"Vian kenalin ini anak Tante, Shasa." Ucap Ranti memperkenalkan Shasa pada Vian.
Shasa yang sebelumnya baru selesai bersalaman dengan orang tua Vian menoleh, "Vian? Kok lo di sini?" Tanya Shasa sama kagetnya dengan Vian, di tidak menyangka jika anak teman Mamanya itu adalah Vian.
Keempat orang lainnya di ruangan tersebut menatap mereka penuh tanya, Ranti tidak tahu jika Shasa sudah mengenal Vian. Tapi Rahmi tak lama mengangguk seakan dia baru saja mengerti.
"Kamu udah kenal sama Vian sayang?" Tanya Ranti tapi belum sempat Shasa menjawab Rahmi yang tadi sedang duduk di sofa ruang tamu keluarga Shasa berjalan mendekatinya.
Sebuah tepukan di pundak Ranti membuatnya menoleh pada Rahmi, "Mereka pernah satu sekolah Ran waktu sd dan sekarang juga kayanya mereka satu sekolah juga, Aku juga baru sadar tadi," kekeh Rahmi dan terlihat Ranti tak kuasa menahan tawanya karena bisa-bisanya dia sampai lupa hal itu.
"Lagian kamu Sha kenapa gak pernah cerita kalian sekarang satu sekolah juga," protes Ranti tapi Shasa hanya menanggapinya dengan senyum tipis.
"Makanannya bentar lagi siap, kalian ngobrol-ngobrol dulu aja di teras ya, takutnya bosen kalian dengarin nostalgia orang tua." Ranti memberikan senyum pada Shasa dan Vian bergantian sebelum di tarik oleh Rahmi mendekat ke sofa bersama Alam dan Yogi yang sudah asyik mengobrol.
Di dapur Bi Ayu-Asisten rumah tangga Ranti sedang menyiapkan hidangan untuk mereka. Aroma makanan bahkan sebenarnya sudah menguar sejak mereka masuk ke rumah tersebut.
Di raihnya pergelangan tangan Vian oleh Shasa menuju balkon di lantai dua. Angin malam langsung menyentuh kulit mereka dan mengoyangkan rambut Shasa yang tergerai.
Di sana ada dua buah anyaman kursi kayu dan meja kecil. Balkon itu mengarah ke halaman belakang rumah Shasa. Ada sebuah kolam renang di bawah sana dan beberapa pot yang ditumbuhi tanaman. Vian sempat menikmati udara sejuk di sana sebelum Shasa kini berdiri di sampingnya setelah menutup pintu menuju balkon ini.
"Vi, apa pemikiran lo sama kaya gue tentang tujuan makan malam ini?" Tanya Shasa, keseriusan tampak jelas di raut wajahnya.
Vian menghembuskan napasnya perlahan diliriknya Shasa yang kini berada di depannya, ada sebuah jepit kecil si rambut Shasa yang membuat Shasa terlihat lebih anggun dari biasanya, "Perjodohan?!" Ujar Vian.
Shasa mengangguk menyetujui, "Lo bakal setuju soal itu Vi?" Keraguan terdengar dari suara Shasa, gadis itu masih fokus mengarahkan pandangannya pada Vian.
Senyum muncul di wajah Vian, "Lo itu teman gue Sha, gue gak tahu apa gue bisa anggap lo lebih dari itu."
Ada sesak yang menggelenyar di dadanya mendengar jawaban Vian. Shasa juga tidak begitu setuju dengan perjodohan seperti ini, tapi pernyataan Vian tentang hubungan mereka membuatnya kecewa. Apa Vian memang hanya menganggapnya begitu?
"Lo udah punya pacar Vi?" Tanya Shasa mengalihkan pembicaraan sebelumnya. Shasa ingin tahu apa mungkin seseorang sudah ada di hati Vian.
"Gak ada," jawab Vian datar. Tidak ada yang tahu isi hati Vian selain dirinya dan Tuhan. Tapi di benak Vian saat mendengar pertanyaan Shasa barusan ada seseorang yang terlintas di pikirannya.
"Kalo hubungan lo sama Thalita?"
Vian sebenarnya tahu jika Thalita sering kali memberikan perhatian lebih padanya. Dia baik dan memang Thalita perempuan yang paling dekat dengannya selama di sekolah ini. "Kita temenan."
Shasa mengangguk mengerti, dia jadi teringat dengan Athala. Temannya itu baru-baru ini jujur padanya jika dia menyukai Vian sejak lama. Apa Vian tahu tentang itu?
"Kalo Athala?"
Kedua alis Vian saling tertaut begitu Shasa mengucapkan nama Athala. Bahkan tatapannya kini kembali padanya setelah sebelumnya dia begitu menikmati hamparan langit malam yang dihiasi cukup banyak bintang di sana.
"Athala kenapa?" Nada khawatir terdengar dari pertanyaannya itu.
***
Hari ini Athala berniat untuk mengembalikan buku yang tempo hari di pinjamnya dari perpustakaan. Dia mengajak Shasa untuk menemaninya, tapi entah kenapa Shasa menolaknya. Apalagi sejak tadi pagi Shasa mendiamkannya. Padahal Athala merasa tidak ada yang salah dengan Shasa sebelumnya. Karena itu jadilah Athala pergi sendiri ke perpustakaan sekarang.Begitu masuk ke dalam ruang perpustakaan, aroma khas buku langsung menyergap indra pengciuman Athala. Meja yang disediakan untuk membaca atau mengerjakaan tugas terisi oleh beberapa orang. Tapi Athala memilih untuk langsung menuju rak yang berada di samping kanan ruangan setelah mengembalikkan buku sebelumnya pada Bu Inne di meja depan.
Di sana banyak buku fiksi yang berjajar rapi di setiap sekat pada rak tersebut. Baik itu novel maupun komik. Athala berniat untuk meminjam kembali lanjutan komik yang dipinjamnya.
"Kemarin baru sampai volume 3, tapi yang ke empatnya mana ya," gumam Athala menyusuri jajaran buku di depannya. Membaca tiap judul yang tertera di sana.
Athala masih belum menemukan lanjutan komik yang dibacanya padahal sudah cukup lama dia mencarinya. Dan sekarang cahaya di sekitarnya terasa meredup.
Sempat Athala pikir jika mungkin sebentar lagi hujan dan dia tidak membawa payung untuk kembali ke kelasnya. Makanya Athala akan bergegas saat itu juga jika saja seseorang di depannya tidak menghalangi langkah Athala.
Athala meneguk salivanya mendapati orang yang kini berdiri di depannya. Yang tadi Athala kira adalah mendung, ternyata bukan. Melainkan tubuh orang itu yang menghalanginya.
Tapi tak lama lelaki itu mundur dan memberi jarak kembali pada Athala. Dia sedikit merapikan kemaja putihnya yang kusut. Sedangkan di depannya Athala mematung untuk sesaat sampai akhirnya suara itu membuatnya kembali sadar.
"Elo Thal? Lagi nyari buku apa?" Tanya Vian menyadari jika perempuan di depannya saat ini adalah Athala.
Kembali Athala menegguk salivanya, menarik napasnya dalam dan menghembuskannya perlahan. Mencoba menenangkan detak jantungnya.
"Nyari lanjutan kuroko no basket yang Volume 4, Vi," jawab Athala. Ada sedikit keringanan yang Athala rasakan sekarang. Dia sudah merasa tidak segugup biasanya.
"Kuroko no basket? Lo suka baca manga juga Thal?"
Athala tidak yakin jika dikatakan dia suka, "Waktu itu nemu komiknya dan nyoba baca ternyata seru," jawab Athala menjelaskan.
"Ceritanya emang seru sih," ujar Vian. Dia jadi teringat koleksi manga dan komik miliknya di rumah. "Tadi lo cari volume 4?"
"Ya."
"Ketemu?"
"Gak ada, kayanya emang gak lengkap deh," jawab Athala menarik kesimpulan.
"Di gue ada, lo mau baca?" Tanya Vian.
Athala penasaran sih, tapi apa harus dia meminjamnya dari Vian?
"Hmm gak usah Vi, gpp," Tolak Athala.
"Serius? Lo gak akan penasaran sama lanjutannya?"
Vian malah membuat Athala jadi bingung sekarang. Jujur Athala penasaran sekali kelanjutannya.
"Gak ngerepotin Vi?""Nggak kok, santai aja kali Thal," kekeh Vian.
"Vian?!" Seru seseorang menepuk pundak Vian. Membuat Vian hampir terlonjak kaget. Kini mereka menjadi pusat perhatian karena suara Thalita yang cukup kencang barusan.
"Ada Athala juga, hai Thal!" Sapa Thalita begitu melihat Athala di depannya.
"Hai," balas Athala gugup.
"Oh iya," seakan teringat sesuatu, Thalita mencari sesuatu di dalam buku binder yang dia bawa. "Datang ya," ucapnya.
Thalita memberikan sebuah undangan berwarna baby purple pada Athala. Di depannya terdapat tulisan sweet seventeen party dan ada nama Thalita di bawahnya.
Athala menerima undangan tersebut, "Makasih ya undangannya, insya allah gue datang."
"Harus datang pokoknya, gue tunggu," ucap Thalita. "Vian lo juga harus datang," lanjutnya kali ini pada Vian dan Vian mengangguk sebagai jawabannya.
-Adore You-
KAMU SEDANG MEMBACA
Adore You [Completed]
Lãng mạnBagi Athala menyukai seseorang secara diam-diam adalah pilihan terbaik. Bukan karena dia tidak ingin menunjukan atau mengungkap hal tersebut. Melainkan karena Athala tidak berani melakukannya. Tentu Athala terlalu pengecut untuk hal itu, terlebih co...