AY. 19

711 56 2
                                        

Vian menghentikan langkahnya di depan sebuah warung kuningan begitu pun Athala yang tadi berjalan di samping Vian juga ikut berhenti. Terlihat Vian membuka lemari pendingin yang ada di warung tersebut dan mengambil sebuah botol air mineral dingin dari dalam sana. Setelah membayarnya Vian memberikan botol tersebut pada Athala. "Gue tahu lo haus," ucapnya dengan memasang senyum tulus.

Sejak tadi Vian memang memperhatikan gerak-gerik Athala yang sepertinya malu untuk meminum air yang diberikan Dion karena sebelumnya Athala menolak.

Athala tidak dapat berbohong jika dia memang haus dan menerima botol minum tersebut meski sedikit malu. "Makasih ya."

"Lo lapar gak Thal? Makan dulu yuk, bubur di depan kejaksaan itu enak banget lo," ajak Vian setelah Athala menenguk minumannya. "Lo udah pernah nyoba belum?"

Athala menggeleng dia bahkan tidak tahu bubur yang Vian maksud.

"Dekat kok tadi pas kita mau masuk gang itu lho."

Vian kini memimpin jalan dan Athala mengikuti di belakang. Sebenarnya Vian memang sengaja mengajak Athala ke rumah Dion pagi, karena Vian ingin makan bubur ayam disana dan mungkin Vian akan sekalian mengajak Athala untuk jalan-jalan mengelilingi tempat tersebut.

Sesampainya di depan gerobak tukang bubur tersebut, Vian mencari tempat yang kosong. Karena penjualnya memang hanya menyediakan tempat di trotoar jalan untuk tempat makan pembelianya dan kebetulan sedang penuh.

"Tempat makannya penuh," gumam Athala yang ikut mengamati.

"Mas sama nengnya mau makan bubur?" tanya penjual bubur tersebut pada mereka saat melihat kedua orang itu hanya diam di depan gerobak buburnya.

"Ini tempatnya gak ada yang kosong ya pak?" tanya Vian pada bapak tersebut dan si bapak tadi tampak menoleh ke arah belakangnya yang ternyata memang penuh. Namun kemudian dia tersenyum seakan memiliki solusi lain.

Bapak tersebut berjalan ke pinggir gerobaknya dan mengambil dua buah kursi yang diletakan di sana. Karena terhalang oleh gerobak tersebut tentu Vian maupun Athala tidak melihatnya. "Duduk di sini aja neng sama masnya, gpp kan?" tanya bapak tersebut setelah meletakan dua kursi tadi berdekatan di samping trotoar.

"Iya pak gapapa, buburnya dua ya pak," ucap Vian dan kemudian dia mengajak Athala untuk mengikutinya ke kursi di belakang bapak tersebut. Tapi sebelumnya Athala menghampiri bapak tadi dan mengatakan sesuatu padanya.

"Kenapa Thal?" tanya Vian saat Athala sudah duduk di kursi sebelahnya.

"Abis bilang jangan pake daun bawang, seledri sama kecap," jelas Athala, dia memang tidak suka dengan dua toping hijau itu di menu makanannya begitupun dengan kecap.

"Lo gak suka seledri Thal? Padahal enak lho jadi wangi gitu," ucap Vian agak aneh.

"Gak enak, baunya aneh Vi," bantah Athala yang tidak setuju dengan pernyataan Vian.

"Aneh gimana? Wangi gitu lho Thal," keukeuh Vian melihat Athala mengidikkan bahunya.

"Bener deh baunya aneh dan bikin buburnya gak akan enak kalo pake seledri."

Membayangkan rasa seledri yang pernah termakan olehnya saja membuatnya mual. Intinya Athala tidak suka seledri dan bersikukuh dengan pendapatnya tentang aroma seledri tersebut hingga akhirnya Vian mengalah dan perselisihan tersebut reda saat bapak tadi membawakan pesanan mereka.

"Makasih ya pak."

Athala mulai menyendok bubur tersebut dan memakannya sedangkan Vian mengaduknya lebih dulu. Vian yang melihat Athala langsung memakan buburnya kembali berkomentar, "Gak di aduk Thal?"

"Gak Vi, enakan gini," jawab Athala dan kembali memakan lagi buburnya dengan lahap. Benar kata Vian buburnya memang enak, terlebih ada tambahan jerowan dan kerupuk emping di bubur tersebut.

"Selera lo lucu ya Thal," kekeh Vian. "Gue tim bubur di aduk sih," lanjutnya.

"Enakan gak diaduk, masing-masing komponennya jadi lebih kerasi Vi," jelas Athala melirik Vian sekilas dan tersenyum padanya.

"Nanti deh kapan-kapan gue coba gak akan diaduk yang sekarang udah terlanjut keaduk."

"Harus coba pokoknya, atau cobain yang gue aja gimana?" Entah mendapat keberanian dari mana, Athala menyodorkan mangkuk buburnya ke depan Vian.

Vian melirik Athala ragu tapi tatapan Athala seolah mengintrupsinya untuk segera mencoba bubur miliknya. Menggunakan sendoknya Vian pun mengambil sedikit bubur di mangkuk milik Athala dan memasukkannya ke dalam mulut.

"Gimana?"

"Enak, lebih asin, kayanya gue tadi makan bagian yang bumbunya deh."

Mendengar hal tersebut Athala malah tertawa, terlebih saat melihat ekspresi Vian tadi yang keasinan. Itu memang salah satu keunikannya menurut Athala. "Lucu kan ya asinnya?"

"Asin yang lucu itu gimana ya Thal?" Vian tampak menautkan alisnya dan menahan senyumnya mendengar pertanyaan Athala barusan.

Athala jadi sedikit malu karena pertanyaannya dan menutupi wajahnya dengan sebelah tangan agar tidak dilihat oleh Vian tapi Vian malah tertawa ngakak karenanya.

"Jangan liatin gue Vi, gue malu," ucap Athala kemudian dan sebenarnya membuat Vian ingin kembali melepas tawanya tapi kemudian dia tahan karena takutnya Athala malah akan kembali irit bicara seperti sebelumnya.

Vian meraih tangan Athala yang menutupi wajah gadis itu, dia menurunkannya perlahan hingga wajah Athala kembali terlihat lalu menyodorkan mangkuk buburnya pada Athala, "Lo cobain yang gue deh, Thal."

Athala terkejut dengan tindakkan Vian barusan, jantungnya sekarang kembali degdegan parah setelah sebelumnya sudah mulai terbiasa. Tapi buru-buru Athala menyadarkan dirinya kembali untuk bersikap biasa meski tak dapat dipungkiri jika Vian tetap membuatnya berolahraga jantung.

Athala menggeleng, melihat bentuknya saja Athala tidak nafsu apalagi memakannya. "Gak Vi, gak mau," tolak Athala.

"Cobain, sesuap aja, enak kok. Jangan liat tampilannya tapi cobain rasanya."

"Gak Vi, gak mau," Athala kembali menolak.

"Enak loh Thal, gue serius deh gak bohong," Vian masih mencoba meyakinkan Athala. "Gini deh, lo merem aja kalo gak mau liat buburnya."

"Trus kalo meren nanti gimana makannya?" Athala jadi bingung sekarang. Kenapa juga Vian jadi memaksa seperti ini.

"Ya udah merem aja dulu," pinta Vian tapi tak ayal Athala menurutinya. Padahal Vian pikir Athala akan menolaknya lagi.

"Udah merem, trus gimana?"

"Buka mulut lo Thal,"

Athala membuka mulutnya sesuai perintah Vian dan kemudian Vian menyendok bubur di mangkuknya yang tidak terdapat seledri dan memasukkannya ke mulut Athala.

Tampak sedikit terkejut tapi kemudian Athala memakan suapan bubur Vian tadi. Menikmati campuran rasa dari aneka komponen bubur tersebut. Athala membuka matanya perlahan dan menampilkan senyum lebar pada Vian. "Enak, Cuma kecapnya manis banget," kometar Athala setelahnya dan Vian setuju jika memang kecapnya sedikit kebanyakan.

"Mau lagi?" tawar Vian tapi Athala menggeleng.

"Tetap enakan gak di aduk sih," ucap Athala sambil tersenyum menunjukkan bubur miliknya. Senyum Athala saat itu benar-benar leluasa, tidak seperti biasanya.

-Adore You- 

Adore You [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang