Pena 8

2.8K 51 0
                                        

"Aku telah kehilangan satu-satunya menantuku dan kehilangan pula satu-satunya cucu luarku," kata Pek Bwe dengan sedih.

"Demi satu-satunya putriku, aku tak bisa melepaskan persoalan ini dengan begitu saja, apalagi mereka telah menyekapku selama beberapa hari......."

Sorot matanya dialihkan ke wajah Cu Siau-hong, kemudian katanya :

"Bocah muda, katakanlah pendapatmu itu!"

"Setelah Boanpwe pikirkan sekian lama, dapat kurasakan bahwa peristiwa ini sebenarnya adalah dua persoalan yang masing-masing berdiri sendiri yang secara kebetulan saja berlangsung pada saat yang bersamaan......"

"Ehm, suatu pendapat yang hebat!" Pek Bwe manggut-manggut, "lanjutkan perkataanmu itu, Siau-hong!"

"Kelompok yang membakar dan membantai anggota perguruan kitalah baru merupakan kelompok yang sesungguhnya mengincar perkampungan Ing-gwat-san-ceng, mungkin rencana ini sudah mereka siapkan cukup lama, hanya secara kebetulan saja mereka mendapatkan kesempatan baik ketika Liong Thian-siang datang mencari gara-gara."

Pek Hong, Tang Cuan maupun Seng Tiong-gak ikut mendengarkan dengan seksama, tanpa terasa mereka manggut-manggut.

"Bagaimana selanjutnya Siau-hong?" tanya Seng Tiong-gak kemudian.

"Dalam peristiwa ini, siapa pun jangan terlalu menyalahkan diri, sebab andaikata kita tidak menjumpai peristiwa Liong Thian-siang, kemungkinan besar mereka akan melakukan tindakan yang jauh lebih keji lagi terhadap kita semua, rencana ini pasti sudah disusun mereka cukup lama, mereka pun sudah menanti sangat lama. Kesemuanya ini menunjukkan bahwa mereka adalah sekawanan manusia yang berhati busuk dan berakal panjang, meski Liong Thian-siang telah membantu mereka tapi ia pun telah merusak rencana mereka!"

"Lohu pernah berpikir sampai ke situ, tapi tidak sedalam apa yang kauterangkan sekarang. Luar biasa kau, anak muda! Orang kuno pernah bilang, seorang siucay tanpa keluar pintu pun dapat mengetahui semua persoalan di dunia, tidak sia-sia rasanya kau banyak membaca buku."

"Bila Boanpwe tidak masuk ke dalam perguruan Bu-khek-bun, tak nanti akan kucapai hal seperti ini," kata Cu Siau-hong.

"Apa maksud perkataanmu itu?"

"Bila aku tetap belajar di rumah, ayahku pasti akan mengawasi diriku secara ketat, apa yang dibaca pun pasti sekitab kitab-kitab Lun-hi, Cho-co-an, Ngo-keng-su-siu, dan sejenisnya. Tapi setibanya di Bu-khek-bun, Suhu tidak terlalu membatasi bahan bacaan yang kubaca, justru karena itulah aku baru mendapat kesempatan untuk menambah pengetahuanku dalam membaca, tidak sedikit pula bahan bacaan aneka ragam yang berhasil kubaca."

"Setiap kali Suhumu keluar rumah, ia pasti pulang dengan membawa sejumlah besar buku bacaan, apakah semua buku itu diberikan kepadamu untuk dibaca?" tanya Pek Hong.

"Suhu amat memperhatikan diriku, tapi yang paling membantu Tecu justru adalah dua peti buku yang ditinggalkan Pek-cianpwe untukku itu......"

"Bocah muda, kau telah membaca semua kitab dalam kedua petiku itu......?" teriak Pek Bwe dengan mata melotot.

"Suhu yang memberikan kedua peti buku itu untukku baca, kalau tidak begini, mana Boanpwe berani membongkar barang milik Locianpwe?"

"Maksudku, apa kau memahami isi dari semua kitab bacaan yang kumiliki itu?"

"Walaupun jumlah kitab yang Locianpwe miliki tidak terhitung banyak, tapi memang terhitung kitab-kitab yang sukar dipahami, walaupun di antaranya ada dua jilid yang isinya betul-betul mendalam sekali hingga Tecu merasa kesulitan untuk memahami isinya, tapi untunglah sebagian besar dapat kupahami, di antaranya ada sejilid yang tidak berisikan tulisan kita."

Pena Wasiat (Juen Jui Pi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang