Dengan langkah tergesa Taeyeon keluar dari mobil dan menuju pintu depan. Hawa dingin yang semakin terasa membuatnya ingin cepat-cepat masuk ke dalam rumah. Ia kemudian menghempaskan tubuhnya ke sofa setelah berhasil menyalakan pemanas ruangan yang untunglah masih berfungsi dengan baik.
Kalimat Jiyong yang terucap minggu lalu kembali terngiang di telinganya. Rumah. Ya, disinilah sekarang dia berada. Dalam bangunan yang selalu menjadi rumah untuk mereka berdua. Terlepas dari bagaimana hubungan diantara keduanya, tetapi Taeyeon yakin kalau sampai saat ini, hanya rumah inilah yang dimaksudkan oleh Jiyong. Rumah persembunyian mereka.
Bukan suatu hal yang mudah untuk Taeyeon akhirnya menyetujui ajakan Jiyong. Tujuh hari terakhir, hati dan pikirannya selalu berperang. Apakah langkah yang ia ambil sudah tepat atau belum? Apakah keputusan yang dia ambil sudah benar? Taeyeon tak bisa lagi mengelak. Apa yang akan dibicarakan oleh Jiyong cepat atau lambat memang akan terjadi.
Taeyeon menoleh ke arah pintu saat seseorang membukanya. Jiyong masuk dengan membawa satu goodie bag besar di tangan kanannya. Ia tersenyum ketika melihat Taeyeon yang tengah menatap dirinya.
"Hi,"
"Hai,"
Jiyong berjalan menghampiri Taeyeon dan duduk di depannya. Ia mengamati wajah sang gadis yang terlihat lelah.
"Pukul berapa kau selesai latihan?"
"Hmmm... 7? Aku langsung kesini setelah latihan tadi."
"Tanpa makan malam? Taeyeon mengangguk. "Aku membawa seolleongtang dari umma, sebentar aku hangatkan dulu."
"Gwaenchana, biar aku saja, Ji."
"No! Kau tetap disana. Ada jelly, susu cokelat dan hoddeok. Nyalakan saja tv atau main game. Aku tidak akan lama."
Taeyeon memperhatikan Jiyong yang kini tengah melepas jaket lalu berjalan ke arah pantry dengan kotak makanan di tangannya. Ia merasa kembali ke masa lalu. Dulu, Jiyong lah yang sering menyiapkan makanan untuknya jika ia sudah kelelahan. Laki-laki itu selalu menyuruhnya duduk dan menunggu sampai makanannya siap.
Aku terlalu banyak melukaimu, Ji. Kenapa kau masih saja ingin dekat denganku?
"Apa membermu tahu kau datang kesini?"
Pertanyaan Jiyong mengembalikan pikiran Taeyeon. "Uhm? Tidak. Dua hari ini tidak ada siapa-siapa di dorm. Miyoungie menginap di rumah Sooyoung karena Soojin Unni meminta bantuannya untuk mempersiapkan pesta ulang tahun putrinya yang pertama."
"Ulang tahun? Kau sudah menyiapkan hadiah?"
"Belum sempat. Mungkin besok atau lusa. Acaranya masih satu minggu lagi."
Jiyong mengangguk. Makanan yang ia hangatkan sudah tersaji di atas mangkuk. Ia membuka lemari kabinet dan membawa dua gelas. "Kau ingin makan dimana? Disana atau di meja makan?"
Taeyeon bangkit berdiri. "Di ruang tv saja. Biar aku bantu."
Keduanya lalu menyantap makan malam sembari sesekali bertanya tentang jadwal masing-masing. Diam-diam, Jiyong merasa sangat lega karena Taeyeon tak sedikit pun menunjukkan sikap dingin yang dulu sering ia tunjukkan padanya. Melihat kenyataan tersebut, bolehkah dia berharap agar perasaannya benar-benar berbalas?
"Terimakasih atas makanannya, Ji. Andai saja aku bisa menyampaikannya secara langsung kepada eomonim. Masakan eomonim dari dulu sudah sering masuk ke dalam perutku."
Jiyong terkekeh. Ia duduk seraya memperhatikan Taeyeon yang bersikeras untuk membersihkan bekas makan malam mereka. Perkataan yang diucapkan Taeyeon memang benar. Dulu, ia sering membawa masakan ibunya untuk diberikan kepada Taeyeon atau dimakan bersama seperti yang baru saja mereka lakukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Journey
FanfictionDua anak manusia yang terlalu rumit hanya untuk saling memiliki. Bersembunyi hanya untuk saling merengkuh dan mengucap kata cinta. Haruskah mereka menyerah saat dunia seakan terus menyerang? Atau, tetap melawan meski harus mati? Terkadang, c...