Pena 5

2.9K 52 1
                                    

"Selama beberapa tahun ini aku sudah terlalu teledor, misalnya kematian Lo-liok si penjaga istal kuda yang secara mendadak, munculnya jago-jago persilatan yang menetap tak jauh dari perkampungan Ing-gwat-san-ceng tanpa sepengetahuanku, coba bayangkan saja, betapa cerobohnya aku selama ini."

"Ling-kang, bukankah kau mengatakan hendak latihan malam? Apakah kau sengaja membohongi aku?"

"Aku benar-benar latihan, cuma ada satu hal tidak kujelaskan kepadamu, yakni sejak tiga hari berselang latihan telah selesai. Waktu itu kentongan keempat belum lewat sebetulnya aku ingin memberitahukan kejadian ini kepadamu, ternyata kau telah lenyap tak berbekas."

"Mengapa tidak kau tanyakan kepadaku?"

"Aku pergi mencarimu tapi tidak kutemukan, sebaliknya kujumpai Tiong-gak sedang berdiri termangu seorang diri sambil melamun, baru saja aku hendak menyapanya, ternyata kau telah kembali dan Tiong-gak pun menyembunyikan diri, aku merasa tak enak untuk menyapamu, sedang kau mungkin lantaran terpengaruh oleh pergolakan emosi ternyata tidak kau sadari bahwa aku menguntil di belakangmu. Aku pun mendengar kau bergumam seorang diri bahwa persoalan itu tak boleh kuketahui, kau hendak menanggungnya sendiri, maka aku pun terpaksa kembali lagi ke kamar latihan. Selama dua hari ini aku selalu berharap kau bisa memberitahukan kepadaku, tapi setiap kali kau berjumpa denganku sikapmu selalu menunjukkan seakan-akan tak pernah terjadi sesuatu apa pun, karena kau tak bicara aku pun enggan bertanya, dan terpaksa aku lakukan penyelidikan sendiri secara diam-diam ..........."

"Kau telah berjumpa dengan Liong Thian-siang?"

"Kemarin malam aku berangkat dua kentongan lebih duluan dan bersembunyi di belakang sebuah batu cadas di atas tebing, aku dapat mendengarkan semua pembicaraan kalian, Hujin aku merasa sangat terharu........"

"Aku telah menyaksikan ilmu silatnya, aku tak ingin membiarkan kau berduel dengannya," sambung Pek Hong.

"Aku dapat memahami kesulitanmu, tapi apa yang dikatakan Sute tak salah, bukan kau atau aku yang hendak ia hadapi, tapi seluruh Bu-khek-bun yang hendak dihadapinya. Aku bisa bersabar tapi tak dapat membiarkan perguruan Bu-khek-bun terancam, aku pun tak rela menyaksikan ayah mertuaku terancam."

"Oh, sungguh kebetulan!" pikir Seng Tiong-gak, "Cu Siau-hong pun bersembunyi di balik batu besar di atas tebing, hanya bedanya mereka selisih semalam."

Terdengar Pek Hong menghela napas sedih, dua titik air mata jatuh berlinang membasahi pipinya, ia berkata :

"Ling-kang, aku merasa amat sedih karena perbuatanku selama ini telah melanggar tata kesopanan seorang perempuan yang telah bersuami."

"Kalau tidak salah, Pek Hong sebagai seorang putri persilatan yang penting adalah tidak berbohong pada Thian dan tidak menipu diri sendiri, kau tetap masih merupakan istriku....."

"Terima kasih banyak Ling-kang, bisa mendengar perkataanmu itu hatiku sudah lega, semua kemasgulanku ikut pula tersapu lenyap."

Sambil tertawa Tiong Ling-kang menepuk bahu istrinya, lalu berkata lagi :

"Hujin, kau tidak melakukan kesalahan apa pun, justru aku yang menyesal karena telah membuat susah Gak-hu, bagaimanapun juga, besok kita harus berusaha mencari akal untuk menyelamatkan Gak-hu dari cengkeraman musuh.

Pek Hong tertawa getir.

"Sulit untuk menolongnya, Liong Thian-siang telah berhasrat untuk menimbulkan badai darah di sini, sekalipun aku telah bersilat lidah dengannya, dengan harapan pikirannya bisa berubah, sayang ia tak mau menyanggupinya."

"Aku tahu, kita memang tak bisa melunakkan hatinya, terpaksa hanya pertarungan yang bisa menyelesaikan persoalan ini."

"Ia sendiri telah bilang, kali ini ia mengajak banyak pembatu, tapi dalam pertemuan besok malam, hanya kita berdua yang diijinkan ke sana.

Pena Wasiat (Juen Jui Pi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang