"Aku katakan yang sebenarnya pada mereka, Noona. Memang hanya kau yang ada di kepalaku saat aku menciptakan lagu itu."
"Jonghyun-ah, apakah kau harus sangat jujur setiap kali ada yang bertanya tentang lagumu? Apa aku begitu menyedihkan di matamu?"
"Noona.... Jangan marah. Aku membuat lagu itu memang untukmu. Apa kau ingin aku berbohong dengan mengatakan kalau inspirasiku dari film? Tak akan ada yang percaya."
"Arraseo.. Kalau saja kau bukan donsaeng kesayanganku, sudah kutimpuk kepalamu."
Taeyeon melambai ke arah member lalu masuk ke dalam kamar.
Jonghyun terbahak. "Noona... saranghaeyo.. Aku akan membawakan es krim kesukaanmu saat kita promo di KBS nanti. Kau tinggal sebutkan saja rasa yang kau inginkan."
"Assa! Kau memang adikku yang paling baik."
"Kalau begitu aku latihan dulu, Noona. Kau kirimkan pesan saja tentang janjiku tadi."
"Ne. Sampai nanti."
Taeyeon melempar ponselnya asal ke arah tumpukan bantal lalu duduk di atas tempat tidur. Ia menghela napas panjang dan memijat tengkuknya yang terasa pegal. Matanya terasa berat karena jadwalnya hari ini sudah dimulai dari pukul tiga pagi. Sedangkan hari sebelumnya, ia baru pulang pukul dua belas malam.
Namun, terlepas dari jadwalnya yang sangat menyita waktu, ia bersyukur. Bukan saja karena ia melakukan hal yang disukainya, bertemu kembali dengan para penggemar, tetapi kesibukannya tersebut mampu mengalihkan pikirannya. Sedikitnya, ia bisa terlupa dari sesuatu yang beberapa bulan terakhir ini selalu memenuhi isi kepalanya.
Jiyong bertugas di Angkatan Darat Provinsi Gyeonggi. Dua minggu lalu, ia ditunjuk sebagai wakil instruktur di divisinya.
Ucapan Heechul masih terekam jelas dalam ingatan meski Taeyeon sudah berusaha keras untuk melupakannya. Ia tidak mau lagi memikirkan apa yang Jiyong putuskan, apa yang Jiyong katakan, dan apa yang Jiyong tuliskan untuknya. Semua hal yang berhubungan Jiyong harus terkunci rapat dalam lemari kenangan hidupnya.
Kau pathetic sekali, Taeyeon.
Dalam penyangkalannya, tubuh Taeyeon justru membungkuk ke laci nakas samping tempat tidur. Tangan kanannya terulur untuk membuka dan mengeluarkan isinya. Di dasar laci itu, terdapat surat yang baru sekali dibacanya. Taeyeon mengambilnya dan membuka lipatannya kembali.
Di waktu itu, aku tidak akan pernah membiarkanmu pergi lagi. Jadi, aku mohon. Tunggu aku.
Taeyeon tersenyum pahit ketika membaca kalimat terakhir yang ditulis Jiyong. Kau begitu keras kepala, Ji. Kau tahu kalau dunia akan terus melawan kita dan semuanya tak semudah membalikkan telapak tangan, tapi kenapa kau terus saja melangkah maju? Maafkan aku, Jiyong. Maafkan aku.
Taeyeon menaruh surat itu di atas tempat tidur. Kedua tangannya menghapus kasar air mata yang tak dinyana mengalir tanpa ia sadari. Taeyeon menggelengkan kepala. Betapa ia dalam sekejap bisa menjadi lemah hanya karena rangkaian kata yang tersusun dalam kertas tersebut.
Cukup, Taeyeon! Cukup! Lebih baik bersihkan tubuhmu sekarang sebelum para member memarahimu karena terlalu lama berdiam diri di kamar. Lupakan semuanya! Lupakan!
Berada di bawah guyuran air hangat membuat pikiran Taeyeon sedikit tenang. Setelah berganti pakaian, ia melangkah keluar dari kamar mandi dengan handuk tersampir di bahunya. Namun, seketika saja tubuhnya membeku di ambang pintu. Wajah lelahnya langsung memucat. Ia berdiri terpaku dengan kedua tangan terkepal. Mata kecilnya terbeliak saat melihat kertas di tangan sahabatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Journey
FanfictionDua anak manusia yang terlalu rumit hanya untuk saling memiliki. Bersembunyi hanya untuk saling merengkuh dan mengucap kata cinta. Haruskah mereka menyerah saat dunia seakan terus menyerang? Atau, tetap melawan meski harus mati? Terkadang, c...