"Ada apa Pak?"
Vian yang sejak tadi penasaran dan memperhatikan mereka akhirnya memilih mendekat.
"A-anu itu, mas Vian, si neng minta antar ke rumahnya tapi motor saya lagi di pake Pak Rosid. Kayanya penting banget gitu cuma gimana ya saya mau bantu juga bingung gimana." Pak Usman menjelaskan dengan raut muka serba salah dan merasa kasian pada Athala.
Tapi masalahnya kali ini sekarang adalah Athala dan jantungnya. Jika terus seperti ini rasanya jantung Athala bisa kelelahan dan tiba-tiba berhenti.
"Ke arah mana memangnya pak?" Kali ini Vian kembali bertanya dengan pandangan sekilas di tunjukannya pada Athala yang masih diam mematung tanpa menoleh sedikit pun pada dirinya.
"Kalo tidak salah di daerah perumahan ganesha ya kan neng?" Pak Usman melirik pada Athala meminta pembenaran pada si pemilik rumah. Tapi sepertinya Athala terlalu asik dengan pikirannya sendiri dan tidak menjawab pertanyaan Pak Usman yang di ajukan padanya.
"Kalo gitu searah sama saya, kebetulan saya juga ada perlu di rumah." Vian kembali mengalihkan pandangan pada Athala.
"Rumah lo di perumahan ganesha? Bareng aja sama gue gimana?"
Kali ini Athala tidak bisa untuk tidak menoleh. Ajakan Vian barusan benar-benar menganggu kerja jantungnya. Athala tidak bisa pulang bersama Vian, bukan tidak ingin tapi perasaannya membuatnya menjadi terlihat bego di depan cowok itu dan Athala tidak ingin terlihat seperti itu. Tapi disisi lain dia butuh, dia harus mengambil tugas Bahasa Indonesianya itu dan ini juga kesempatan Athala untuk membuka diri dan berkenalan dengan Vian. Bukankah di sisi lain diri Athala ingin hal itu?
Aahhhh... rasanya Athala benar-benar bingung sekarang. Siapapun tolong bantu dirinya.
"Gimana? Lo gak keberatan kan kalo gue yang antar?" Vian kembali bertanya karena perempuan di depannya itu masih saja diam.
"Neng Athala, diantar sama den Vian aja ya," kali ini suara Pak Usman ikut mengintrupsi.
Masih tidak ada jawaban, Vian sempat berpikir mungkin perempuan di depannya ini sedang melamun. Akhirnya dia menyentuh bahu Athala pelan, mencoba menyadarkannya. Namun betapa kagetnya Vian saat Athala malah berteriak mengucap istigfar setelahnya.
Demi Tuhan tindakan Vian itu benar-benar membuat Athala hampir terkena serangan jantung.
Vian menautkan alisnya, melihat Athala yang mengelus-elus dadanya dan terus melafalkan istigfar seakan baru saja bertemu makhluk halus.
Apa Vian begitu menyeramkan hingga membuatnya kaget seperti itu?
"Lo gapapa?"
Tidak bisa dipungkiri meski begitu Vian khawatir melihatnya, dia mengisyaratkan pada Pak Usman untuk mengambilkan segelas air bening untuk Athala.
Athala mencoba mengendalikan dirinya. Tidak mungkin dia terus bertingkah bodoh seperti ini.
"Ehmm, gpp," jawab Athala cepat dengan kepala mengeleng-geleng yang malah terlihat lucu di mata Vian.
Bahkan Vian sempat terkekeh melihatnya tanpa Athala sadari. "Jadi lo ikut sama gue kan?" Tanya Vian memastikan dan Athala mengangguk ragu.
Tugas Pak Retno lebih penting dari pada detak jantungnya jika di dekat Vian saat ini. Itu yang terus Athala rapalkan sepanjang perjalanan menuju rumahnya, terlebih saat Vian memintanya memakai helm yang tadi mereka pinjam dari Pak Usman dan saat Vian meminta Athala untuk berpegangan. Athala memilih mencengkram kaos olahraga Vian cukup erat saat mereka melaju.
Athala tahu Vian habis berkeringat karena punggung kaos olahraganya terlihat basah, tapi tanpa Athala sangka aroma parfume bayi menguar dan membuat Athala menikmatinya.
Satu hal yang baru Athala tahu tentang Vian dan semakin membuat Vian terlihat mengemaskan di mata Athala.
Cukup lama mereka terdiam, Vian fokus dengan jalanan di depannya dan Athala terhanyut dalam aroma menenangkan Vian. Sampai kemudian Vian membuka obrolan diatara keduanya. "Oh iya nama lo siapa?"
Dibalik helmnya Vian sedikit menoleh ke belakang menyuarakan pertanyaannya yang kemudian di jawab Athala dengan wajah sedikit mendekat ke arah telinga Vian. "Athala." Suara riuh jalan raya memang membuat mereka harus sedikit mengencangkan volume suaranya.
"Gue Vian," balas Vian kemudian. Dalam hati sebenarnya Athala ingin berujar, 'Iya gue tahu lo Vian sejak lama malah', tapi tentu saja itu hanya tertahan di tenggorokannya. Karena setelahnya hanya anggukan yang diberikan Athala dan tentulah Vian tidak akan sadar itu.
"Rumah lo di blok berapa?" Vian kembali bertanya karena sebentar lagi mereka memasuki daerah perumahan ganesha.
"Blok C No. 4."
Kali ini Vian yang mengangguk, seakan mengerti dan sudah hapal jalanan di daerah sana. Bahkan Athala sama sekali tidak memberi intruksi apapun padanya, tapi Vian dapat dengan mudah menemukan rumahnya.
Vian menghentikan laju motornya di depan sebuah rumah bercat abu bergaya minimalis. "Di sini?"
"Ya," jawab Athala yang kemudian turun dari motor Vian. Syukurlah Vian tidak mengunakan motor ninja atau sejenisnya yang membuatnya sulit untuk naik dengan rok.
"Makasih," Athala berusaha mengontrol kembali dirinya untuk bersikap biasa. Semoga Vian tidak menyadari gerak-gerik salah tingkah Athala saat ini.
"Lo balik lagi ke sekolah nanti?"
"Iya."
"Sama siapa?"
Athala menautkan alisnya, bingung harus memberikan jawaban apa sekarang pada Vian dan juga mencoba menebak arah pembicaraan cowok di depannya itu. "Ada kakak."
Akhirnya jawaban itulah yang meluncur dari mulutnya dan Vian menangguk mengerti. "Ok, kalo gitu gue duluan ya, assalamualaikum."
"Waalaikumsalam," jawab Athala gugup dan saat Vian mulai melajukan motornya Athala kembali melanjutkan kalimatnya. "Vian Makasih." Dan Vian membalasnya dengan senyuman yang sejak dulu hanya dapat Athala lihat dari jauh dan bukan untuk dirinya.
"Sama-sama."
Untuk pertama kalinya sejak saat itu, Athala menyebutkan nama Vian di depan pemiliknya dan memberikan senyum yang sejak lama ingin dia tunjukan pada Vian.
Mungkin jika ini mimpi Athala benar-benar tidak inginbangun cepat, biarkan dia menikmati dulu setiap momen yang terjadi tanpa didugaitu sehari ini saja. Besok biar Tuhan yang mengatur kembali jalan hidupnya.
-Adore You-
22'6'19

KAMU SEDANG MEMBACA
Adore You [Completed]
RomansaBagi Athala menyukai seseorang secara diam-diam adalah pilihan terbaik. Bukan karena dia tidak ingin menunjukan atau mengungkap hal tersebut. Melainkan karena Athala tidak berani melakukannya. Tentu Athala terlalu pengecut untuk hal itu, terlebih co...