Pena 31

3.9K 58 0
                                    

Mendengar pekikan suara aneh tadi, auman harimau yang bersahut-sahutan itu segera berhenti sama sekali.
Suasana didalam kandang harimau itupun pulih kembali dalam ketenangan seperti sedia kala.
Tapi rombongan harimau itu belum membubarkan diri, mereka masih berkumpul menjadi satu, sambil mengawasi kelompok manusia diluar kandang.

"Rupanya harimau-harimau di dalam kandang ini sudah mendapat pendidikan yang ketat" kata Tan Tiang-kim dengan dingin. "berada dalam kendali orang lain, aku rasa lebih susah lagi untuk dihadapinya"
-ooo0ooo-

ANEHNYA dari empang ikan leihi kita sudah sampai di kandang macan, kenapa mereka belum juga turun tangan?." Kata Pek Bwee.
"Belum sampai waktunya"
Pek Bwe berpaling dan memandang sekeliling tempat itu, lalu katanya:
"Agaknya kandang macan ini letaknya berada dipaling belakang dari kebun raya Ban hoa wan, kalau mereka belum juga turun tangan, lantas mereka bersiap-siap akan turun tangan dimana?'
"Mereka sedang menunggu.....'
Belum lagi ucapan tersebut diselesaikan tiba-tiba terdengar seseorang berkata dengan dingin:
"Kebun raya Ban hoa wan adalah tempat tinggal jago lihay, kalian berani memasuki-nya berarti kalian harus mati"
Suara ini seakan-akan datang dari suatu tempat yang sangat jauh, Tan Tiang kim hanya bisa menentukan arah datangnya suara tersebut, tapi tidak melihat darimana orang itu berbicara.
Kontan saja Tan Tiang kim merasakan hatinya bergetar keras, tapi mimik wajahnya masih tetap menunjukkan ketenangan yang luar biasa, setelah menarik napas panjang, serunya:
"Jago lihay dari manakah yang telah memberi petunjuk? Kenapa tidak segera munculkan diri?".
Suara yang dingin menyeramkan itu kembali berkumandang.
'Tan Tiang kim, apa sangkut pautnya antara urusan Bu khek bun dengan perkumpu-lan Kay pang? Kenapa kau mencampurinya?"
"Siapakah yang tidak tahu kalau Kay-pang dan Bu khek bun mempunyai hubungan yang akrab, apanya yang musti diherankan?"
Suara yang dingin menyeramkah tadi berkata lagi.
"Aaai .....!. Lohu menjadi agak menyesal dan sedih"
"Apa yang musti kau sesalkan?"
"Bagaimanapun juga kau mempunyai nama yang cukup tersohor dalam dunia persilatan, bila hari ini mesti mampus dalam kebun raya Ban hoa wan, bukankah hal itu merupakan suatu peristiwa yang patut disesalkan?
"Aku si pengemis tua sudah hidup enam puluh tahun lebih, masa hidupku sudah cukup panjang, sekalipun harus mati disini hari ini, bagi aku si pengemis tug maah bukan terhitung sesuatu peristiwa yang pan-tas disesalkan!"
Sementara itu Tan Tiang kim sudah tahu kalau suara tersebut berasal dari puncak pohon pek-yang tinggi besar disebelah barat kandang macan itu.
Daun pohon itu sangat rimbun dan lebat, sehingga sukar untuk dilihat dimanakah orang itu menyembunyikan diri.
Tapi Tan Tiang kim adalah seorang jago kawakan yang sudah lama sekali berkelana dalam dunia persilatan, meskipun terkejut didalam hati, namun diluar ia cuma tertawa dingin.
"Besar amat bacotmu!" serunya.
"Tan Tiang kim!" kata suara dingin itu dengan nada menyeramkan, "tampaknya tidak sedikit jumlah anggota Kay pang yang berdatangan pada hari ini."
Sepasang mata Tan Tiang kim yang tajam tiada hentinya memeriksa pohon pek-yang tersebut sementara mulutnya menjawab:
"Anggota Kay pang tak terhitung jumlahnya yang sudah mencapai ribuan orang, dapatkah kau lihat berapa banyak jago kami yang telah berdatangan hari ini?"
"Tan Tiang kim!" suara yang dingin itu kedengaran agak marah, "sungguh tidak beruntung lohu harus melihat dirimu lebih dulu. . . . ."
"Melihat aku kenapa?"
"Melihat kau bakal mampus!"
Tan Tiang kim segera tertawa terbahak-bahak.
"Haaahhh. . . haaahhh. . . haaahhh. . . sayang sekali, aku masih segar bugar"
Tidak terdengar uara jawaban lagi, agaknya orang itu sudah pergi meninggalkan tempat itu.
Tan Tiang kim mendehem berat, kemudian serunya lagi.
"Saudara, kalau toh kau berani membentak dan menegur aku Tan Tiang kim, kenapa tidak berani untuk menampakkan diri?"
Sekalipun sudah diulangi beberapa kali, ternyata tidak terdengar juga ada orang yang memberi jawaban.

Pek Bwee menghembuskan napas panjang.
"Tampaknya mereka sudah pergi!"
"Hmm! Bangsat itu berlagak misterius, agaknya orang itupun merupakan seorang jago kawakan yang sudah seringkali melakukan perjalanan di dalam dunia persilatan"
Belum sempat Tan Tiang kim menjawab, tampak bayangan manusia berkelebat lewat, seorang manusia berbaju putih sudah menampakkan diri dibalik kandang macan itu.
Tampak orang itu melompat dua kali dengan menutulkan ujung kakinya diatas papan kayu itu, kemudian dengan enteng dan melampaui pagar kayu tadi dia melayang turun dihadapan Tan Tiang kim mengawasi orang itu lekat-lekat, kemudian serunya dengan dingin:
"Kau adalah ....."
Orang itu mengenakan baju serba putih, usianya antara tiga puluh tahunan, pedang tersoren di punggung dan wajahnya sangat asing, baik Tan Tiang kim maupun Pek Bwee tak ada yang mengenalinya.
" Kaukah yang bernama Tan Tiang kim?'' tegur orang berbaju putih itu dengan wajah serius.
" Betul, aku si pengemis tualah orangnya"
"Bagus sekali, serahkan nyawamu!"
"Kau hendak membunuh aku si pengemis tua?"
"Yaa, aku mendapat tugas untuk kemari mencabut selembar nyawamu!"
Tiba-tiba Tang Cuan maju selangkah ke depan, kemudian serunya:
"Sobat, kasar amat sikapmu!"
Orang berbaju putih itu memandang sekejap ke arah Tang Cuan, kemudian tegurnya:
"Siapakah kau?"
"Aku Tang Cuan!"
"Minggir kau dari situ!"
Tang Cuan segera tertawa dingin, katanya:
"Tan cianpwe adalah seorang yang sangat terhormat, tak nanti ia sudi bertarung dengan manusia macam kau"
Dengan cepat orang berbaju putih itu meraba gagang pedangnya, kemudian membentak keras:
''Minggir kau!"
Tang Cuan juga meloloskan pedangnya dari sarung.
"Kau musti menangkan dulu pedang dari aku orang she Tang sebelum bertempur me-lawan Tan locianpwe"
Mendadak tampak cahaya tajam berkilauan di angkasa, sekilas bayangan dingin langsung membacok ke tubuh Tang Cuan.
Dengan cepat Tang Cuan menggerakkan pedangnya untuk menangkis...... "Traang!" ia sudah membendung serangan pedang dari orang berbaju putih itu,
Suatu pertempuran sengit dengan cepat berkobar dengan hebatnya.
Sepasang pedang saling menyambar bagaikan sambaran kilat dengan cepatnya kedua belah pihak sudah berada dalam keadaan seimbang dan siapapun tak sanggup mengalahkan yang lain.
Ilmu pedang Cing peng kiam hoat yang diyakinkan Tang Cuan meski sudah mencapai kesempurnaan sebesar delapan bagian, tapi untuk menghadapi serangan gencar dari manusia berbaju putih itu, dia masih selisih satu tingkat.
Sekalipun demikian, setiap kali Tang Cuan sudah terdesak dan hampir menderita kekalahan, tiba-tiba saja muncul satu jurus tangguh yang segera merebut kembali keadaan yang berbahaya menjadi menguntungkan. Jurus-jurus aneh yang digunakan itu semuanya amat lihay, ganas dan luar biasa, hal mana memaksa kemenangan yang hampir saja diraih orang berbaju putih itu secara tiba-tiba lenyap tak berbekas.
Dengan demikian, maka suasana pertarunganpun menjadi kalut dan tidak diketahui mana yang menang dan mana yang kalah. Dalam waktu singkat ratusan gebrakan sudah lewat, tapi pertempuran sengit masih berlangsung terus dengan ramainya, menang kalah masih belum juga diketahui.
Tan Tiang kim yang menjumpai keadaan itu menjadi sangat keheranan, dengan suara lirih dia berkata:
"Saudara Pek, tak kutangka kalau ilmu pedang Cing peng kiam hoat ternyata demi kian lihay dan luar biasanya, kejadian ini sungguh diluar dugaan aku si pengemis tua".
Pek Bwe mengerti jurus-jurus aneh yang sakti dan muncul berulang kali itu bukan jurus pedang dari ilmu Cing peng kiam hoat asli, melainkan merupakan jurus-jurus pedang ajaran dari Cu Siau hong.
Cuma, beberapa jurus serangan itu sudah dilebur ke dalam ilmu pedang Cing peng kiam hoat, jadi kalau dibilang jurus-jurus serangan itupun merupakan jurus serangan dari Cing peng kiam hoat, hal itupun tak dapat dianggap salah..
Berpikir demikian, pelan-pelan dia menjawab.
"Selama banyak tahun belakangan ini, aku sudah keluar dari perkampungan Ing gwat san ceng, jadi terhadap perkembangan dari ilmu pedang Cing peng kiam hoat ku-rang begitu paham"
Sementara itu Tan Tiang kim secara diam-diam telah mengerahkan tenaga dalam nya untuk bersiap-siap, dia telah bersiap-siap untuk setiap saat turun tangan menolong Tang cuan.
Walaupun begitu, tapi selama ini dia tak pernah turun tangan untuk membantu.
Perubahan jurus pedang yang dimainkan lelaki berbaju putih itu makin lama kelihatan semakin ganas, setiap jurus serangan yang dipergunakan rata-rata merupakan jurus mematikan yang dahsyat dan penuh diliputi hawa pembunuhan yang mengerikan.
Untuk menghadapi serangan-serangan dahsyat dari orang berbaju putih itu, Tang Cuan juga kelihatan makin lama semakin bertambah payah..
Sekalipun demikian, Tang Cuan justru makin bertarung semakin mantap, permainan pedang Cing peng kiam ditangannya juga semakin kuat dan meyakinkan.
Kecuali disaat-saat yang amat berbahaya, dia baru menggunakan jurus aneh untuk menolong diri, boleh dibilang sebagian besar diat bertarung menggunakan ilmu pedang Cing peng kiam.

Pena Wasiat (Juen Jui Pi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang