Jihan ikut menoleh. Benar-benar terkejut sampai tasnya terjatuh. Tidak menduga sama sekali Evan bisa menemukannya disini. Di tempat persembunyiannya.
Vino refleks mundur dan menghalangi Jihan dari Evan.
"Mau apa lo kesini?" tanya Vino galak.
"Jihan..." panggil Evan seperti zombie. Ia berjalan selangakh. Selangkah pula Vino membuat Jihan mundur. "Gue cuma mau ketemu Jihan, Vin."
"You cant,"
"Why?"
"Jihan pacar gue sekarang. Gue punya hak melarang dia bertemu orang yang gak pantas,"
"Begitu?" Evan tersenyum sedih. "Gue orang yang gak pantas ketemu Jihan ya?"
"100%!"
"Vin, a-aku harus kerja," Jihan berbisik takut-takut di belakang Vino.
"Masuk aja. Akan gue seret Evan keluar dari sini,"
Mendengar itu Evan lagi-lagi tersenyum miris. Apalagi saat Jihan menatapnya takut lalu berputar dan berlari. Apa yang Jihan takutkan? Evan yang akan menyakitinya lagi atau penampilannya yang seperti zombie?
"Kita selesaikan diluar. Jangan ganggu ketenangan disini,"
Mau tidak mau Evan mengangguk.
***
"You look so pathetic, man," Vino mendengus saat mereka berdua sudah ada di kedai kopi dekat gedung perkantoran.
"Shut up," kata Evan. Evan cukup bersyukur Vino tidak menghajarnya begitu mereka keluar dari gedung. Kondisinya saat ini, Evan tidak punya cukup tenaga untuk bertengkar.
"Gue minta satu hal. Dan gue minta dengan baik-baik. Gue gak mau lo ketemu Jihan. Disini, di Indonesia, atau dimana pun. Lo harus tahu dampak perbuatan lo ke Jihan seperti apa. Dia sudah berusaha bangkit beberapa waktu terakhir ini dan gue gak mau semua usahanya dirusak dengn kedatangan lo kembali ke hadapannya,"
"Yang lo maksud dengan bangkit termasuk lo dan dia akhirnya pacaran?"
"Ya,"
Evan menghela nafas. "Gue cuma mau ketemu Jihan. Menjelaskan secara detil apa yang terjadi dulu. Bagaimana perasaan gue ke dia sebenarnya. Dan mungkin perasaan dia ke gue,"
"Jihan has no feelings towards you. No more,"
"You sure?"
"Yes,"
"Then why she looks that scaried when she saw me? A person who had moved on should have a courage to meet their exes. Unless..."
"She's afraid you'll hurt her heart again," kata Vino tegas.
"Hurt can cause by love or an expectation. If she have no feelings to me she shouldnt have expectations. Therefore she wouldnt be hurt,"
Vino paham maksud perkataan Evan. Hal yang ia khawatirkan juga sebenarnya...
"Pada intinya lo gak boleh bertemu Jihan,"
"Are we playing kids? Kayak waktu kecil lo punya mainan yang lo sayangi dan tanpa alasan jelas lo melarang orang lain memainkan mainan lo itu. Ini Jihan, yang punya pikiran dan perasaan. Lo boleh menjaga dia dari penjahat ini kalau lo mau. Tapi lo gak bisa melarang dia kalau dia mau ketemu gue,"
"Untungnya dia gak mau ketemu lo,"
"Akan gue buat dia mau ketemu gue. Dan lo, silakan menjaga dia sekuat tenaga lo,"
Vino bersandar ke kursinya. Menatap Evan dengan tatapn tidak suka.
"Lo seharusnya melupakan Jihan sejak kalian putus dulu,"
"Kalau bisa, gue gak akan seperti ini," Evan tersenyum miris, mengangkat tangannya yang kurus. "I have lost her, its time for me to fight for her,"
***
"Hei, everything's fine?"
"Ya. Semua baik-baik aja," Jihan berusaha tersenyum. Pekerjaannya lancar, semuanya lancar. Kecuali fakta bahwa Evan datang kemari tadi pagi.
"Ayo kita pulang. Mau makan malam di luar atau di apartemen?" Vino mengulurkan tangannya.
"Di apartemen saja," Jihan menyambut uluran tangan Vino dan menggenggamnya erat. Ia memiliki rasa takut sehingga tangannya bergetar. Vino merasakan hal itu dan membuatnya menggenggam tangan Jihan dengan lebih erat.
"Bagaimana Evan bisa menemukan aku disini?"
Vino diam saja mendengar pertanyaan Jihan itu. Namun ketika Vino melihat bahwa Jihan menunggu jawabannya, Vino angkat bicara. "Gue gak tahu gimana ceritanya dia bisa ke Singapura. Tapi gimana dia menemukan lo disini sebenarnya mudah. Om Dito CEO, lo anaknya. Siapapun yang cari lo akan langsung menuju Bank Mutiara. Tapi soal Singapur..."
"Gue ketemu Evan di Tokyo,"
"Apa?" Vino menghentikan langkahnya. Jihan menatap Vino sekilas lalu memalingkan muka.
"Dia ternyata juga diundang di gala dinner yang mengundang papa. Kami ketemu disitu,"
"Kalian ngobrol apa? Lo membocorkan keberadaan lo disini?"
"Nggak. Sama sekali nggak. Gue langsung lari begitu ketemu dia. Dia mau ajak ngobrol tapi gue gak mau. Mungkin setelah itu dia cari info dan..."
Mereka sampai di lobby lantai dasar dan menemukan sosok yang mereka bicarakan. Refleks Jihan mundur selangkah ke belakang Vino.
Evan mendongak dari iPad dan tersenyum ke arah Vino dan Jihan.
"Vin, Jihan," sapanya. Vino membalas dengan mendengus.
"Vin, gue mau pulang," kata Jihan tanpa menatap Evan. Evan sendiri mendengar hal itu dan ia tersenyum.
"Sampai ketemu, Jihan," kata Evan pelan.
Vino dan Jihan tidak berkata apa-apa. Mereka melangkah melewati Evan diiringi tatapan sedih.
***
Bagaimana menurut kalian tentang chapter ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
Rain on My Parade - END (GOOGLE PLAY)
Romance21+ Jihan selalu jadi pihak yang menanti, terdiam menunggu kekasihnya untuk kembali dari perantauan dengan kesibukan dan mungkin, bunga lainnya. Namun Jihan selalu sabar menghadapi Evan. Meski itu artinya ia harus berdiri sendiri di bawah hujan sek...