part 24

1.6K 91 4
                                    

Dody nampak tidak bersemangat hari ini, penampilannya bahkan sedikit berantakan, tidak terlihat rapi seperti biasanya. Sedang buku jarinya yang terluka hanya di tutupinya oleh perban coklat.

"Pagi Pak," sapa beberapa pegawai yang tengah berdiri di bilik mungil mereka, menyapa Dody dari balik kubikel yang di dominasi warna putih tersebut.

"Pagi," balas Dody sambil terus berlalu, tidak memperdulikan tatapan heran para bawahannya,  atas sikap Dody yang tidak ramah seperti biasanya.

Lelaki itu terus berjalan melewati lorong sebelah kiri menuju ruangannya, Dody sempat terpaku sejenak menatap Cindy yang sudah duduk manis di meja kerjanya, dengan beberapa berkas yang tengah di pilah-pilahnya.

Dody segera memasang wajah datarnya dan kembali melangkah menuju ruangannya. Tepat pada saat Dody melewati meja Cindy, wanita itu mengangkat kepalanya.

"Pagi Pak Dody," sapa Cindy ramah, raut muka Cindy tampak biasa, dengan senyum yang menghiasi paras manis gadis itu.

"Pagi," balas Dody tak acuh,  sambil melangkah cepat menuju pintu ruangannya dan menutupnya sedikit kasar.

Cindy nampak tak terpengaruh dengan tindakan tak sopan Dody, gadis itu hanya menggeleng pelan dengan senyum tipisnya, lalu kembali sibuk dengan kegiatannya semula, menyortir dokumen.

Beberapa menit kemudian pintu ruangan Dody di ketuk dari luar. Cindy masuk dengan membawa beberapa berkas kerja di tangannya, yang di letakkannya  langsung ke meja atasannya. Gadis itu lalu mulai membacakan jadwal Dody hari ini dengan ipad di tangannya. Sikap gadis itu nampak sangat profesional.

Tatapan ramah dan senyum lembut masih terpampang di wajah Cindy, walau Dody membalasnya dengan sikap cuek dan tak acuh.

Sikap Cindy itu tentu saja membuat Dody merasa tidak enak.

"Kalau begitu saya permisi dulu Pak Dody," ucap Cindy formal setelah selesai membacakan jadwal kerja atasannya. Gadia itu kembali tersenyum, sebelum berbalik dan melangkahkan kakinya ke arah pintu keluar.

"Cindy!" panggil Dody pada Cindy yang baru akan membuka pintu pembatas ruangan Dody.

Gadis itu tersenyum samar,  sebelum akhirnya berbalik menghadap kembali ke arah Dody.

"Ada apa Pak Dody" tanya Cindy sopan, sambil berjalan mendekat. Menghampiri Dody yang kini sudah berdiri di samping meja kerja.

"Maaf atas sikapku tadi, perasaan bersalahku malah membuatku bersikap buruk padamu. Kau pasti juga tidak ingin kejadian seperti ini terjadi pada kita," ucap Dody bernada sesal.

"Aku mengerti Pak Dody, anda tidak perlu merasa bersalah seperti itu," jawab Cindy lembut.

"Aku terlalu mabuk malam itu hingga hilang kendali. Harusnya,  aku tidak pernah datang ke tempatmu. Aku benar-benar brengsek!" hardik Dody kasar,  memaki dirinya sendiri.

"Aku tidak tahu apa yang Pak Dody alami malam itu, hanya saja saat melihat Pak Dody yang begitu tertekan sekaligus rapuh, sontak membuatku ikut merasa sedih. Pastinya Bapak begitu menderita, hingga harus menjadikan minuman keras itu sebagai pelarian anda Pak."

Cindy melangkah semakin dekat, ia lalu memeluk lelaki itu erat, membiarkan Dody menumpah-kan segala perasaan tertekan dan emosinya dalam pelukan Cindy.

"Terimakasih kau mau mengerti tentang aku Cindy. Aku beruntung memiliki teman sebaik dirimu." Ucap Dody tulus, membalas pelukan Cindy.

"Aku bisa menjadi apapun yang anda inginkan Pak, apapun. Asal itu dapat membuat Pak Dody melupakan kesedihan Bapak," jawab Cindy ambigu.

Jangan pergi (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang