. Mengecup puncak kepalaku dan bernafas pelan dekat wajahku.
Oh berarti tadi malam bukan mimpi dan dia masih disini.
"Aku tahu kamu sudah bangun, Sayang,"
Aku tersenyum. Kubuka juga mataku dan kulihat Evan sedang memandangi aku sambil tersenyum. Ia mengelus pipiku lembut dan mengecup bibirku dengan mesra.
"Selamat pagi,"
"Sudah jam 10, Sayangku,"
"Oh ya?" Aku mencari alat yang bisa menunjukkan jam, entah arloji kami atau ponsel. Lalu Evan mengulurkan ponselnya dan menunjukkan jam. "Oh."
"Semalam membuatmu sangat lelah ya sampai tidur begitu lama?"
Aku tertawa, kembali menjatuhkan diri di pelukan Evan. "Last night was crazy,"
"I know," Evan kembali mencium kepalaku.
"Kita harus siap-siap. Pesawat kita kan jam 1," aku memutuskan untuk bangun. Mandi dan membereskan barang kami.
"Kamu mau mandi duluan? Atau bareng?" tanya Evan dengan wajah datar.
"Aku duluan. Aku duluan. Aku gak mau kita ketinggalan pesawat karena terlalu asyik main air," kataku sambil meloncat ke kamar mandi.
Selesai mandi kilat, aku langsung membereskan semua barang kami. Termasuk pakaian yang tercecer serampangan. Oleh-oleh yang segitu banyak berusaha aku masukkan ke koper agar tak menambah barang bawaan. Untung koper Evan besar meski isinya tak banyak. Selesai packing, kulihat lagi setiap sudut kamar ini, khawatir ada benda yang tertinggal. Repot mengambilnya jika tertinggal.
"Udah beres semua, sayang?" tanya Evan begitu ia keluar dari kamar mandi. Lagi-lagi hanya mengenakan handuk di pinggangnya.
"Udah, kamu pake baju gih buruan. Kita belum makan apa-apa,"
"Baju aku udah kamu pack semua?"
"Itu ada di kasur, celana, jeans dan polo shirt. Lainnya udah beres," aku mengangkat tangan, menempelkan telunjuk dan jempol membentuk lingkaran. "Peralatan kecantikan ada di kantong koper bagian luar."
Evan tertawa saat kubilang peralatan kecantikan. Maksudnya adalah deodoran, parfum, dan kawan-kawannya. Tanpa basa basi, Evan langsung membuka handuknya di depanku.
"Hey!" teriakku refleks.
"Apa?" Malah dia menampilkan wajah polosnya. Aku buru-buru memalingkan wajah.
"Jangan disini dong pake bajunya,"
"Kan kamu udah liat juga," Evan masih berkata dengan santainya. Dari sudut mataku aku bisa melihat dia sedang mengenakan celana dalam dan jeans.
"Iya tapi kan..."
"Mau lagi?"
"Evan Dirga!" aku berseru. Menutup wajahku sepenuhnya. Si ganteng itu malah tertawa. Setelah mengenakan polo shirt, ia menghampiri koper untuk mengambil produk perawatan tubuhnya sendiri dan menyisir rambutnya. Aku menghela nafas.
"Ayo berangkat sekarang. Kita makan di bandara aja sambil nunggu. Aku juga masih harus check out hotel, balikin mobil," ajak Evan setelah ia tak lama selesai berdandan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rain on My Parade - END (GOOGLE PLAY)
Romance21+ Jihan selalu jadi pihak yang menanti, terdiam menunggu kekasihnya untuk kembali dari perantauan dengan kesibukan dan mungkin, bunga lainnya. Namun Jihan selalu sabar menghadapi Evan. Meski itu artinya ia harus berdiri sendiri di bawah hujan sek...