Chapter 11

3.3K 491 54
                                    


Jika mencari kata yang tepat, maka apa yang dirasakan saat ini bisa di deskripsikan menjadi dua kata. Hancur lebur. Semuanya bagai mimpi buruk yang berwujud jadi nyata. Meruntuhkan semua harapan. Menumbuhkan luka yang menganga. Dan, menciptakan tangis tak berkesudahan.

Hampir dua puluh empat jam berlalu setelah berita itu diketahui khalayak ramai. Dan, lima jam setelah fan meeting event di Shenzhen berakhir. Event yang harus dipenuhi dengan luka karena ketidaksempurnaan yang tiba-tiba mereka hadapi. Mereka tertawa namun hati terasa jeri. Mendengar nama yang diteriakan oleh para fans membuat segalanya semakin perih. Mereka mencoba bertahan agar air mata itu tidak jatuh, meski pada akhirnya Seohyun dan Yoona mengaku kalah. Mereka menangis hingga event itu berakhir.

Saat ini para member berkumpul di hotel dan semuanya masih tetap sama. Dua maknae duduk seraya menundukkan wajah. Diam-diam menghapus air mata. Tak jauh dari mereka, Tiffany dan Sooyoung tengah bergelut dengan ponselnya. Yuri dan Hyoyeon mengambil duduk di lantai. Bersandar pada sofa bersebrangan dengan posisi kedua adik kecil mereka. Sedangkan Sunny, sejak setengah jam lalu masih betah berbicara dengan sang paman melalui sambungan telepon di dalam kamar.

"Ponselnya masih tidak aktif?" tanya Yuri.

Tiffany menggeleng. "Masih sulit, Yul. Semua ponselnya mati."

"Sebenarnya apa yang terjadi? Mengapa ia bisa berkata seperti itu? Apa yang tidak kita ketahui?"

Sooyoung mendecak frustasi. Ia menghempaskan tubuhnya. Waktu sudah hampir dini hari, tapi tak ada satupun yang berniat untuk beristirahat. Semua tetap terjaga. Memikirkan seseorang yang hari ini terlepas dari genggaman.

"Coba kau terus hubungi dia, Fany-ah. Kita harus jelaskan padanya kalau kita pun tidak tahu akan berakhir seperti ini. Jangan sampai dia berpikir kalau kita semua ingin dia pergi."

"Jangan!"

Para member serempak mengarahkan pandangan ke asal suara. Sang leader yang sedari tadi duduk terdiam di ujung sofa menatap rekan-rekannya dengan sorot mata lelah. "Biarkan Jessica beranggapan kalau kita yang menyetujui keputusan jajaran direksi. Biarkan dia berpikiran kalau kita juga menginginkan dia pergi."

"Wae, Unni?" tanya Yoona tak mengerti.

Taeyeon menghela napas panjang. Ia melirik jam ponselnya. Masih ada waktu satu jam sebelum ia, Tiffany dan Seohyun kembali ke Seoul. Kepulangan mereka bertiga dijadwalkan lebih awal karena besok sore TaeTiSeo harus menghadiri fansign event terkait peluncuran album terbaru beberapa hari lalu.

"Ya! Kim Taeyeon!"

Suara keras Sunny dari ambang pintu mengejutkan para member. "Apa yang sebenarnya kau lakukan dengan Samchon?"

Taeyeon mengerutkan kening. "Maksudmu?"

Sunny berdiri di belakang sofa. Berhadapan dengan Taeyeon. "Aku mendesak Samchon agar mengatakan segalanya tentang kepergian Jessica. Tapi, aku tetap tak mengerti. Samchon mengatakan jika kita semua jangan berbicara apapun pada media. Dan, kau mengetahui hal itu. Apa ada yang kau rahasiakan dari kami, Taeyeon?"

Taeyeon menegakkan posisi duduknya. "Kalian tahu, kan, kalau Jessica menunjukkan kacamata di acaranya bersama Soo Jung minggu lalu? Dan menyebutkan bahwa produk itu adalah hasil karyanya sendiri? Pihak SM menganggap kalau Jessica telah menyalahi aturan. Harusnya, brand tersebut diluncurkan bulan depan. Sesuai kesepakatan awal. Mereka ternyata juga mengetahui kalau Sica kerap tidak hadir pada saat kita latihan. Dua hal tersebut dijadikan senjata untuk menyerangnya."

"Ketidakhadirannya dijadikan masalah? Bukankah yang lebih penting dia tetap hadir di setiap acara bersama kita? Dan tentang BLANC. Bukankah bulan lalu dia sudah membicarakannya dengan SM?" sela Hyoyeon.

Our JourneyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang