Pena 35

3.8K 44 0
                                    

Anggota Kay pang yang hadir ditempat itu memang tak sedikit jumlahnya, begitu perintah diturunkan berpuluh-puluh batang panah berapi segera dibidikkan ke dalam kebun raya Ban Hoa wan.
Tak selang berapa saat kemudian, tampak Keng ji kongcu tergopoh-gopoh munculkan diri dengah wajah penuh kegusaran teriaknya:

"Cu Siau hong, apa-apaan kau ini?"
Cu Siau hong segera tersenyum.
"Masa maksudnya masih belum kau pahami?" ucapnya, ''kami tak ingin memasuki kebun raya Ban hoa wan"
"Kenapa?"
''Sebab kami tak ingin tertipu dan masuk perangkap" sahut Cu Siau hong sambil tertawa.
''Kita toh sudah berjanji akan melangsung-kan pertarungan didalam kebun raya Ban hoa wan, kenapa secara tiba-tiba kau berubah ingatan?"
"Betul aku berkata demikian, tapi setelah kupikirkan kembali, terasa olehku kalau cara ini berbahaya sekali.. seandainya didalam kebun raya Ban hoa wan kau telah menyiapkan jebakan untuk mencelakai kami, bukankah kami akan terperangkap mentah--mentah?..
"Hmm, dengan pikiran seorang siaujin menilai kebesaran jiwa seorang Kuncu"

"Perkataan semacam inipun dapat kau ucapkan, hal ini benar-benar membuat aku merasa kagum sekali'
"Apa maksudmu berkata demikian?"
"Pada saat ini kita berdiri sebagai musuh yang saling berhadapan, kemungkinan besar kalian telah menyiapkan banyak jebakan dalam kebun raya Ban hoa wan, padahal kami berharap dapat menyelesaikan persoalan ini secara adil"
"Penyelesaian secara adil? Sekalipun demikian, hal ini juga tak boleh dilangsungkan diluar kebun raya Ban hoa wan" ucap Keng ji kongcu kemudian cepat.
"Kenapa tak boleh bertarung diluar kebun raya Ban hoa wan?"
"Bagaimanapun juga kita tak boleh meng-ganggu orang jalan"
Cu Siau hong segera tertawa.
"Dalam pertarungan ini, kita masing-masing akan mengandalkan kepandaian yang dimilikinya untuk berusaha membunuh pihak lawan, nyawa saja sudah tidak dimaui, mengapa mesti takut terhadap orang jalan''
"Kalau begitu, kalian tak berani memasuki kebun raya Ban hoa wan?" ucap Keng-ji kongcu kemudian dingin.
"Sekarang kita bertarung dengan mengandalkan kepandaian masing-masing untuk menentukan mati hidup kita, dalam hal ini tak bisa dibicarakan soal berani memasuki kebun raya Ban hoa wan atau tidak, kami tak ingin memasuki kebun raya Ban hoa wan tak lain karena kami ingin mencari suatu keadilan belaka"
"Cu Siau hong, kalau lagi bercekcok, perkataan apapun dapat digunakan, lebih baik kita tak usah membicarakan persoalan terse-but lagi."
"Saudara Keng, aku lihat bagaimana ka-lau kita berdua menentukan dahulu mati hidup kita sendiri?"
"Kau ingin bertarung lebih dulu melawan aku?"
Cu Siau hong mengangguk.
"Benar! Kita berdua memang lebih baik menentukan dahulu siapa yang lebih berhak untuk hidup"
'Cu Siau hong, agaknya dalam hatimu sudah mempunyai suatu keyakinan dapat menangkan aku bukan begitu?'
''Aaaah, siapa bilang? Aku hanya merasa diantara kita berdua agaknya sudah mencapPai suatu keadaan yang harus diselesaikan dengan suatu pertarungan......"
"Baiklah, kalau begitu mari kita langsungkan pertarungan ini di kebun raya Ban hoa wan"
"Baik, cuma sebelum pertarungan dilangsungkan, terlebih dahulu ada beberapa patah kata yang hendak ku beritahukan dulu kepada mu"
"Aku siap mendengarkan ucapanmu itu'
'Dalam waktu singkat kami akan melepas api dari belakang bukit, sebelah kiri mau-pun kanan, jika mereka tak mau munculkan diri sekarang maka jangan harap mereka bisa keluar lagi dari tempat itu dalam kea-daan selamat'
Paras muka Keng ji kongcu segera beru-bah hebat.
"Apa? Kalian akan melepaskan api dari belakang bukit sana?" teriaknya tertahan. .
Sebelum melakukan perkerjaan tersebut aku bermaksud untuk memberitahukan lebih dahulu kepada kalian, kami tak ingin kehilangan sikap terbuka yang kami miliki'!
Keng ji kongcu segera tertawa hambar.
'Cuma saudara Cu juga tak usah meng-harapkan yang terlalu besar" katanya cepat, sekalipun kau lepaskan api untuk membakar tempat itu, belum tentu apimu itu dapat membakar habis kami semua."
"Lihat saja nanti, pokoknya sampai saat ini menang kalah, kita tahu belum ditentukan.
Keng Ji kongcu segera menggerakkan tangan kanannya untuk meraba gagang pedang yang tersoren dipinggangnya, kemudian u-jarnya dengan dingin:
"Cu Siau hong, cabut pedangmu!.
Tergerak hati Cu Siau hong, segera pikir-nya.
"Aku telah memberitahukan soal melepaskan api kepadanya, namun ia sama sekali tidak nampak gelisah atau cemas. Masa mereka benar-benar mempunyai cara yang terbaik untuk menghindarkan diri dari bencana api tersebut?"
Sementara dia masih memikirkan persoalan itu, mendadak terasa cahaya tajam berkelebat lewat, sebuah bacokan kilat telah me-nyambar kearah batok kepalanya.
Cu Siau hong segera menggerakkan pe-dang ditangan kanannya untuk menyambut datangnya ancaman tersebut.
"Criing!" benturan nyaring yang memekik-kan telinga bergema memecahkan keheningan, sepasang pedang itu saling membentur dan meninbulkan percikan bunga api.
Mendadak saja kedua bilah pedang itu patah menjadi dua, membuat senjata tersebut melesat kesamping:
Tapi kutungan pedang kedua orang itu masih melanjutkan gerakannya membabat ke tubuh lawannya.
Rupanya cara tersebut telah diperhitung-kan masak-masak oleh Keng ji kongcu.
Beberapa hari berselang, setelah mereka berdua melangsungkan suatu pertarungan yang seru, Keng Ji kongcu telah merasa bahwa dia tak akan bisa menangkan musuhnya dengan mengandalkan perubahan jurus serangan yang lihay, itulah sebabnya dia lantas merubah taktik pertarungan yang dipergunakannya.
Terlintas ingatan untuk menggunakan cara beradu jiwa ini untuk mengajak lawannya mati bersama.
Dikala sepasang pedang mereka saling membentur, dia lantas mengerahkan tenaga dalamnya yang kuat untuk mematahkan ke-dua bilah pedang itu sekaligus.
Keng Ji kongcu telah memperhitungkan pula kekuatan tenaga dalam yang dimiliki lawannya, berbicara soal tenaga dalam saja, Cu Siau hong tak akan lebih unggul daripa-da kemampuannya.
Bila sepasang pedang itu patah secara tiba-tiba, apalagi dalam keadaan tenaga da-lamnya tak bisa ditarik kembali, mustahil Cu Siau hong dapat merubah gerakan lagi untuk mematahkan ancaman yang datang.
Walaupun cara ini lihay dan keji, namum harus mempunyai suatu syarat, yakni orang yang menggunakan cara ini harus bersedia pula untuk mengorbankan nyawa sendiri.
Sebab arah yang dituju oleh kutungan pedang itu merupakan bagian-bagian memati-kan ditubuh lawan.
Andaikata tenaga dalam yang terpancar ke luar tak dapat ditarik kembali tepat pada waktunya, gerakan pedang tersebut pasti akan meluncur ke depan lebih jauh, dalam keadaan demikian kemungkinan musuhnya untuk terluka diujung pedang tersebut menjadi besar sekali.
Yaa, kalau dibicarakan kembali, sesungguhnya perhitungan ini merupakan suatu perhitungan yang cermat, Keng ji kongcu telah mempertaruhkan pula selembar jiwanya.

Pena Wasiat (Juen Jui Pi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang