Acara Gala Dinner kampusku ini diadakan di Hotel Dharmawangsa. Memang ini merupakan acara tahunan yang rutin diadakan sebagai bentuk ucapan terima kasih dari kampus kepada para stakeholders. Mahasiswa berprestasi, pemegang saham, komunitas, partner, sponsor.
Aku membantu sebagai tim yang mempersiapkan hidangan. Karena memang Hotel Dharmawangsa ini sudah profesional, jadi aku hanya memastikan jam-jam makanan dikeluarkan. Sisanya aku bisa santai.
Dengan mengenakan gaun Dior Winter Season 2016 berwarna putih, aku siap mengikuti acara ini. Di sampingku duduk Vino yang mengenakan tuksedo biru tua. Kulihat beberapa orang memandanginya dengan penuh minat sedari tadi.
"Lo tau, sedari tadi banyak yang merhatiin lo lho," ujarku pada Vino.
"Masa? Ga sadar gue. Lagian yang penting kan lo yang perhatiin gue," katanya sambil tertawa.
"Yeee," aku memutar bola mata. "Dari cewe sampe cowo pada ngeliatin."
"Oh ya? Cowo yang mana?" Vino langsung berbalik, menyusuri ruangan.
"Ih kok malah heboh pas tau cowo yang ngeliatin?"
Vino tertawa puas. "Gak. Gue baru tau aja kalau gue mempesona cowo juga,"
"Malah bangga,"
Acara dimulai dengam khidmat. Tidak lama setelah rektor memberi sambutan, pintu ballroom kembali terbuka dan aku bisa melihat siapa yang datang terlambat. Aku bisa merasakan mulutku terbuka lebar tapi aku tak repot-repot menutupnya. Vino yang bingung karena aku tak memperhatikan acara, mengikuti arah pandangku.
"Udah, fokus aja sama acara," Vino menyentuh pipiku dan mengarahkan wajahku kembali ke panggung. Menghindari memperhatikan Evan yang baru tiba sendirian.
***
Aku lupa bahwa dia adalah salah satu investor untuk kampusku. Sejak kami mengundangnya jadi pembicara tahun lalu, dia melebarkan sayap bisnisnya ke kampusku. Sehingga wajar saja saat ini dia datang dan duduk di deretan kehormatan. Rupanya tidak hanya itu. Ketika prosesi lelang dimulai, ternyata dia juga menyumbangkan salah satu gitar miliknya, bertanda tangan asli Jimi Hendrix.
Hasil lelang ini akan disumbangkan untuk daerah-daerah yang fasilitas sekolahnya belum memadai. Juga untuk pemberdayaan yayasan yang bergerak di pengentasan buta huruf, yayasan di bawah bidang CSR kampus kami. Tidak hanya barang mewah yang dijual, barang-barang karya anak-anak yayasan juga dilelang. Seperti lukisan, hiasan dinding, tas, gaun, bahkan alat-alat elektronik temuan mereka sendiri.
Evan, kulihat, naik ke panggung dua kali. Serah terima kepada orang yang membeli gitarnya dan sebagai pihak yang membeli lukisan matahari tenggelam karya salah satu anak yayasan.
"Lo lapar gak?" tanya Vino.
"Eh?"
"Makan yang banyak yuk. Makanannya enak-enak tuh," ajak Vino menunjuk dereta buffet.
"Gue ga lapar," kataku sambil tersenyum.
"Ayolah," aku tahu Vino mengajakku agar aku tak terus fokus pada Evan di depan sana.
"Oke," kuturuti ajakan Vino. Kami bergerak menuju meja buffet yang berisi penuh hidangan. Dari makanan berat hingga makanan ringan. Khas Indonesia, Western, Jepang.
"Gue bisa makan sushi sepuasnya disini," kata Vino begitu melihat buffet sushi yang melimpah.
"Dasar rakus!" kataku dengan sedikit mengejek Vino. Vino ini memang makannya banyak sekali! Tapi dia tipe yang makan banyak sekalipun ukurannya akan seperti itu. Paling membesar di bagian perut. Setelah itu dia sibuk di gym.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rain on My Parade - END (GOOGLE PLAY)
Romance21+ Jihan selalu jadi pihak yang menanti, terdiam menunggu kekasihnya untuk kembali dari perantauan dengan kesibukan dan mungkin, bunga lainnya. Namun Jihan selalu sabar menghadapi Evan. Meski itu artinya ia harus berdiri sendiri di bawah hujan sek...