Pena 58

2.2K 32 1
                                        

"Oh tua, sesungguhnya organisasi rahasia tersebut tak lebih hanya mengadakan selapis kain penutup belaka, dewasa ini mereka memang sudah bersiap sedia untuk menampakkan diri, akan tetapi kita masih belum mengetahui siapa gerangan orang-orang itu?"
"Benar! Kita beradu jiwa dan berjuang dengan mati-matian, tujuan yang sebenarnya pun tak lebih hanya ingin menyelidiki identitas mereka yang sebenarnya."
"Siapa mereka aku rasa bukan masalah yang terlalu penting bagi kita, sekarang yang terpenting adalah dimanakah sebenarnya maksud dan tujuan mereka?"
Oh Hong cun segera menimbrung sambil tertawa:
"Asalkan identitas mereka sudah diketahui, tak sulit bukan untuk mengetahui maksud tujuan mereka yang sebenarnya"
Cu Siau hong tertawa dan tidak banyak berbicara lagi.
Keesokan harinya, ketika matahari sudah berada diatas awing-awang, secara teratur sekali para jago berangkat meneruskan perjalanan.
Kian Hui seng, Cu Siau hong, Thian Pak liat, Tham Ki wan, Si Eng, Ho Hou poo dan Oh Hong cun bertujuh berjalan di paling depan, sementara Pek bi taysu bersama kedua belas orang Kim kong nya berjalan di paling belakang, Seng Tiong gak dengan membawa Jit hou dan Su eng berjalan di tengah.
Cu Siau hong tak ingin mereka terlalu menonjolkan diri, sebab kelompok manusia yang tergabung di dalam kelompok inilah merupakan kekuatan inti yang sebenarnya dalam melakukan pembantaian serta mendobraknya.
Betul, usia mereka tidak terhitung besar namun sejak kecil mereka semua sudah berlatih diri dengan dasar ilmu silat yang amat kuat.
Mereka tidak dikenal dan tak punya nama besar, namun kepandaian yang berhasil mereka capai justru melebihi kemampuan yang dimiliki seorang jagoan kelas satu dari dunia persilatan.
Tentu saja mereka pun tak bisa dibandingkan dengan kawanan tokoh persilatan yang mempunyai kemampuan khusus didalam dunia persilatan, akan tetapi bagaimanapun jua, manusia seperti itu hanya terdiri dari sebagian kecil saja.
Penunjuk jalan tersebut bernama Tan Beng, dia dibesarkan dalam perumahan kaum pemburu, dibawah Yang jit gay.
Perjalanan yang mereka tempuh sekarang melalui sebuah jalan yang amat rahasia, namun tidak terlalu berbahaya.
Ketika matahari hamper tenggelam di langit barat, mereka sudah menempuh perjalanan tujuh delapan bagian diantaranya.
Mendadak Tan Beng berhenti, kemudian katanya:
"Oh cianpwe, apabila kita lanjutkan perjalanan ini, disaat malam nanti kita sudah akan sampai di tempat tujuan,"
"Aaah, masa begitu cepat?" seru Oh Hong cun.
"Apabila kita melanjutkan perjalanan setelah terang tanah besok, berapa lama yang kita butuhkan?" tiba-tiba Cu Siau hong bertanya.
"Akan lebih cepat lagi, hanya membutuhkan waktu selama satu jam"
"Oh tua," kata Cu Siau hong kemudian, "Menurut pendapatku, kalau toh jarak dari sini sampai di puncak Yang jit gay sudah tak jauh, lebih baik kita beristirahat dulu, setelah terang tanah besok, kita baru melanjutkan kembali menuju ke bukit Yang jit gay."
"Mengapa demikian Cu lote?"
"Masih berapa lama jarak antara hari ini dengan saat munculnya pena wasiat?"
Oh Hong cun menghitung sebentar, kemudian sahutnya:
"Masih enam hari!"
"Kita harus menggunakan waktu selama dua hari untuk melakukan persiapan di bukit Yang jit gay tersebut."
"Mempersiapkan apa?"
"Aku sendiri pun tak dapat mengatakannya, Cuma persiapan itu harus dilakukan tanpa meninggalkan bekas agar orang lain sama sekali tidak mengetahuinya."
Tiba-tiba Oh Hong cun tertawa:
"Lote, apakah kau menaruh perasaan curiga terhadap pena wasiat tersebut?" tanyanya.
"Oh tua, asal kita mau memutar otak sebentar, tidak sulit untuk meraih sedikit hasil yang menguntungkan."
Mendadak Tan Beng menyela dari samping:
"Apabila bukit Yang jit gay didatangi begini banyak orang sekaligus, tak mungkin kita bisa mengelabuhi orang lain."
"Maksud saudara Tan?" tanya Cu Siau hong.
"Kurang lebih tiga empat li dari bukit Yang jit gay terdapat sebuah lembah yang amat rahasia letaknya didalam lembah tersebut hanya berdiam tujuh delapan keluarga pemburu, seringkali mereka menyimpan rangsum untuk jatah satu tahun, meskipun jumlah kita tak sedikit, namun untuk berdiam sepuluh sampai setengah bulan saja, hal ini masih lebih dari cukup."
"Apabila saudara Tan bersedia membantu, hal ini lebih baik lagi" sela Cu Siau hong sambil tersenyum.
Oh Hong cun segera berkerut kening, tanyanya kemudian:
"Cu lote, sebenarnya apa yang hendak kau lakukan?"
Secara ringkas Cu Siau hong membeberkan rencana sendiri.
Selesai mendengarkan rencana tersebut, Oh Hong cun segera manggut-manggut seraya berkata:
"Bagus! Bagus sekali, kita memang sudah seharusnya mempersiapkan segala sesuatunya secara baik-baik"
"Benar! Bukan saja harus dipersiapkan secara baik-baik, lagipula harus menutup rahasia rapat-rapat, jangan sampai hal ini tersiar keluar..."
"Oh tua berkedudukan tinggi dan bernama besar, dalam menghadapi persoalan ini lebih baik Oh tua saja yang menyampaikan kepada mereka."
"baik, tentang kerahasiaan jejak serta maslah tetek bengek lainnya biar aku yang tanggung jawab, baik- baiklah kau melaksanakan rencanamu itu."
Cu Siau hong manggut-manggut.
"Aku turut perintah!"
.............0000...............
Yang dimaksudkan sebagai tebing Yang jit gay adalah sebuah puncak bukit yang tinggi dengan dinding batu yang datar tapi meruncing keatas, sudutnya tak terlalu besar tapi cukup luas dan lebar sehingga terbentuk sebuah dataran dasar yang berlapiskan batu.
Tiga hari sebelum saat munculnya pena wasiat di puncak tersebut, suasana disekitar sana masih tetap hening, sepi dan tak tampak sesosok bayangan manusia pun.
Pada saat itulah, tiba-tiba muncul seorang penebang kayu yang memikul kayu bakar pelan-pelan berjalan mendekat.
Dia meletakkan tumpukan kayu bakar itu dibawah dinding tebing, kemudian bangkit dan menghembuskan napas panjang, daimbilnya secarik kain handuk untuk menyeka air keringat di wajahnya.
Orang ini tak lain adalah hasil penyaruan dari Cu Siau hong. Setelah memandang sekejap sekeliling tebing Yang jit gay tersebut, mendadak hatinya merasa bergetar keras.
Sepintas lalu, tempat tersebut kelihatan datar dan rata, namun dalam kenyataan keadaan medannya berbahaya sekali.
Seandainya kedua mulut selat sempit menuju ke tebing itu disumbat orang, maka Yang jit gay akan berubah menjadi suatu tempat yang terisolir.
Diam-diam Cu Siau hong berpikir:
"Heran, mengapa Pena wasiat memilih tempat semacam ini sebagai tempat pemunculannya didalam dunia persilatan? Entah apa maksud tujuan yang sebenarnya?"
"Benarkah dia adalah Pena wasiat yang asli?"
"Atau selama ini Pena wasiat selalu mengendalikan setiap perubahan yang terjadi dalam dunia persilatan?"
Terhadap persoalan ini, dia menaruh kecurigaan yang besar dan banyak.
Dan kini, semua kecurigaan tersebut bermunculan satu persatu dan memenuhi di dalamj benaknya.
Apalagi setelah menyaksikan keadaan dari bukit Yang jit gay tersebut, kesemuanya itu menambah kecurigaan di dalam hatinya.
Mendadak tampak sesosok bayangan manusia berjalan mendekat dari kejauhan sana.
Padahal Cu Siau hong sudah mengetahui jejaknya semenjak tadi, cuma dia berlagak seakan-akan tidak melihatnya.
Ia mendengar pula suara langkah kaki manusia itu dengan cepatnya sudah tiba disamping tubuhnya.
Terdengar orang itu mendehem, kemudian tegurnya:
"Di tempat ini tiada pepohonan yang bisa ditebang untuk kayu bakar, wahai penebang kayu, mengapa kau datang kemari?"
Perkataannnya lemah lembut dan penuh dengan kehalusan kata, sudah jelas berasal dari seorang yang terpelajar.
Pelan-pelan Cu Siau hong membalikkan badannya dan memandang sekejap kea rah pendatang tersebut, ternyata dia adalah seorang sastrawan berbaju biru yang membawa kipas.
Sambil mengulapkan tangannya pelan-pelan Cu Siau hong menyahut:
"Aaah, seorang penebang kayu tidak mengerti soal tulisan, aku hanya menggemari pemandangan alam di sini"
Sastrawan berbaju bitu itu segera tertawa hambar.
"Dari pelajar menjadi tukang penebang kayu, apakah kedatanganmu mempunyai maksud tertentu?" kembali dia menegur.
Bahkan begitu berbicara, dia telah membongkar identitas Cu Siau hong yang sebenarnya.
Buru-buru Cu Siau hong menjura:
"Saudara adalah....."
"Aku mah Bun Cu ciau!"
"Oooh, rupanya saudara Bun!"
"Hmm, kau pun berani menyebut saudara kepadaku?" tukas Bun Cu ciau ketus.
"Apakah aku belum cukup pantas untuk berbuat demikian?"
"Betul, kecuali kalau kaupun menyebutkan nama aslimu yang sebenarnya dan aku merasa cukup pantas bagi kita untuk berbicara dari tingkatan yang sama"
"Seandainya aku benar-benar hanya seorang penebang kayu dari desa?"
"Bagaimanapun kau pasti mempunyai nama bukan?"
"Namamu sendiri?"
"Aku she Bun bernama Cu ciau..dibalik nama tersebut terdapat rahasia besar.."
"Sayang aku bodoh, tak bisa kupahami rahasia besar apakah yang bisa terkandung dalam nama seseorang?"
Bun Cu ciau tertawa dingin:
"Heeehh...heeeehhh...heeehhh..Cu ciau,,,Cu ciau, ayo bicara! Siapakah kau sebenarnya?"
Cu Siau hong tertawa.
"Kalau didengar dari nada pembicaraanmu, tampaknya namamu Bun Cu ciau pun hanya nama palsu?"
"Kau tak usah berbicara sembarangan kepadaku!"
Mendadak dia melompat dan tahu-tahu sudah berada dihadapan muka Cu Siau hong.
Dengan cepat Cu Siau hong menghembuskan napas panjang, katanya dengan cepat:
"Sobat, sebenarnya apa maksudmu?"
"Aku menginginkan kau berbicara jujur!"
"Aku berbicara dengan sejujurnya!"
"Sayang aku tidak percaya."
"Bila kau tak percaya, yaa...apa boleh buat lagi?"
"Aku mempunyai cara untuk mengatasi hal ini" seru Bun Cu ciau dengan tiba-tiba.
"Kalau begitu harap kau sudi member petunjuk kepadaku"
"Cara yang terbaik adalah membunuh kau entah perduli siapa pun dirimu itu, bila kau sudah mampus maka urusan pun akan menjadi beres dengan sendirinya"
"Kau akan membunuh orang?"
"Yaa, kecuali membunuh kau, aku pikir tiada cara lain yang lebih baik lagi untuk menyelesaikan persoalan ini"
"Sobat ada pepatah kata kuno yang berkata begini: Membunuh orang seribu, dirinya akan rugi delapan ratus. Kau ingin membunuhku maka aku pun ingin bertanya, pertama mengapa? Kedua, aku tak akan menyerahkan nyawaku dengan begitu saja, aku pasti akan melancarkan serangan balasan."
"Coba kau bayangkan, seandainya kau tak berhasil membinasakan diriku, sebaliknya kau malah mati ditanganku, bukankah hal ini sama artinya dengan gagal mencuri seekor ayam, rugi segenggam beras!"
Bun Cu ciau tertawa dingin.
"Heeehhh...heeeh...heehhh...heeeh.. sebenarnya aku hanya ingin memotong sebuah lenganmu dan sebuah kakimu saja, tapi sekarang, kau sudah ditakdirkan untuk mampus!"
"Kalau sebuah lengan dan sebuah kaki sampai kena dipotong, waah..lebih baik mati saja daripada hidup menderita..."
Kemudian dengan wajah dingin membesi, dia berkata lebih jauh:
"Cuma, kau harus berpikir secara baik-baik, mampukah bagimu untuk membunuhku?"
"Aku sudah membunuh seratus empat belas orang, bila ditambah dengan kau seorang, berarti jumlahnya akan mencapai seratus lima belas orang persis."
Cu Siau hong tertawa.
"Kalau memang begitu, silahkan saja saudara untuk turun tangan..."
"Kau benar-benar menarik sekali, seakan-akan rela untuk menerima kematian saja."
"Sebenarnya aku tak ingin mati, bayangkan saja semut pun masih ingin hidup, apa lagi manusia?"
"Tapi keberanianmu untuk mencari mati benar-benar hebat sekali!"
"Kau keliru, bukan keberanian yang membuatku begini, sesungguhnya aku merasa bahwa kau tak akan berhasil untuk membinasakan diriku."
"Aaaah, masa begitu?"
Mendadak tangan kanannya menyambar kedepan dan melancarkan sebuah totokan kilat.
Dengan perlahan Cu Siau hong mengigos ke samping untuk meloloskan diri dari serangan tersebut, kemudian sambil membalikkan tangannya dia balas melepaskan sebuah pukulan menghantam Bun Cu ciau.
Dengan cepat Bun Cu ciau memutar telapak tangan kirinya dan menyongsong datangnya serangan lawan, serunya kemudian:
"Aku lihat, gerakan tubuhmu lumayan juga"
"Blaaam...!" sepasang telapak tangan segera saling beradu dengan amat kerasnya.
Tenaga dalam yang dimiliki kedua orang ini sesungguhnya berimbang oleh sebab itu tubuh mereka berdua sama-sama berguncang keras.
"Sungkan..sungkan, kau tidak nampak lemah ..." seru Cu Siau hong.
Begitulah, sementara pembicaraan diantara mereka berdua masih berlangsung, kedua belah pihak telah saling bertarung sebanyak belasan jurus lebih.
Sekalipun pertarungan diantara mereka dilangsungkan dengan tangan kosong belaka, namun berhubung jarak diantara mereka berdua sangat dekat hanya didalam gerakan yang sederhana pun bisa mencapai bagian penting di tubuh lawan, oleh sebab itu semua tangkisan yang dilakukan untuk menghadapi serangan pukulan maupun jari tangan lawan dilakukan dengan perubahan yang aneh.
Ketika pertarungan berlangsung sampai jurus ketujuh belas tanpa terasa Bun Cu ciau kena didesak sehingga mundur selangkah.
Sambil tersenyum Cu Siau hong segera berseru:
"Terima kasih saudara Bun!"
Walaupun ucapan tersebut diutarakan dengan nada yang santai, padahal dalam hati kecilnya merasa amat terkejut, pikirnya cepat:
"Kelihayan ilmu orang ini serta kecepatan dari gerakan tangannya benar-benar tidak berada dibawah kemampuan seorang jago kelas satu.."
Dalam pada itu, paras muka Bun Cu ciau telah berubah hebat, tegurnya dengan cepat:
"Sebenarnya, siapakah kau?"
"Tak usah kau gubris siapakah aku, tapi yang penting kau telah membuktikan akan satu hal"
"Soal apa?"
"Kau tidak mampu membunuhku!"
"Yaa, kepandaianku memang masih kalah setingkat daripada kepandaianmu, selamat tinggal!"
"Berhenti!" bentak Cu Siau hong sambil tertawa dingin.
Waktu itu Bun Cu ciau sudah membalikkan badan dan maju beberapa langkah ke depan, mendengar perkataan tersebut dia segera berhenti sembari menegur:
"Mau apa kau?"
"Apakah kau hendak pergi dengan begitu saja?"
"Jadi kau hendak menahanku?"
"Paling tidak, kau harus memberikan sedikit pertanggungan jawab kepadaku"
Paras muka Bun Cu ciau berubah hebat, serunya dengan cepat:
"Apa yang kau ingin tahu?"
"Perkataan, beberapa patah kata, yaitu menjawab beberapa buah pertanyaan yang kuajukan?"
"Pertanyaanmu sudah pasti merupakan pertanyaan yang sukar untuk dijawab?"
"Dicoba saja, pertama apakah tingkatanmu?"
"Tingkatan?"
"Diantara kalian seharusnya terdapat perbedaan tingkatan bukan?"
"Setiap manusia tentu terdapat tingkatan, cuma aku masih belum begitu memahami akan maksud perkataanmu itu?"
"Baik! Mari kita berbicara secara blak-blakan, kau kenal dengan Yu Sam khi?"
"Yu Sam khi tidak kenal"
"Dengan Si Ih nio?"
"Pernah kudengar tentang orang ini, cuma aku tidak kenal."
"Apa maksud dan tujuanmu datang kemari?"
"Untuk melakukan pemeriksaan"
Tergerak hati Cu Siau hong setelah mendengar perkataan itu, segera tanyanya:
"Untuk memeriksa apa?"
"Untuk melihat berapa banyakkah manusia yang berkemampuan seperti kau di tempat ini"
"Jadi kau datang untuk melakukan pemeriksaan terhadap tebing Yang jit gay ini?"
"Benar!"
"Apa yang telah kau temukan?"
"Kehadiranmu!"
"Apa sangkut pautnya dengan pena wasiat?"
"Pena wasiat adalah tokoh yang paling dihormati dan disanjung oleh umat persilatan di dunia ini, aku tak berani untuk mengikat tali hubungan dengan masalah tersebut"
"Jadi kau sama sekali tiada sangkut pautnya dengan pena wasiat?"
"Yaa, sama sekali tak ada sangkut pautnya."
"Baik!" kata Cu Siau hong kemudian." Tinggalkan dahulu tangan kananmu sebelum pergi!"
Paras muka Bun Cu ciau berubah hebat, serunya dengan cepat:
"Tidakkah kau merasa bahwa tindakanmu ini kelewatan batas?"
"Kalau begitu bertarunglah seratus gebrakan lagi denganku, andaikata kau bisa mengungguli diriku, silahkan saja berlalu dari sini, seandainya kalah maka kau harus meninggalkan sebuah lengan kananmu disini..!"
"Tadi apakah pertarungan kita belum dapat menentukan menang kalahnya secara pasti?"
"Aku selalu mempunyai kepercayaan besar terhadap kepandaian silat yang kumiliki, saudara Bun, bila pertarungan seratus jurus ini dilangsungkan maka kerugian yang kau derita akan jauh lebih parah daripada hanya meninggalkan sebuah lenganmu saja."
"Paling tidak, aku toh bisa bertarung secara leluasa."
"Kalau toh saudara Bun ingin bertarung, silahkan saja untuk turun tangan"
Bun Cu ciau menghembuskan napas panjang:
"Huuuh, sungguh tak disangka aku bakal menjumpai seorang musuh tangguh seperti kau di tempat ini."
Kipasnya diayunkan ke depan dan melancarkan sebuah bacokan secepat kilat.
Cu Siau hong menarik napas panjang-panjang lalu mundur dua langkah kebelakang serunya:
"Oooh, kau hendak menggunakan senjata?"
Sambil membalikkan tangannya, ia segera melepaskan sebuah pukulan dahsyat ke muka.
Bun Cu ciau menarik kembali kipasnya dan secepat petir membabat keluar, kali ini dia membabat urat nadi Cu Siau hong.
Menghadapi musuh tangguh seperti Bun Cu ciau, Cu Siau hong tak berani bertindak secara gegabah, dia menghimpun segenap pikiran dan kekuatannya untuk mencari akal dengan kepandaian silat apakah dapat mengalahkan orang ini dalam sekali gebrakan saja.
Oleh sebab itu, begitu turun tangan, Cu Siau hong segera mengeluarkan ilmu pukulannya yang paling aneh dan dahsyat.
Walaupun ilmu pukulan dan ilmu pedang dari Bu khek bun termasuk lumayan, sesungguhnya bukan termasuk kepandaian sakti dari dunia persilatan, apabila digunakan untuk menghadapi manusia seperti Bun Cu ciau ini, sudah barang tentu tak akan pernah berhasil untuk memperoleh kemenangan.
Lo liok si penjaga kuda telah menghadiahkan sebuah kitab Bu beng kiam boh kepadanya, di dalam kitab tersebut selain tercantum jurus-jurus pedang yang sakti dan hebat, tersisip pula berbagai ilmu pukulan, ilmu telapak tangan dan ilmu jari tangan yang lihay.
Ui pangcu dari Kay pang juga pernah mewariskan empat buah jurus serangan aneh kepadanya.
Disamping itu, si Dewa pincang Ui thong, si manusia pintar yang berilmu tinggi dan tak pernah mau berjalan lurus itu, pernah mewariskan pula banyak ko koat (teori) tentang berbagai macam ilmu silat yang rata-rata amayt lihay.
Kepandaian tersebut semuanya merupakan intisari dari ilmu pukulan maupun ilmu pedang, daya kekuatannya luasr biasa sekali, namun jurus serangannya berdiri sendiri dan tidak saling berkaitan antara yang satu dengan lainnya.
Untuk menghadapi situasi dan kondisi yang gawat, maka diapun harus memilih sendiri jurus serangan manakah yang paling cocok untuk digunakan menghadapi keadaan tersebut.
Untung saja Cu Siau hong telah menguasai penuh seluruh jurus silat yang tidak saling berkaitan itu serta berlatihnya dengan hapal dan matang.
Begitulah, dalam pertarungan mana dia pun telah mempraktekkan kehebatan dari jurus-jurus serangan tersebut, seperti misalnya telapak tangan kirinya menyerang dengan jurus Thian gwa lay im (awan tiba dari luar langit) maka telapak tangan kanannya justru melepaskan pukulan dengan jurus Kan kun it cho (satu lembaran alam jagad), antara jurus yang satu dengan gerakan yang lain sesungguhnya sama sekali tiada ikatan mau pun kaitan apapun.
Selama hidup belum pernah Bun Cu ciau menjumpai jago lihay seperti ini, diapun belum pernah menyaksikan ilmu silat yang begitu aneh tapi dahsyat tersebut.
Setelah dia menerima tiga jurus serangan pertama secara bersusah payah, maka jurus yang keempat tak bisa disambut lagi olehnya secara sempurna, bahu kanannya segera terkena hantaman dari Cu Siau hong itu keras-keras.
Didalam serangannya itu, Cu Siau hong hanya mempergunakan tenaganya sebesar lima bagian saja, namun lengan kanan Bun Cu ciau segera terlepas dari sendinya dan terkulai lemas ke bawah.
Menghadapi kenyataan tersebut, Bun Cu ciau menjadi tertegun, tangannya mengendor dan kipasnya terlepas jatuh ketanah.
Beberapa saat kemudian dia baru sangggup bertanya:
"Saudara, ilmu pukulan apakah yang kau gunakan itu?"
"Kenapa? Apakah kau baru mau mengaku kalah setelah kusebutkan nama dari ilmu pukulanku ini?" jengek Cu Siau hong.
Bun Cu ciau tertawa getir.
"Aku sudah pernah bertarung dengan seorang jago lihay di kolong langit dewasa ini, waktu itu aku baru menderita kekalahannya setelah menyambut enam puluh tiga jurus serangannya"
"Siapakah orang itu?"
"Pek bi taysu dari Siau lim si!"
Cu Siau hong segera tertawa.
"Terlepas dari urusan yang menyangkut orang lain, sekarang kau bermaksud untuk meninggalkan apa?"
"Meninggalkan nyawa!"
Cu Siau hong berseru tertahan:
"Ooooh, aku toh tidak menghendaki selembar nyawamu?"
"Tak usah kau yang minta, aku akan meninggalkannya sendiri untukmu..."
"Mati adalah suatu kejadian besar, mengapa si saudar Bun ingin sekali mati?"
"Aku dibikin keok ditanganmu dalam empat gebrakan saja, lantas apa artinya lagi aku hidup terus di dunia ini..." gumam Bu Cu ciau sedih.
Kemudian setelah menghembuskan napas panjang, katanya lebih jauh:
"Cuma ilmu pukulan itu ibarat air bah yang datang dari langit, pada hakekatnya sama sekali tiada jejak yang berbekas, terus terang saja akku merasa dikalahkan secara membingungkan, aku merasa kebingungan dan tidak habis mengerti, walaupun di hati kecilku merasa tidak puas namun bagaimanapun jua buktinya aku sudah kalah, setelah kalah tentu saja aku harus membayarnya dengan nyawa"
Cu Siau hong segera manggut-manggut.
"Ehmmmm, seandainya aku tidak mengharapkan kematian sari saudara Bun?" tanyanya.
"Bila kau memotong sebuah lenganku sehingga membuatku cacat seumur hidup toh lebih baik mati saja, agar semua urusan menjadi beres"
"Kalau didengar dari nada pembicaraanmu, tampaknya kaupun seorang yang amat berperasaan, aaai..aku sendiripun tak tahu bagaimana harus menjatuhi hukuman kepadamu?"
"Kini aku sudah kalah terserah kau..."
Mendadak Cu Siau hong tertegun lalu jari tangannya diayunkan dan menotok sebuah jalan darah Bun Cu ciau.
Kemudian sambil mengempit tubuhnya dia lari ke belakang sebuah batu cadas dan membaringkannya ke tanah.
Saat itu meski tubuh Bun Cu ciau sukar digerakkan namun mulutnya masih dapat berbicara sambil menengok kea rah Cu Siau hong tegurnya kemudian:
"Mau apa kau?"
"Ingin mengajakmu untuk berbincang-bincang secara baik-baik"
"Oooh, apa yang ingin kau bicarakan?"
"Aku ingin mengetahui keadaan yang sebenarnya mau apa kau datang kemari. Apa yang sedang kau cari? Dan kau mendapat perintah dari siapa?"
Bun Cu ciau tidak segera menjawab, dia termenung beberapa saat lamanya kemudian menegur:
"Sebenarnya siapakah kau?"
"Cu Siau hong, pernah mendengar?"
"Pernah, apakah kalian semua sudah sampai disini?"
Tampaknya kau sangat memahami sekali tentang jejak kami semua?" seru Cu Siau hong.
"Mengapa kalian bisa datang dua hari lebih awal?"
"Ada jalan kecil yang lebih dekat, kami pun memotong jalan dengan melalui jalan kecil tersebut."
"Aku telah mendapat perintah yang mengatakan kalau kau adalah seorang yang sukar dihadapi, sungguh tak dinyana hari ini aku telah berjumpa muka denganmu."
"Sungguh terima kasih banyak atas kesudianmu memandang tinggi dari kami..."
"Memandang tinggi dirimu bukan suatu kejadian yang baik, sebab sudah ada pembunuh-pembunuh maut yang dikirim untuk menghadapimu, aaaii..hitungan manusia tak dapat menangkan hitungan langit, sungguh tak disangka kau berhasil menemukan jalan lain yang sama sekali tak berhasil kami temukan."
"Pembunuh adalah pembunuh, mengapa mereka disebut pembunuh maut?" tiba-tiba Cu Siau hong tertawa.
"Pembunuh maut berarti sekalipun harus mengorbankan diri, mereka sudah siap menghadapi maut dengan mengajakmu mati bersama-sama"
Tergerak hati Cu Siau hong setelah mendengar perkataan tersebut, segera pikirnya:
"Yang dimaksudkan sebagai pembunuh maut tersebut sudah pasti mempunyai kelainan kalau dibandingkan dengan membunuh pada umumnya, aku harus berusaha untuk mengorek rahasia mereka itu.."
Berpikir demikian, dia lantas berkata:
"Saudara Bun, aku percaya dengan kepandaian silat yang kumiliki ini masih mampu untuk mempertahankan diri!"
"Tidak mungkin bisa, pembunuh-pembunuh maut tersebut memiliki daya kemampuan untuk memusnahkan sesuatu, kekuatan mereka tak mungkin bisa dilawan dengan kekuatan manusia biasa"
"Sebenarnya kemampuan apa sih yang mereka miliki sehingga nampaknya begitu menakutkan?"
"Soal ini, maaf kalau aku tak bisa menjawab!"
"Baik, tak usah kita bicarakan tentang soal ini, mari kita berganti dengan masalah lain, sebenarnya antara kau dengan Yu Sam khi, apakah berasal dari suatu organisasi yang sama?"
Bun Cu ciau termenung beberapa saat lamanya, kemudian sahutnya:
"Tentang soal ini, akupun tak dapat memberikan jawabannya"
"Apa yang kutanyakan kepadamu ternyata tak sebuahpun yang bisa kau jawab, kalau begitu, bagaimana kalau kita mencari masalah yang lain lagi untuk dibicarakan?"
"Aku tak bisa menemukan persoalan apakah yang dapat kita bicarakan secara baik-baik, cuma kau boleh membunuhku.."
"Membunuhmu..?"
"Benar! Asal mengayunkan tanganmu maka aku akan segera menemui ajalnya"
Cu Siau hong tertawa, tiba-tiba dia malah menepuk bebas jalan darah Bun Cu ciau yang tertotok, kemudian berkata:
"Sekarang kau boleh pergi dari sini!"
Bun Cu ciau mencoba untuk menggerakkan sepasang lengannya, benar juga, jalan darahnya yang semula tertotok, kini sudah bebas kembali.
Dengan kening berkerut dia lantas berseru:
"Cu Siau hong, kau telah menotok jalan darahku dan membawaku kemari, sekarang tiba-tiba kau lepaskan lagi diriku, sebenarnya apa maksud tujuanmu?"
"Kalau kudengar dari nada pembicaraanmu, tampaknya kau adalah seseorang yang berperasaan, oleh sebab itu aku tak ingin mencelakai dirimu, aku menotok jalan darahmu dan membawanya kemari karena aku harap bisa melindungi keselamatan jiwamu, aku percaya dibelakangmu pasti ada orang yang secara diam-diam mengawasimu.."
Bun Cu ciau menjadi tertegun.
"Kau...."
"Sebenarnya aku ingin mengorek sedikit rahasia dari mulutmu" tukas Cu Siau hong lagi, "Sayang kau enggan berbicara, sedangkan aku pun tak ingin membunuhmu, itulah sebabnya terpaksa aku harus melepaskanmu pergi dari sini"
"Dengan melepaskan diriku, apakah kau tidak takut kalau kubocorkan rahasiamu itu?"
"Takut.."
"lantas mengapa kau tidak melakukan pembunuhan untuk menghilangkan saksi?"
"Sebab disinilah perbedaannya antara golongan sesat dengan golongan lurus!"
Sesudah menguruti jalan darah Bun Cu ciau, dia berkata lagi:
"Sekarang kau boleh pergi dari sini"
Bun Cu ciau menggerakkan sepasang tangannya secara pelan-pelan, kemudian berkata:
"Budi kebaikanmu tidak membunuhku hari ini, pasti akan kubayar disuatu saat!"
Memandang tumpukan kayu bakar yang berada diatas batu gunung, katanya lagi:
"Apakah kau hendak tetap tinggal disini?"
"Benar!"
"Sebelum pena wasiat munculkan diri di tempat ini penuh diliputi oleh ancaman bahaya maut"
"Setelah pena wasiat munculkan diri?"
"Paling tidak di tempat ini akan berkumpul banyak orang, itu berarti ancaman bahaya disini akan semakin berkurang"
"Terus terang kuberitahukan kepada saudara Bun, tujuanku yang sebenarnya dengan tetap tinggal disini adalah ingin mengetahui bagaimana cara pena wasiat tersebut munculkan diri!"
Bun Cu ciau termenung sejenak, kemudian katanya:
"Kalau begitu, kau harus berusaha untuk menyingkirkan kayu bakar tersebut.."
"Terima kasih atas petunjukmu"
"Aku tak akan membocorkan rahasiamu, Cuma kau tetap akan ditemukan oleh mereka"
"Maksud saudara Bun, sebelum Pena wasiat munculkan diri, diatas bukit ini bakal dilakukan penggeledahan secara besar-besaran lagi?"
(bersambungke Jilid 53)
"Yaa, penggeledahan tersebut bukan hanya sekali, melainkan berkali-kali, kesempatanmu untuk melarikan diri sesungguhnya tidak terlalu besar"
"Saudara Bun, dapatkah kau menjawab sebuah pertanyaanku ini sejujurnya?"
"Tanyalah! Asal pertanyaanmu itu dapat kujawab, pasti akan kuusahakan agar kau tak sampai kecewa"
"Apakah kalian ada hubungannya dengan Pena wasiat"
Bun Cu ciau termenung sejenak, lalu menggelengkan kepalanya berulang kali:
"Menurut apa yang kuketahui, sama sekali tak ada sangkut pautnya.."
"Baiklah, sekarang kau boleh pergi"
"Apabila kau ingin menyaksikan sesuatu, pada bukit disebelah utara sana terdapat pepohonan dengan daun yang rindang, tempat tersebut bagus untuk menyembunyikan diri, mengapa kau harus bersembunyi dalam lembah bukit ini?"
"Saudara Bun mengapa pula kau kemari? Walaupun diatas ouncak itu terdapat tempat untuk menyembunyikan diri, saying jaraknya dari sini terlampau jauh"
"Meski lebih jauh tapi lebih aman"
"Saudara Bun, asal kau tidak membocorkan jejak Siau hong sudah merasa berterima kasih sekali, soal kami dapat kami atasi dengan sendirinya.."
Bun Cu ciau menghela napas panjang tanpa berbicara lagi dia segera berlalu dari situ.
Dengan cepat Cu Siau hong telah tiba disisi batu besar itu, setelah membereskan tumpukan kayu bakar itu berangkatlah dia meninggalkan tempat itu.
Ia merasa perjalanannya kali ini tidak sia-sia sebab dari hasil pembicaraannya dengan Bun Cu ciau ia berhasil mendapatkan banyak rahasia besar.
Sebab pemunculan Pena wasiat, disitu akan muncul banyak orang yang akan melakukan penggeledahan, siapa pun tak akan diperkenankan tinggal disitu, siapa pun tak diijinkan untuk menyaksikan pemunculan Pena wasiat.
....00000....  

Pena Wasiat (Juen Jui Pi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang