Pena 15

2.7K 48 0
                                        

"Duduklah yang baik di situ, bila berani melakukan sesuatu gerak-gerik yang mencurigakan, jangan salahkan kalau aku akan merenggut nyawamu......"

Setelah membuka tutup botol dan mengeluarkan sebuah butir pil berwarna putih, katanya kembali.

"Sekarang, buka mulutmu lebar-lebar, coba dulu sebutir!"

Di bawah ancaman kematian, Pi Kay berubah menjadi sangat penurut sekali, ia segera membuka mulutnya dan menelan pil tadi.

Menunggu pil itu sudah masuk ke dalam perutnya, Pek Bwe baru menelan pula dua butir, katanya.

"Dua butir sudah cukup?"

Pi Kay manggut-manggut.

Setelah menelan pil tadi, ia berkata lagi,

"Selanjutnya apa yang musti kulakukan?"

"Mengatur napas agar obat itu mulai bekerja."

"Semoga saja obat yang kau berikan kepadaku itu adalah obat pemunah yang sebenarnya."

Setelah menotok kembali jalan darah bisu di tubuh Pi Kay, diam-diam dia mulai mengatur napas untuk bersemedi.

Ternyata obat itu memang betul-betul obat pemunah yang mujarab, setelah mengatur napas dan obat tersebut mulai bereaksi, Pek Bwe merasakan racun dalam tubuhnya mulai lenyap tak berbekas.

Akhirnya setelah pengaruh racun itu lenyap sama sekali, dia baru menepuk bebas jalan darah bisu orang, katanya :

"Sekarang, aku ingin mendengarkan asal-usulmu lebih dulu, nah katakanlah!"

Pi Kay menghela napas panjang.

"Sebetulnya siapakah namamu? Tak kusangka sedemikian hebatnya kepandaianmu."

Pek Bwe segera berkata.

"Pi Kay, ingatlah baik-baik, yang bertanya sekarang adalah aku, bukan kau, cuma bila kau bersedia menjawab pertanyaanku, dengan sejujurnya Lohu pun bersedia untuk memberitahukan asal-usulku yang sebenarnya kepadamu."

Pi Kay manggut-manggut.

"Baiklah!" ia berkata, "akan kusebutkan dulu namaku, aku betul-betul she Pi, cuma bukan bernama Kay!"

"Lantas siapa namamu?"

"Pi Sam-long........."

Mendengar nama itu Pek Bwe segera berseru :

"Oooh.......... kiranya kau adalah Tok-hong (lebah beracun) Pi Sam-long."

"Kau juga tahu akan aku?" Pi Sam-long tampak agak tertegun.

"Apakah kau adalah anak murid dari Kiu-ci-tok-siu (kakek beracun berjari sembilan) Seng Kong-sin?"

"Dugaanmu benar............. aku berurutan nomor tiga."

"Seng Kong-sin dengan Lohu bukan cuma kenal saja bahkan mempunyai hubungan persahabatan yang cukup akrab, entah pernahkah ia membicarakan soal diriku ini kepada kalian?"

"Kau orang tua belum menerangkan siapa namamu, dari mana Boanpwe bisa menjawab?"

"Lohu adalah Pek Bwe!"

"To-heng-siu, Pek Bwe?"

"Betul! Itulah Lohu!" Pek Bwe mengangguk.

"Suhu pernah menyinggung soal Cianpwe, katanya tempo hari dia orang tua pernah ditolong oleh Cianpwe."

"Ah, cuma satu urusan kecil, tidak terhitung seberapa."

"Tapi Suhu selalu memikirnya di hati, beliau pernah berpesan kepadaku serta kedua orang Suhengku agar bersikap hormat bila bertemu dengan kau orang tua dalam dunia persilatan, sungguh tak nyana Boanpwe telah meracuni orang tua, jika kejadian ini sampai diketahui Suhu niscaya kulitku akan dikelupas!"

Pena Wasiat (Juen Jui Pi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang