Dami perlahan membuka pintu kamar dan menyilakan adik iparnya untuk masuk. Ia menggeleng saat Taeyeon mengajaknya untuk ikut. Dengan gerakan tangannya ia menyuruhnya pergi sendiri dan memilih menunggu bersama kedua orang tuanya.
Taeyeon kemudian mengendap mendekati tempat tidur setelah menyimpan chocolate cake di atas meja nakas. Ia duduk di samping Jiyong yang masih terlelap. Berbaring membelakangi posisinya.
"Jiyong,"
"Jiyong, bangun."
Laki-laki itu dengan cepat membuka mata setelah mendengar suara Taeyeon. "Baby, ada apa?"
Taeyeon tersenyum. Ia berdiri mengambil cake dan membawanya ke depan Jiyong.
Saengil chukae hamnida.
Saengil chukae hamnida.
Saranghaneun Kwon Jiyong.
Saengil chukae hamnida.
"Astaga..." Jiyong beringsut duduk dengan keterkejutan di wajahnya. "Aku kira kau memanggilku karena ingin sesuatu."
"Buat permintaan dan tiup lilinnya."
Jiyong memejamkan matanya selama beberapa saat lalu meniup angka 34 yang menghiasi cake tersebut. "Terima kasih, Baby."
Alih-alih menjawab, Taeyeon terdiam seraya mengerutkan kening. Dengan hati-hati ia meletakkan kue di atas tempat tidur lalu menegakkan posisi duduknya. "Jiyong, ada seseorang yang ingin mengucapkan ulang tahun padamu," Ia menunjuk ke arah perutnya. "Aegi menendangku keras sekali."
Jiyong tergelak. Tangan kanannya mengusap perut Taeyeon dengan lembut. "Hai, aegi.. Kau ingin merayakan ulang tahun appa? Terima kasih." Ia merasakan gerakan yang cukup keras. "Appa menyayangimu, aegi."
"Kami juga menyayangimu."
Jiyong menangkup wajah Taeyeon lalu mencium keningnya. "Kau tidak apa-apa? Tidak mual?"
"Aku sempat muntah dua kali tetapi minuman hangat dari eomeoni membuatku membaik."
"Kau bangun dari jam berapa? Kenapa aku sampai tidak tahu? Dan kau bilang tadi umma? Umma ada disini?"
"Pukul enam? Tadi aku harus ekstra pelan-pelan agar kau tidak ikut terbangun. Rencana kami bisa-bisa gagal. Eomeoni memang ada disini bersama aboeji dan unni. Mereka ingin sarapan bersama kita. Kau mandi dulu saja. Kami akan menunggumu."
Kedua orang tua Jiyong memeluk putra bungsunya seraya mengucapkan selamat atas pertambahan usianya. Mereka berkumpul di meja makan dengan hidangan khusus buatan Kwon Umma yang selalu ada setiap ulang tahun putra-putrinya. Maret lalu, Taeyeon pun mendapatkan makanan serupa karena Kwon umma menganggap menantunya itu sebagai putri kecilnya.
"Apa kau tahu kalau kami harus berhati-hati saat masuk rumahmu? Aku seperti pencuri saja tidak boleh mengeluarkan suara apapun. Itu, kan, mustahil. Untung saja kau tetap tidur.
Taeyeon terkekeh. "Aku mengatakan pada mereka kalau semenjak kehamilanku kau jadi sensitif sekali dan mudah terbangun."
"Maaf, noona, aku selalu mencemaskan Taeyeon apabila dia sedang tidur karena gangguan heartburn atau morning sicknessnya. Hampir setiap malam tidurnya selalu terganggu jadi setiap ada suara aku bisa langsung terbangun."
Dami meleletkan lidah. "Kau dimaafkan karena alasamu adalah Taeyeon dan calon keponakanku."
"Apa hari ini kau tetap latihan?"
"Siang nanti, Appa."
"Eh? Lalu Taeyeon bersama siapa? Aku ada meeting dan umma harus ke yayasan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Journey
FanfictionDua anak manusia yang terlalu rumit hanya untuk saling memiliki. Bersembunyi hanya untuk saling merengkuh dan mengucap kata cinta. Haruskah mereka menyerah saat dunia seakan terus menyerang? Atau, tetap melawan meski harus mati? Terkadang, c...