part 10

2.4K 120 1
                                    

"Apa maksud dari ucapanmu tadi Rika?" Tanya Deny tajam.

Gadis itu gugup seketika, merasa telah melakukan kesalahan dalam berucap, yang membuat rahasia hatinya sedikit terkuak.

"Maksud Rika, apa jadinya jika tidak ada kak Deny di sini. Rika tidak tahu, bagaimana nantinya nasib Rika, karna itu Rika sangat bahagia." Dusta Rika pelan.

Deny kembali tersenyum lembut, dia mengusap rambut gadis itu sayang. Membuat Rika terbuai dan malah menenggelamkan wajahnya di dada bidang pemuda berusia 19 tahun tersebut.

++++

Gadis itu kini menatap sebal ke arah Dody yang tidak mau jauh darinya, pemuda itu menempel terus bagaikan lintah, membuatnya tidak memiliki kesempatan untuk berdekatan dengan Deny yang kini entah berada di mana.

Wajah Rika pun berubah cerah ketika melihat pemuda yang di pikirkannya tadi sedang melangkah ke arah mereka.

"Do ini obatnya, kalian berdua sudah boleh pulang sekarang, aku juga sudah menemui dokter Heru tadi. Dia bilang dua minggu lagi Rika harus balik ke rumah sakit buat kontrol." Jelas Deny pada Dody.

"Kak Deny...  Nggak pulang bareng kita?" Tanya Rika penuh harap.

"Aku kan bawa motor Ka, masa kamu lupa." Jawab Deny sambil tersenyum geli.

"Ya udah kalo gitu aku bareng kak Deny aja." Putus Rika cepat,  sambil berusaha untuk bangkit dari duduknya.

"Elo apa-apaan sih, kaki lo kan baru aja selesai di gips Ka, masa udah mau naik motor aja. Sengaja lo ya, mau bikin repot teman gue." Ucap Dody kesal.

"Rika, lebih baik kamu pulang bareng Dody yah. Aku juga nggak langsung pulang, mau mampir ke rumah temen dulu," ucap Deny sabar.

"Dody aku duluan ya, sampai nanti Rika," pamit Deny pada mereka berdua. Deny terus melangkah, menjauhi Rika yang menatap pemuda itu sendu.

"Gue mau pinjem kursi roda dulu, lo tunggu sini bentar." Ucap Dody sepeninggal Deny, Rika hanya mengangguk malas sambil duduk bersidekap, memejamkan matanya sejenak yang sedikit lelah.

Sepuluh menit kemudian pemuda itu telah kembali dengan kursi roda, dia lalu membantu gadis itu untuk berdiri dan mendudukkannya di kursi roda, mereka berjalan dengan Dody yang setia mendorong kursi roda tanpa berkata-kata larut dalam keheningan yang mereka ciptakan berdua.

Sesampainya di tempat parkir, Dody kembali membantu gadis itu untuk mendudukkannya di samping bangku kemudi miliknya.

"Gue mau gembalikin kursi roda ini dulu." Ucap Dody, tanpa menunggu jawaban dari Rika, ia kembali melangkah menuju ke dalam rumah sakit, meninggalkan gadis itu sendirian di dalam mobil. Tidak sampai 10 menit,  Dody telah kembali ke hadapan Rika dan duduk di samping gadis itu dengan mimik yang masih tetap datar.

"Bagaimana lo bisa jatuh dari tangga Rika, lo pastinya bukan lagi anak kecil yang harus di beritahu untuk berhati-hati jika menuruni anak tangga, Gue yakin elo pasti asyik bermain handphone-kan, hingga nggak memperhatikan langkah lo sendiri." Omel Dody.

"Sudah..." Balas Rika sebal.

"Hah..!" balas Dody kaget.

"Apa maksud lo berkata seperti itu sama gue Rika?" Tanya Dody tajam.

"Bang Dody sudah puas marahin Rika, apa Bang Dody tahu dan melihat kejadiannya,  sehingga berani menuduh Rika seperti itu. Apa Bang Dody ingin tahu alasan sebenarnya? Baiklah, akan Rika beritahu, Rika sama sekali tidak bermain handphone saat menuruni anak tangga, saat itu Rika mendadak pusing dan hilang keseimbangan hingga terjatuh, sudah jelas." Ucap Rika kesal, sambil bersedekap dan menatap lawan bicaranya tajam.

"Sorry Rika, gue nggak bermaksud memarahi elo seperti itu, andai aja elo tahu betapa khawatir dan takutnya gue, saat mendengar khabar dari Deny kalau elo jatuh dari tangga, saat itu berbagai pikiran buruk menerpa fikiran gue, bagaimana jika elo sampai mengalami gegar otak, atau terjadi sesuatu yang lebih buruk lagi, hal itu membuat gue sangat panik hinggga bersikap seperti ini." Jawab Dody dengan mimik bersalah.

"Gue sangat mencintai elo Rika, dan nggak ingin sesuatu yang buruk menimpa lo. Apa jadinya gue jika tanpa lo Ri," ungkap Dody lagi putus asa.

"Bang Dody... sudah berapa kali Rika katakan, tolong hilangkan perasaan itu dari benak Bang Dody, Kita adalah saudara sepupu dan selamanya Rika akan  menganggapnya seperti itu, mengertilah." Ucap Rika pelan, berusaha menyadarkan Dody dari perasaan konyolnya tersebut.

"Gue tetep nggak perduli! Lagipula tidak ada larangan atau hukum agama yang menentang cinta di antara saudara sepupu." Jawab Dody keras kepala.

"Yang mencintai itu hanya Bang Dody bukan Rika, jadi jangan terlalu berharap lebih untuk merubah sebuah hubungan menjadi seperti keinginanmu," jawab Rika kesal.

"Gue tetep nggak perduli, akan gue pastikan kelak kalau elo yang akan menjadi istri gue nantinya," jawab Dody dengan mantap, di sertai tekad kuat yang terlihat jelas di kedua mata kelamnya.

Rika hanya mendengus kesal mendengar perkataan Dody.

Huh... dasar keras kepala! Percuma  saja aku meminta pengertian darinya....
Bodo amat deh, kalau akunya nggak mau, dia bisa apa coba.

Author pov

Sudah hampir empat hari ini Rika gencar mendekati Deny, gips di kaki gadis itu kini telah dilepas, sewaktu pergi kontrol ke rumah sakit dua minggu lalu.

Kebetulan sekali hari ini Dody sedang tidak ada di rumah, karna baru tadi pagi berangkat bersama teman-temannya untuk melakukan pendakian.

Rika yang pagi ini melihat Deny yang baru saja turun dari kamarnya di lantai atas, mulai melakukan aksinya dengan berpura-pura  terjatuh.

"Rika!" Seru Deny sambil memegang sisi tubuh gadis itu, saat melihat krug yang
dikenakan gadis remaja itu tersangkut di salah satu kaki meja hingga membuatnya nyaris terjatuh jika ia terlambat menolongnya tadi.

"Kamu baik-baik saja kan?" Tanya Deny cemas, yang masih dalam posisi  memeluk gadis itu.

Rika yang mendengar pertanyaan Deny, hanya menjawab dengan gelengan kepala dan wajah yang merona, saat mengetahui betapa dekatnya wajah mereka, hingga napas pemuda tersebut terasa menerpa hangat parasnya yang semakin merona merah.

Deny yang melihat rona merah yang menjalar di kedua pipi gadis itu menatap bingung, tapi tubuhnya menegang seketika saat menyadari posisinya yang terlalu intim dengan Rika. Dengan perasaan gugup pemuda itu langsung melepaskan rangkulannya di pinggang gadis itu, Rika yang belum mengenakan krugnya kembali seketika menjadi hilang keseimbangan, gadis itu berteriak panik sambil berusaha mencari pegangan membuat Deny secara repleks kembali memeluknya. Tapi tanpa terduga kaki Deny malah tersandung sudut sofa hingga terhempas kebelakang dan jatuh menimpa sofa panjang  dibelakangnya, dengan Rika yang masih berada dalam pelukannya. Jantung pemuda itu seketika berdetak kencang, apalagi ketika menyadari posisi mereka yang lebih intim dengan berbaring di atas sofa  dengan Rika yang  menimpa tubuhnya. Lama mereka berdua terpaku dengan saling menatap, hingga Deny kembali tersadar dan mencoba bangkit sambil mendorong Rika pelan.

"Maaf..." ucap Deny pelan,  sambil mengambil krug milik Rika yang tadi sempat ikut terjatuh, dan langsung memberikannya pada gadis itu tanpa menatap wajahnya.
Dengan segera Deny berlalu meninggalkan Rika menuju kamarnya kembali.

Dikamar tampak Deny yang kini terduduk lesu di sisi tempat tidur, sambil terus  memegangi dadanya dengan jantung yang masih berdetak kencang.

TBC

Jumat, 29/06/2018
Pkl. 09.58 WIB

Jangan pergi (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang