41

16K 1.3K 31
                                    

Jihan sudah lama tidak makan siang keluar dari kantor. Biasanya Vino yang membuatkan bekal untuknya atau kalau Vino sedang sibuk, Jihan memesan makanan melalui layanan delivery. Tapi hari ini Vino tidak membuatkannya bekal karena mereka bertengkar semalam dan Jihan ada meeting cukup lama sehingga terlambat untuk memesan layanan pesan antar. Lagipula untuk suasana baru, ia memilih turun dan mencari makan siang di restoran sekitar gedung kantornya.

Siapa yang menunggunya di sofa lobby lantai dasar membuat Jihan cukup terkejut. Jihan berdiri mematung memandangi sosok itu yang terlihat mengetik melalui iPad. Wajahnya serius, sesekali menyentuh hidungnya saat berpikir cukup keras. Masih sama seperti yang Jihan ingat.

Dia mendongak dan meregangkan tubuh ketika melihat Jihan sedang berdiri memperhatikannya. Cepat-cepat ia bangkit dan menghampiri Jihan.

"Hei, mau kemana?" sapa Evan dengan ramah.

"Makan," jawab Jihan singkat.

"Makan? Aku juga belum makan. Mau..,."

"Ayo,"

"Ayo?" Evan balaa bertanya tak percaya saat Jihan menerimanya begitu saja. Wajahnya langsung girang dan ia segera memgikuti Jihan yang berjalan lebih dulu.

Mereka memilih duduk di luar menikmati makan siang mereka. Udara siang hari di Singapore tak sepanas di Jakarta.

"Baru makan jam 2?"

"Iya tadi ada meeting," jawab Jihan singkat.

"Gimana kabar Mama dan Papamu?"

"Baik. Keluargamu?"

"Baik. Aku sudah punya keponakan lagi. Oci sudah melahirkan bayi perempuan. Cahaya senang sekali,"

Mau tidak mau Jihan tersenyum.

"Sekarang Cahaya punya teman, Renata. Biasanya dia bermain dengan Moses. Sekarang Moses punya geng baru dengan Gavin dan Abraham,"

Jihan ingat anak-anak itu. Hanya Moses, Cahaya san Gavin yang pernah ia temui. Ia belum bertemu Abraham dan Renata.

"Kamu...kenapa bisa pindah ke Tokyo?"

Sebenarnya Jihan ingin bertanya kenapa Evan bisa sekurus ini.

"Ah, itu. Dalam rapat akhir tahun 2017 bersama para petinggi Astro di kantor pusat mereka di Jepang, disebutkan bahwa ada posisi kosong di salah satu top management mereka. Pak Yusuf merekomendasikan agar aku ikut tes untuk posisi tersebut. Bersaing dengan kandidat dari cabang Astro di negara lain. Dan aku diterima,"

"Kenapa kamu bersedia pergi begitu jauh? Bukannya saat kamu mau tinggal sendiri saja Mamamu menolak keras?"

Evan tersenyum. "Mama menolak, tentu. Tapi aku juga tidak bisa terus di Indonesia karena akan terus mengingatkan aku sama kamu. Kamu bisa pergi, kenapa aku tidak?"

Jihan KO ditanya begitu.

"Lebih baik kita makan," ujar Jihan setelah ia bingung harus menanggapi apa.

"Selamat makan..." Evan memberi jeda. "Yang."

***

"Shall we?" tanya Evan saat Jihan muncul di lobby. Ini hari ketiga Jihan bersedia makan siang bersama Evan. Vino masih belum tahu. Mereka memang sudah baikan tapi tetap tak membuat Jihan sukarela menceritakan ia makan siang dengan Evan. Lagipula mereka hanya makan siang.

Satu hal yang membuat Jihan senang makan bersama Evan. Jihan melihat Evan yang ceria seperti dulu. Raut wajahnya mulai berwarna lagi. Tidak semenyedihkan dulu.

"Sudah lama?"

"Aku disini sejak kamu datang,"

"Betulkah?"

"Yeah," Evan mengangkat bahu. Mereka mulai berjalan beriringan. "Lama-lama aku kenal dengan para security dan resepsionis disini,"

Jihan tertawa pelan. Sedikit demi sedikit ia mulai bisa bersikap biasa pada Evan.

"Mungkin nanti akan ada manfaatnya,"

"Ya," Evan tersenyum. "Kamu lagi mau makan apa?"

"Aku gak ada menu khusus yang ingin dimakan. Kamu?"

"Aku?"

"Supaya tangan ini gak kurus kayak zombie," Jihan menjawil lengan Evan pelan.

"Ha?" Evan lalu tertawa keras dan lega. "Terima kasih sudah peduli dengan keadaanku,"

Jiham tersenyum dan memalingkan wajah. Melanjutkan jalannya.

"Kalau gitu, kita makan steak?" tawar Evan, mensejajari langkah Jihan.

"Boleh," Jihan tersenyum lagi, melegakan hati dan pikiran Evan.

***

"Farah!"

"Talina, ada apa? Kamu tiba-tiba telepon dan ajak ketemu," Farah Husen keheranan melihat Talina Dirga yang hampir berlari menemuinya.

"Evan... Evan bertemu Jihan," katanya, kelelahan karena semi berlari, nafasnya tersengal. Talina sampai harus berpegangan pada lengan Farah agar tetap berdiri.

"Mereka bertemu?" tanya Farah pelan. Antara terkejut namun lega.

"Ya. Aku baru mendapat kabar dari bodyguard Evan. Katanya Evan bertemu Jihan di Singapura. Betul Jihan di Singapura? Selama ini dia disana?"

Farah tersenyum. "Ya. Bekerja di kantor papanya,"

Talina memegang dadanya, tersenyum lega.

"Akhirnya. Akhirnya," ujar Talina bahkan hampir menangis. "Aku melihat video Evan dan Jihan makan siang bersama. Evanku sudah kembali. Dia bisa tertawa. Dia mau makan. Dia tidak seperti tengkorak lagi,"

Lagi-lagi Farah tersenyum. "Mari, kita berdoa untuk kebahagiaan putra dan putri kita masing-masing."

Farah merangkul Talina dengan bersahabat.

***

Next?
Vote & conment dulu doooongs :3

Rain on My Parade - END (GOOGLE PLAY)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang