27

16.8K 1.3K 22
                                    

Day 6

Evan Dirga, his house, 7.30 am

Evan, Abi dan Talina Dirga sedang menikmati sarapan dalam keheningan. Hanya suara denting alat makan yang menjadi penghias suara diantara mereka. Sekali-sekali obrolan antara orang tua Evan.

Evan baru ingat bahwa ibunya sempat bilang ia saling menelepon dengan ibu Jihan.

"Mam,"

"Ya?"

"Mama tahu Jihan dimana?"

"Hah?" Talina terkejut, ia memandang suaminya yang tetap berwajah datar lalu kembali pada putranya. "Kenapa nanya sama mama?"

"Evan mau ketemu Jihan. Sudah cari ke rumah, kampus, tempat kerja, semua gak ada yang tahu Jihan dimana. Waktu Evan ke rumahnya, mamanya Jihan bilang Jihan udah gak tinggal di rumahnya lagi. Tinggal sama....suaminya..."

Talina mengelap mulut dengan serbet sebelum fokus menghadapi putra satu-satunya.

"Kalau sudah ketemu Jihan lalu kamu mau apa?"

"Minta maaf, Ma. Menjelaskan semuanya,"

"Semuanya? Termasuk kenapa kamu ciuman dengan Andrea?"

Evan melemas. Bagaimana ibunya bisa tahu?

"Everything!" seru Evan dengan gemas. "I need her, Ma, please,"

Talina agak kaget juga melihat putranya seperti ini. Evan tidak biasanya memohon untuk sesuatu. Seorang Evan Dirga terlalu tinggi gengsinya untuk memohon pada orang lain.

"How if she doesnt needs you? Like you said yourself, Jihan might be live happily with her husband now. So why bother?"

"Like seriously, Ma? You dont even want to help your son?"

"You need to learn, son," ujar Abiyasa. Kali ini Evan tak berkutik.

***

Jihan Melodia, her house, 10.16 am

Jihan memandangi berbagai barang yang berserakan di kamarnya. Ia bingung harus membawa apa.

"Bawa yang penting aja. Baju gak usah banyak-banyak. Beli disana aja," usul Mama yang membantu proses packing.

"Ih Mama. Kayak murah,"

"Cari yang murah dong,"

Jihan memilah lagi pakaian yang akan dibawanya. Pakaian kerja, pakaian santai, beberapa gaun, beberapa sepatu dan heels.

"Separo displit ke koper lain aja. Biar diitung masuk bagasinya mama," usul Mamanya yang akan ikut mengantar Jihan.

"Oke,"

"Laptop kamu mau dibawa?" Mama mengangkat laptop Sony warna pinkyang selama ini digunakan Jihan.

"Nggak Ma. Itu kan rusak pas banget setelah aku sidang tesis. Aku beli disana aja,"

"Emangnya murah?" Mama balas menyindir. Jihan tertawa. "Kamu baik-baik jauh dari mama dan papa ya,"

Suasana mendadak haru. Jihan yang sedang duduk di lantai jadi mellow. "Iya Mama,"

"Semoga kamu bisa melupakan yang lama dan menemukan yang baru," kata Mama lagi, duduk di samping Jihan. Jihan tahu maksud kata-kata mamanya. Ia juga berharap hal yang sama.

***

Evan Dirga, Jihan's house, 2.35 pm

Berdiri lagi di depan rumah mantan kekasih yang 100% ia sesali mengapa mereka harus berpisah. Evan menekan bel dan muncullah wajah Pak Roim.

"Sore, pak," sapa Evan dengan ramah.

"Sore Mas. Masih nyari Non Jihan ya?"

"Iya. Jihan sudah pulang?"

Pak Roim melirik ragu-ragu ke arah rumah. Sayangnya pagar rumah ini tertutup plastik fiber sehingga Evan tidak bisa melongok ke dalam.

"Non Jihannya...gak ada, Mas,"

"Kemana?"

"Gak ada. Gak tinggal disini lagi," jawab pak Roim dengan nada agak ragu-ragu.

"Bapak yakin? Gak bohongin saya?"

Pak Roim mengangguk. Evan merasa ada yang disembunyikan dari dirinya.

"Bapak tolong jangan bohong sama saya. Saya sangat butuh bertemu Jihan."

"Saya gak tahu, Mas. Saya cuma dibilangin sama Ibu bahwa Non Jihan gak tinggal disini lagi. Mereka memang berangkat ke luar negeri untuk tahun baruan. Tapi ketika kembali kesini, cuma ada Bapak dan Ibu."

Evan terdiam. Rasanya ia ingin menerobos rumah ini dan melihat dengan mata kepalanya sendiri.

"Kalau gitu saya boleh masuk? Saya gak cari Jihan tapi saya mau ngobrol dengan Bapak atau Ibu,"

"Saya tanya dulu ya Pak," Pak Roim mundur dan menelepon. Ia mengobrol sejenak lalu kembali menghadap Evan. "Bapak dan Ibu lagi sibuk. Mas Evan bisa ketemu hari Senin di kantornya Bapak dan Ibu."

Jawaban ini tidak Evan duga sebelumnya. Kedua orang tua Jihan, Evan yakin menyembunyikan sesuatu.

"Gak bisakah saya bertemu sebentar saja?"

"Maaf Mas," cuma itu yang diucapkan Pak Roim.

"Baiklah. Baiklah. Saya titip ini. Jika suatu saat Bapak ketemu lagi sama Jihan," Evan mengulurkan kotak hadiah berisi gaun dan surat curahan hatinya untuk Jihan.

"Iya Mas,"

Evan memutuskan untuk mundur lagi kali ini. Ia memandangi rumah itu sekilas lalu kembali masuk ke mobilnya.

***

Jihan Melodia, her room, 2.37 pm

Jihan sudah hampir selesai packing. Tinggal barang-barang pribadinya yang belum dirapikan dan dimasukkan ke tas tangannya. Jihan mencari mamanya dan melihatnya sedang berdiri di depan jendela.

Mama memperhatikan seseorang yang sedang mengobrol dengan Pak Roim dibawah. Memastikan bahwa Pak Roim mengerjakan tugas sesuai yang dimintanya. Ketika orang itu akhirnya pergi, mama menghela nafas pelan.

"Ma, aku udah selesai," ujar Jihan.

Mama berpaling dari jendela dan menatap Jihan. "Oke. Nanti dibantu Pak Amin dibawa ke bawah. Biar gampang masuk ke mobilnya ya,"

"Iya Ma,"

"Besok ada yang anter kamu ke bandara?"

"Aku gak bilang siapa-siapa sih Ma,"

"Ya sudah. Sekarang kita siap-siap yuk, jalan-jalan dan makan malam di luar,"

"Siap, Ma!"

***

Jadi sebenernya Jihan mau kemana? Ada yang bisa nebak?

Rain on My Parade - END (GOOGLE PLAY)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang