8

21.7K 1.7K 41
                                    

Kuhela nafas berkali-kali hari ini. Hingga rasanya aku bisa memindahkan gunung dengan hembusan nafasku ini.

"Lo kenapa?"

"Hah?" aku memandang Vino yang duduk di sebelahku. Aku dan teman-temanku sedang makan siang bersama sebelum masuk kelas jam 2 siang nanti.

"Lo lagi ada masalah? Dari tadi keliatannya menghela nafas terus,"

"Biasalah, Vin, tesis," kujawab saja begitu. Daripada kubilang bahwa aku sedang memikirikan Evan yang masih terasa jauh.

Kau jauh
Mengapa terasa begitu jauh
Padahal kau ada di depanku
Tersenyum kepadaku tapi tetap terasa jauh
Setiap kali ku tatap dirimu
Kau buat ku sadar akan sesuatu
Kalau bayang diri ini
Tak pernah ada di kedua matamu


Lirik lagu Afgan itu yang terus berputar di kepalaku beberapa hari ini. Apa mungkin memang Evan tidak pernah memandang aku seperti aku memandang dirinya?

"Jalan-jalan yuk,"

"Hah apa?"

"Abis kuliah, jalan-jalan yuk,"

"Kemana?"

"Kemana aja, yah ke Puncak gitu kali,"

"Hah lo gila. Jauh banget,"

Vino tertawa. "Mending gue macet-macetan jalan ke Puncak tapi disana gue bisa seneng-seneng. Daripada gue disini aja dan yang gue liatin adalah muka cemberut lo," Vina lanjut tertawa.

"Sialan," kutonjok lengannya. Berusaha tersenyum agar tidak dianggap sedih lagi.

"Eh serius gue. Mau gak?"

"Kalau rame-rame, ayok,"

Vino langsung berbalik ke arah teman-teman yang lain. "Puncak yuk guys. Kuliah kan selese jam 4. Langsung cabut kita. Makan malem aja lah di Cimory Riverside,"

"Ayo ayo, mau!" seru beberapa perempuan, yang pria pun menyanggupi. Melihat itu, Vino berbalik kepadaku lagi dan mengangkat alisnya. Aku membalas dengan senyum tipis.

***

Perjalanan singkat kami demi makan malam di Cimory Riverside tadi memang menyenangkan. Aku sejenak lupa dengan masalah yang sedang aku hadapi. Mungkin memang aku butuh pengalih perhatian.

Tring!

Setiap lo butuh hiburan, kabari gue.

Vino mengirim pesan iMessage ke ponselku. Diikuti digital graphic yang entah maknanya apa.

Macam badut ultah aja lo.

Setelah membalas pesan Vino, kualihkan layar ke aplikasi WhatsApp. Kutelusuri history chat sampai ke nama 'Evan Dirga'

Yang, kamu lagi apa?

Yang, kamu masih sibuk?

Yang, kamu nanti bisa dateng kah ke nikahan Bang Le? Calon istrinya nanya apa kamu mau pakai seragam?

Yang, aku lagi ngerjain tesis nih. Semangatin dong.

Evan?

Evan Dirga are you still there?

Semua pertanyaan satu arah yang aku kirimkan sejak seminggu yang lalu. Bahkan dibaca pun tidak. Atau mungkin Evan sudah mematikan notifikasi centang biru di aplikasi WhatsApp-nya? Kuberanikan menelepon nomornya meski hari ini sudah pukul 11 malam.

Satu dering. Dua dering. Direject.

Aku tercengang. Kupandangi layar ponselku. Sekali lagi kucoba menghubungi Evan. Kali ini tidak direject namun tidak pula diangkat.

Rain on My Parade - END (GOOGLE PLAY)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang