AY. 12

827 60 0
                                    

Esok harinya Athala langsung menemui Bu Dya saat jam istirahat untuk menanyakan perihal informasi lomba yang dibacanya di mading. Athala juga mengajak Shasa untuk menemani.

Sepanjang koridor Shasa mengerutu merutuki soal ulangan Matematika yang baru selesai mereka kerjakan tadi. Ada sekitar sepuluh soal tentang trigonometri, Shasa memang paling anti dengan materi itu dan soalnya memang cukup sulit dari biasanya.

Matematika itu ya seperti yang kebanyakan orang katakan, ulangan dan soal latihan kadang berbeda jauh. Saat diterangkan mengerti tapi ketika dihadapkan pada soal baru lain lagi ceritanya. Mencari jawaban berlembar-lembar isinya hanya nilai satu atau nol.

Tapi bagi Athala itulah yang membuatnya tertarik. Terlebih jika berhasil memecahkan jawaban dari soal yang membuatnya penasaran. Rasa senangnya itu sulit dideskripsikan.

"Lo mah pasti bisa kan ya Thal tadi, nilai seratus lah lo mah gue yakin," ucap Shasa membuat Athala sedikit bingung harus menjawab apa tiap kali di hadapkan dengan pertanyaan seperti itu.

"Aamiin," jawab Athala mengusapkan telapak tangannya ke wajah meng-aamiini ucapan Shasa barusan.

Sesampainya mereka di depan ruang guru, Athala mencari lebih dulu keberadaan Bu Dya di mejanya sebelum masuk. Begitu dilihat Bu Dya ada di mejanya barulah Athala masuk. Sesekali dia bersalaman dan menyapa beberapa guru yang mengajar dan pernah mengajar di kelasnya. Termasuk Pak Retno yang juga menanyainya. "Nyari siapa Thala?" Tanya Pak Retno saat bertemu dengan Athala di dalam ruang guru tersebut.

Athala dan Shasa langsung mencium punggung tangannya, Pak Retno tentu saja sangat mengenal Athala. Karena mungkin hanya Athala yang paling sering membuat masalah di pelajarannya. "Mau ke Bu Dya, Pak."

"Oh Bu Dya, tuh ada di mejanya, ke sana aja ya, Bapak sih mau ke ruang kepala sekolah dulu," jawab Pak Retno sambil menujuk letak meja Bu Dya dan kemudian gurunya itu menepuk bahu Athala pelan sebelum berlalu ke keluar ruangan tersebut.

Pak Retno sebenarnya memang baik, namun beliau itu tegas, terlebih jika sudah di dalam kelas, murid-murid akan langsung diam dan tidak berani membuat masalah. Kecuali Athala, meskipun Athala tidak berniat seperti itu. Pak Retno juga merupakan salah satu wakil kepala sekolah bagian keakademikan.

"Assalamualaikum Bu," sapa Athala dan Shasa berbarengan pada Bu Dya yang kebetulan baru selesai menilai buku tugas salah satu muridnya.

"Waalaikumsalam, ada apa Thala?" tanya Bu Dya setelah Athala dan Shasa bersalaman pada beliau.

Athala langsung saja menyampaikan tujuannya tersebut menemui Bu Dya. "Ini Bu Thala pengen tanya tentang lomba yang ada di mading itu Bu, jadi itu sistemnya gimana ya Bu? Trus kelas 11 boleh ikut kan Bu?"

"Bentar ya." Bu Dya mencari sesuatu dari dalam laci mejanya. Sebuah booklet berwarna kuning corak biru seperti gambar poster yang kemarin Athala baca di mading. "Boleh ikut kok kelas 11," ucap Bu Dya setelah membuka isi booklet tersebut.

"Jadi ini itu ada beberapa tahap, yang untuk tahap pertama itu tesnya online Thala, nanti setelah lolos tahap awal di tahap dua baru seperti cerdas cermatnya dan tahap tiga ada wawancara. Trus sistemnya itu satu tim terdiri dari 3 orang, nah kalo Thala tertarik biar ibu data dulu aja, trus nanti Thala bisa ajak temannya yang lain buat ikutan," jelas Bu Dya.

"Itu anggota buat timnya nanti di tentuin sama ibu?" Tanya Athala lagi.

"Kalo yang mau ikut banyak, mungkin iya, ini juga kan kelas 12 ikut, jadi nanti kayanya untuk tim Ibu sama Bu Anggi yang bakal baginya, dilihat dari potensi masing-masing kalian juga. Soalnya materi tesnya ini kan eksak semua ya, jadi nanti misalkan Thala bagus di matematikanya nih, ibu cari yang dua laginya yang bisa biologi, fisika atau kimianya."

Athala menanggukan kepala mengerti, sementara Shasa dia juga ikut mengangguk saja. Lagi pula dia tidak tertarik untuk ikut juga kok. "Ada biaya pendaftarannya Bu?"

"Untuk tahap awal ada, soalnya sekolah cuma kasih anggaran jika ada yang lolos ke tahap dua, biaya satu timnya 50 ribu, berarti nanti seorangnya sekitar 16 ribu."

Kembali Athala mengangguk dan saat Athala akan bertanya lagi seseorang menghampiri meja Bu Dya dengan setumpuk buku yang dibawanya. "Assalamualaikum Bu," ucap suara yang selalu sukses membuat Athala terdiam. Athala memang sangat hapal suaranya. Suara Vian.

"Waalaikumsalam."

Vian mencium punggung tangan Bu Dya, "Ini Bu tugas yang kemarin di kumpulkan di mana ya Bu?" Tanya Vian setelahnya.

"Oh iya-iya, simpan di sini aja Vi," Bu Dya sedikit mengeser tumpukan buku di dekatnya dan Vian meletakan buku tersebut di sana.

"Makasih ya Vi," ucap Bu Dya yang diangguki oleh Vian. "Oh iya Vi, kamu mau ikutan lomba gak?" Tanya Bu Dya pada Vian yang sebelumnya akan pamit kembali ke kelas.

Vian sempat melirik dua perempuan di sampingnya. Shasa tersenyum padanya dan menyapa Vian dengan suara pelan, sementara perempuan di sampingnya sedang diam dan asyik memintal ujung dasinya. Apa Athala tidak menyadari kedatangannya? Pikir Vian saat itu.

"Lomba apa ya Bu?" Tanya Vian memilih untuk mengalihkan pandangannya kembali pada Bu Dya yang tadi bertanya.

"Semacam kaya cerdas cermat, cuma untuk tahap pertama masih berupa tes online, lombanya per-tim itu 3 orang," jelas Bu Dya singkat menjelaskan perihal lomba tersbeut pada Vian.

Vian kembali melirik pada Athala yang masih tidak mengalihkan pandangannya yang menatap tumpukan buku di depannya dengan tangan memintal ujung dasinya itu. Vian jadi gemas sendiri melihat tingkah Athala seperti itu. "Athala sama Shasa juga ikut Bu?" Tanya Vian.

Mendengar namanya di sebut Athala baru menoleh dan mengalihkan pandangannya pada Bu Dya dan Vian bergantian. Sedangkan Shasa dia memerhatikan Vian dan Athala bergantian.

Bu Dya kini menoleh pada Athala dan Shasa, "Gimana Athala jadi mau ikut? Shasa juga?"

"Shasa mah enggak Bu, gak tahu kalo Athala, kayanya ikut deh Bu," jawab Shasa cepat dan melihat Athala yang diam Shasa sedikit menyikut Athala dan membuat Athala gelagapan dan mengangguk.

"Insya Allah Bu, Athala pengen ikut sih," jawab Athala setelah sebelumnya menarik napas dalam.

Sebuah senyum muncul di wajah Bu Dya, "Vian gimana?" Kali ini Bu Dya bertanya pada Vian.

Tak perlu lama, Vian pun mengangguk, "Boleh Bu," jawab Vian.

"Kalo gitu ibu tulis dulu nama kalian ya, nanti kalian ajak temannya yang lain buat ikut. Hadiahnya lumayan loh, kalo pun gak menang tahun depan kalian bisa ada gambaran kalo mau ikutan lagi," Bu Dya mengambil pulpen dan buku catatannya. Menuliskan nama Athala dan Vian di sana.

"Oh iyha kalian kelas 11 berapa?"

"IPA 5, Bu."

"IPA 2, Bu," ucap Vian bersamaan dengan Athala membuat Bu Dya terkekeh geli. "Vian yang Ipa 2 Bu," lanjut Vian setelahnya dan mendapat anggukan dari Bu Dya.

"Oh iya bu, Vian masih ada perlu, Vian pamit duluan gpp ya Bu?" Sebelumnya Vian memang sempat mengecek jam tangannya. Dia memang ada perlu untuk menemui Pak Imran setelah ini.

"Oh iya, Vi," jawab Bu Dya dan Vian mencium kembali punggung tangan beliau, melangkah keluar setelah mengucapkan salam dan memandang sekilas pada Athala dan Athala menangkap senyum tersebut dari wajah Vian saat itu. Hal yang sukses membuat jantungnya kembali berdebar cepat hingga pipinya memanas dan Athala mencoba menahan senyumnya. Menepis pikiran aneh di benaknya.

Athala tidak boleh terlalu melibatkan perasaannya untuk itu, tapi bukankah sejak awal mengenal Vian Athala memang sudah melibatkan perasaannya?

-Adore You-

Adore You [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang