"Kamu ke kantor hari ini?" Aku bertanya pada Evan yang sudah duduk rapi di ruang makan. Ia kembali mengenakan pakaiannya kemarin, minus jas yang disampirkan di kursi.
"Iya. Kamu?"
"Aku ke kampus untuk bimbingan tesis. Setelah itu ke biro, ada beberapa pekerjaan. Kamu ke kantor pakai baju ini?" Aku mengulurkan segelas jeruk untuk sarapan. Di belakang ada Bik Popo yang menyiapkan sandwich.
"Sementara iya. Aku sudah mintakan supir Mama untuk antar baju bersih ke kantor," jawab Evan.
Evan memang masih tinggal dengan orang tuanya di Serpong. Walaupun usianya sudah dewasa dan Evan sudah meminta izin untuk tinggal sendiri, namun Mamanya melarang. Evan sama seperti aku, anak tunggal. Jadi ketika Evan ingin tinggal sendirian, Mamanya bilang:
"Ngapain kamu tinggal sendirian? Ini rumah aja gede banget. Nanti kalau Mama Papa udah meninggal, kan jadi rumah kamu juga. Kamu tega ninggalin Mama?"
Evan pun luluh dan tetap tinggal bersama orang tuanya. Rumah yang terlanjur dia beli dikontrakan untuk pendapatan pasifnya.
"Kamu di biro sampai malam kah?"
"Tergantung. Kalau banyak pekerjaan sepertinya iya," aku membawa piring berisi sandwich ke hadapan Evan lalu duduk di depannya.
"Udah lama kita gak makan malam bareng. Kamu mau gak?"
Aku tersenyum lebar. "Mau,"
***
Evan menyetir mobilku sampai ke kantornya. Karena mobilnya (yang lain) baru akan diantar oleh supir sembari mengantar bajunya yang bersih. Setelah Evan sampai di kantor barulah aku menyetir ke kampusku.
"Janjian jam berapa sama pembimbingnya?" tanya Evan begitu kami sampai di pelataran gedung Astro.
"Jam 10,"
"Sekarang masih jam 8. Ke atas dulu yuk,"
"Okeeey," aku menyanggupi.
Evan memegang tanganku saat kami melangkah masuk. Ia menemani dengan sabar saat aku menukarkan kartu identitas dengan ID card. Kami lanjut bergenggaman tangan hingga ke lantai tempat kerja Evan.
Hal pertama yang menyambutku adalah pandangan-pandangan heran. Beberapa berbisik-bisik sambil melirikku. Begitu kutatap balik, mereka memalingkan wajah.
"Van?" Aku menoleh kepada Evan, wajah Evan agak sedikit salah tingkah dan pias. Ia juga memegang tanganku lebih erat.
"Ya?"
"Are you okay?" Aku jadi lebih khawatir akan kondisinya.
"Iya. Kenapa?"
"Nope," Aku menggeleng. Memutuskan itu mungkin hanya perasaanku saja.
Aku dan Evan mengobrol di tepi jendela sambil memandangi jalanan yang padat. Sesekali ia menerima telepon yang membicarakan soal bisnis. Baru ketika supir Mamanya muncul mengantarkan kunci mobil dan pakaian, aku ijin pamit agar tak terlambat ke kampus.
"Sampai ketemu nanti malam ya," Evan berpesan. Mengecup bibirku pelan.
"Iya. Selamat bekerja ya!"
Aku keluar dari ruangan Evan. Menyusuri jalan yang sama seperti dulu saat aku melihat Evan berciuman dengan wanita lain di ruangannya. Tiba-tiba saja aku ingin ke toilet. Aku putar langkahku menuju toilet.
Lucu adalah ketika kita berada dalam bilik toilet dan mendengar percakapan di luar. Apalagi tentang topik yang menarik.
"Lo liat Bu Andrea tadi?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Rain on My Parade - END (GOOGLE PLAY)
Romansa21+ Jihan selalu jadi pihak yang menanti, terdiam menunggu kekasihnya untuk kembali dari perantauan dengan kesibukan dan mungkin, bunga lainnya. Namun Jihan selalu sabar menghadapi Evan. Meski itu artinya ia harus berdiri sendiri di bawah hujan sek...