"Lo belum jawab pertanyaan gue tadi, Vi." Radin menyantap mie goreng di depannya sambil meminta penjelasan Vian tentang kejadian yang kemarin dilihatnya. Pasalnya Vian jarang sekali pergi dengan seorang perempuan kecuali kakak iparnya, mamanya atau teman kelasnya-itu pun jika mendapat paksaan dari anak kelas mereka.
Diteguknya milkshake oreo yang tadi Vian pesan sebelum menjawab pertanyaan Radin. Karena pasti sahabatnya itu akan berubah super kepo jika Vian hanya menjawab seadanya. "Gue kemarin liat tuh cewek lagi debat sama Pak Usman, ya udah gue samperin dan dia minta Pak Usman buat antar dia cuma ya gitu, motor Pak Usman lagi di pake sama Pak Rosid, tapi nih cewek maksa minta tolong antarin. Ya karena kayanya emang penting banget dan kebetulan rumah gue searah sama dia , jadi ya udah gue tolongin aja nganterin dia."
Seakan tidak puas dengan penjelasan panjang lebar Vian, Radin kembali menautkan kedua alisnya curiga. "Tumben."
"Tumben apanya?" Vian masih tidak mengerti jalan pikiran Radin. Kenapa rasanya Radin malah lebih seperti kakak iparnya yang bawel jika menyangkut perempuan sih?
"Enggak, aneh aja gue liat lo boncengan sama cewek," jawab Radin sambil menghabiskan es jeruk dari gelas di depannya. "Berarti sahabat gue ini emang beneran normal kalo gitu."
"Gak jelas lo Din."
"Gue bukan udin! Gue ke toilet dulu bentar, lo jangan tinggalin gue ke kelas duluan ya, awas lo!" Ancam Radin yang hanya mendapat gidikan ngeri dari Vian.
Sambil menunggu Radin, Vian kembali menghabiskan sisa nasi goreng di piringnya. Sesekali mengecek ponselnya, menunggu balasan dari Pak Imran tentang jadwal latihan futsal mereka selanjutnya.
"Vian," sapa seorang perempuan menepuk pundak Vian pelan, namun cukup membuat Vian sedikit terlonjak kaget. "Gue boleh duduk di sini ya?"
"Boleh, duduk aja Ta."
Thalita duduk di depan Vian, tempat yang tadi dipakai oleh Radin. "Oh iya Vi, gue mau nanya soal matematika yang tadi di bahas di kelas dong, asli sih gue masih belum ngerti." Thalita mengeluarkan buku kecil dari saku roknya dan mencari soal yang dia maksud. "Yang ini Vi."
Vian menyimpan gelas milkshakenya dan mengalihkan perhatiannya pada tulisan yang dimaksud oleh Thalita.
"Ini tuh pake identitas Ta, cos kuadrat x ditambah sin kuadrat x itu sama dengan satu," jelas Vian yang mendapat anggukan dan 'Oh' dari Thalita.
"Rumus identitas apa aja sih? Gue lupa masa," keluh Thalita dengan raut sedih.
Vian mengambil alih buku kecil Thalita, "lo bawa pulpen kan?"
Thalita mengangguk dan memberikan pulpen yang dibawanya pada Vian. Setelahnya Vian menuliskan rumus-rumus tersebut di sana. Hal yang membuat Thalita melengkungan senyumnya. Entah kenapa Vian terlihat manis jika sedang fokus seperti ini.
Sesekali Vian meneguk kembali milkshake oreonya yang masih tersisa sedikit lagi di gelasnya. Cowok itu tidak sadar jika di sudut bibirnya menyisakan guratan putih bekas susu.
Thalita terkekeh melihatnya, gadis itu mengambil sapu tangan miliknya dari dalam saku bajunya dan tanpa persetujuan Vian sapu tangan itu dia gunakan untuk menghapus sisa susu di sudut bibir Vian.
Tindakan Thalita tadi tentu saja membuat Vian menghentikan kegiatannya dan menatap perempuan di depannya itu penuh tanya. Namun tampak jelas keterkejutan juga tergambar di wajahnya.
"Ada bekas susu dari milkshake tadi, sori," Thalita merasa sedikit takut saat mendapati tatapan Vian, tapi syukurlah setelahnya Vian kembali seperti biasa dan tidak begitu mempermasalahkan hal tersebut.
"Vian," panggil Thalita yang dijawab Vian tanpa mengalihkan pandangannya.
"Pulang sekolah nanti lo ada acara?"
Kali ini Vian kembali menghentikan kegiatannya. "Hmm, kayanya enggak, kenapa Ta?"
"Ah, bisa antar gue ke toko kue? Nyokap gue ulang tahun hari ini, gue mau beli kue buat nyokap," lanjut Thalita menjelaskan. Meski ragu Thalita berharap Vian mau mengantarnya.
Thalita sadar jika Vian memang jarang menyetujui permintaan seperti ini, tapi semoga saja kali ini Vian sedang berbaik hati mau menemaninya.
"Boleh," jawab Vian yang langsung memunculkan binar senang di mata Thalita dan sebuah lengkung senyum dibibir tipisnya.
"Thanks ya Vi, gue senang banget rasanya," ujar Thalita ditengah senyumnya yang terus merekah.
Vian akui Thalita adalah gadis yang cantik dengan senyum manis khasnya itu yang pastinya banyak yang menyukai gadis itu.
Pranggg...
Vian dan Thalita refleks menoleh ke arah sumber suara tersebut. Di depan mereka kini sudah ramai orang berkerumun. Sepertinya seseorang baru saja menjatuhkan piring di sana.
Tak lama kerumunan itu mengurai dan hanya menyisakan empat orang di sana, dua orang diantara mereka Vian mengenalinya. Radin sedang membantu perempuan di depannya membersihkan sisa pecahan beling dari piring yang pecah tadi. Dan disebelah mereka tampak pemilik kedai makan-Bi Wati dan asistennya itu ikut membantu dengan mengambilkan sapu dan pengki.
Vian sepertinya mengenali perempuan di depan Radin saat perempuan itu mengangkat kepalanya.
"Athala?" Gumam Vian begitu nama perempuan itu melintas di pikirannya.
Thalita yang mendengar Vian menyebutkan nama seseorang menautkan kedua alisnya bingung, tapi dia memilih untuk tidak menanyakannya karena setelahnya Vian pun kembali menjelaskan pertanyaan selanjutnya yang tadi Thalita tanyakan.
***
Athala baru saja akan kembali ke mejanya setelah mengambil nasi goreng pesanannya. Namun tiba-tiba saja saat dia berbalik seseorang menghalangi jalannya dan tanpa sengaja membuat piring yang berada di tangannya terjatuh.
"Sori, ya ampun gue gak sengaja," ucap cowok di depannya dengan ekspresi bersalah dan panik. Terlebih saat Athala berjongkok untuk memunguti bekas pecahan beling di bawah sana.
"Bi wati boleh minta tolong bawain sapu sama pengki," ucap Radin dan dia mencoba menghentikan aksi Athala. "Udah biarin tunggu sapu aja, nanti tangan lo malah luka kena beling."
Saat Bi Wati datang, Radin langsung mengambil alih sapu dan pengki tersebut disaat Athala akan mengambilnya. Dia dengan cepat memindahkan bekas pecahan piring itu ke dalam pengki.
"Bi saya pesan nasi gorengnya satu ya, buat mbak ini," Lagi-lagi Radin yang menguasai obrolan di sana, sementara Athala masih diam mencoba mengingat lelaki di depannya itu. Karena rasanya wajah itu familiar di ingatan Athala.
"Eh gak usah, gapapa biar gue aja yang bayar," Athala buru-buru mencengah Radin saat dia mengeluarkan uang dari dompetnya untuk diberikan pada Bi Wati.
"Gue yang salah, santai aja biar gue yang bayar," Radin memberikan senyum meyakinkan pada Athala dan membuat Athala akhirnya tidak bisa menolak ganti rugi cowok itu.
"Makasih ya," ucap Athala setelahnya.
"Sama-sama."
Dalam pikirannya Athala masih sibuk mengingat pernah melihat cowok di depannya itu di mana. Sampai kemudian Radin mengulurkan tangannya, "Gue Radin."
Saat itu juga Athala ingat jika cowok di depannya sekarang ini adalah sahabat Vian. Radin.
-Adore You-
23'6'19

KAMU SEDANG MEMBACA
Adore You [Completed]
RomanceBagi Athala menyukai seseorang secara diam-diam adalah pilihan terbaik. Bukan karena dia tidak ingin menunjukan atau mengungkap hal tersebut. Melainkan karena Athala tidak berani melakukannya. Tentu Athala terlalu pengecut untuk hal itu, terlebih co...