AY. 1

3.1K 181 7
                                    

Bukan Athala namanya jika tidak membuat masalah di pelajaran Pak Retno. Entah Athala sengaja atau tidak pasti saja akan ada masalah terjadi jika dengan guru Bahasa Indonesianya itu.

"Kamu tidak mengumpulkan tugas yang saya suruh, Athala?" Tanya Pak Retno dengan sorot tajam yang ditujukan pada Athala.

Athala menelan salivanya, tenggorokannya tiba-tiba saja terasa kering. "Ke-ketinggalan pak."

Demi apapun Athala sekarang tidak berani menatap guru depannya itu, pasti Pak Retno saat ini sudah melayangkan tatapan membunuh padanya dan Athala sudah siap dengan ceramah panjang dan hukuman yang akan Pak Retno berikan setelah ini.

Tapi tak disangka Pak Retno malah membuang napasnya lelah, seakan sudah pasrah dengan ulah Athala dan ceramahannya hanya akan berlalu begitu saja di telinga gadis itu.

"Ya sudah, sekarang kamu keluar dari pelajaran saya saja, tugasmu masih saya terima tapi hanya hari ini dan hari ini presensi kamu saya alfa-kan," jelas Pak Retno yang membuat Athala terbelalak.

Bukan hanya karena tidak ada ceramah panjang, tapi juga tentang daftar kehadirannya yang terancam ternodai. Pasalnya jika dalam pelajaran Pak Retno ada dua kali alfa maka dapat dipastikan dia mendapat nilai D dan bisa-bisa tidak naik kelas.

Shasa teman sebangkunya menatap Athala dengan tatapan iba, tapi dia tidak dapat berbuat apapun.

"Kamu tidak akan keluar Athala?" Tanya Pak Retno dengan nada dingin mengintimidasi.

Sekesal itukah pak Retno padanya?

"Iya Pak."

Kemudian Athala berjalan keluar dengan lunglai. Ya setidaknya ada waktu untuk Athala mengambil tugas Bahasa Indonesianya yang tertinggal dan masih ada satu jatah absen yang dia miliki untuk dapat memperbaiki kesalahannya di mata pelajaran Pak Retno.

Athala merutuki dirinya sendiri, kenapa juga dia harus meninggalkan buku tugasnya, padahal sudah semalaman dia mengerjakan itu dan sudah selesai. Setidak beruntung itukah dia dipelajaran pak Retno?

***

Three point

Sorakan terdengar dari barisan murid perempuan yang sedang menyaksikan permainan basket anak laki-laki di kelasnya.

Mereka sontak saja histeris saat melihat aksi Vian yang baru saja mencetak three point dan beberapa saat setelahnya terdengar bunyi peluit yang di tiup oleh Pak Ahmad-guru olahraga mereka.

"Gila lo, Vi," Radin menepuk bahu Vian saat cowok itu tengah meneguk minuman dari botol miliknya.

Hampir saja tindakan Radin itu membuatnya tersedak. Kini Radin mendapat pelototan tajam dari Vian, tapi temannya itu malah terkekeh seakan tatapan Vian terlihat lucu baginya.

"Gue masih waras ya, Din," protes Vian setelahnya dan Radin kini merengut tak terima mendengar sebutan Vian padanya.

"Nama gue bukan Udinn, tapi Radinnn! Plis jangan panggil gue Din!"

"Lebih terdengar kearifan lokalnya tahu gak, dari pada gue panggil lo Ra? Nanti yang nengok malah si Tira lagi."

"GAK ADAA, POKOKNYA JANGAN PANGGIL GUE DINN!"

Kemudian Radin berlalu dengan bibir manyun tak terima sementara Vian di belakangnya tidak tahan untuk melepaskan tawa gelinya. Sejak mengenal Radin empat tahun lalu, Vian selalu senang mengoda sahabatnya itu dengan panggilan 'Din' yang sangat tidak disukai oleh Radin. Yang katanya terdengar kuno dan terlalu pasaran. Padahal kan tidak selalu seperti itu.

"Sapu tangan lo, Vi," ucap seorang perempuan yang sejak tadi ikut menahan tawanya melihat tingkah Vian dan Radin.

"Oh, thanks ya Ta, gue pikir tadi ilang." Vian mengambil sapu tangannya. Padahal dia tadi sudah pasrah karena lupa menyimpannya di mana.

"Tadi gue liat ada di teras dekat pohon dan gue liat ada bordiran nama lo, jadi gue simpan aja, sori kalo lo jadi nyariin."

Gadis itu, Thalita tampak merasa sedikit bersalah, tapi Vian tersenyum menenangkan, "Santai aja, Ta."

"Itu kalian berdua cepat kumpul," perintah Pak Ahmad dari sudut lapangan yang kemudian diikuti oleh tatapan teman-teman kelasnya yang sudah berkumpul di sana. Hal itu membuat Vian dan Thalita berlari mendekat ke arah mereka.

"Pelajaran olahraga hari ini sepertinya bapak cukupkan sampai di sini, karena setelah ini bapak ada keperluan, minggu depan kita akan adakan tes untuk basket dan kalian sekarang bisa kembali ke kelas atau lanjutkan olahraga, tapi tetap patuhi aturan yang ada."

"Siap pak."

Pak Ahmad kemudian berlalu meninggalkan lapangan dan setelahnya semua yang ada di lapang kembali bersorak kegirangan karena waktu pelajaran olahraga mereka masih tersisa cukup panjang yang artinya adalah jam kosong yang sangat berharga.

Jam kosong tersebut dimanfaatkan oleh mereka untuk pergi ke kantin, kelas dan melanjutkan olahraga. Kebanyakan yang melanjutkan olahraga adalah anak laki-laki dan murid perempuan lebih memilih pergi ke kelas untuk berganti baju dan memakan bekal makan mereka sambil mengobrol ketimbang memilih berkeringat.

"Vian main futsal kuy," ajak salah satu temannya yang bertubuh gemuk pada Vian. Namun Vian melambaikan tangannya.

"Gue mau balik dulu, buku tugas fisika gue ketinggalan, sori ya Fik," ucap Vian yang sudah beringsut menuju parkiran motor.

***

"Pak ayo dong antarin saya ke rumah, gak jauh kok pak, kan di sini ada Om L yang jagain pos, plis ini urgent banget, Pak."

Athala tampak memohon pada salah satu satpam di sekolahnya. Padahal sebelumnya Athala sama sekali belum pernah memohon seperti ini, tapi mau bagaimana lagi jika naik angkutan umum malah akan macet karena ini bersamaan dengan jam masuk pabrik dan pastilah angkutan umum sudah penuh oleh mbak-mbak karyawan yang akan bekerja.

"Aduh gimana ya neng, bukannya saya gak mau antar tapi motornya lagi di pake Pak Rosid tadi."

"Ayolah Pak, pake motor siapa gitu yang lain."

Athala masih berusaha, karena setelah ini adalah jam pelajaran Kimia dan gurunya tak kalah disiplin dengan Pak Retno. Jika dia terlambat sudah dapat dipastikan dia tidak boleh masuk juga seperti sekarang.

Vian yang baru sampai di dekat parkiran tertarik dengan yang terjadi di sana. Di pos satpam seorang murid perempuan sedang memohon sesuatu pada Pak Usman dan Pak Usman juga tampaknya bingung harus berbuat apa.

"Pak saya mohon antarin saya," ulang Athala untuk kesekian kalinya dan Pak Usman juga bukan tidak ingin membantu, tapi tidak bisa.

"Ada apa Pak?" Tanya Vian yang akhirnya memilih mendekat menghampiri mereka.

Mendengar suara itu Athala terdiam, seketika saja tubuhnya seakan membeku. Athala mengenali suara itu. Sangat. Dan sejak 4 tahun lalu suara dan si pemiliknya selalu berhasil membuat jantung Athala berdebar dan membuatnya mematung.

Dan saat ini untuk pertama kalinya, Athala berada sedekat ini dengannya.

-Adore You-

22'6'19

Adore You [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang