"Rumah kalian indah sekali, sangat asri dan sejuk." Ucap Cindy takjub. Manik hitam wanita itu tak berhenti terpesona dalam menjelajah setiap sudut interior rumah, sampai akhirnya Cindy mendudukkan bokongnya pada kursi kayu sebuah meja makan yang letaknya menyatu dengan dapur bersih.
Di sudut area tersebut, nampak sebuah pintu kayu dengan dinding kaca tebal transparan yang menampil-kan pemandangan teras belakang.
Mereka berdua terlihat santai, sambil menikmati secangkir coklat panas, di temani beberapa potong cupcakes yang baru saja di angkat dari oven, hasil olahan Bibi Rhonda.
"Ya, gue juga menyukainya." Balas Rika sambil tersenyum.
"Oh iya, putra lo di mana? Dari tadi gue belum lihat dia," ucap Rika saat teringat ia belum bertemu dengan putra semata wayang kedua tamunya ini.
"Erik gue tinggal di rumah Orang tua gue Ka," jawab Cindy santai.
"Kok nggak elo bawa sih Cyn, gue kan pengen gendong dia juga," ucap Rika dengan tampang cemberut.
"Tadi udah gue ajak Ka, tapi anaknya nggak mau ikut, terpaksa deh gue tinggalin sama Kakek Neneknya. Tenang aja Ka, palingan bentar lagi lo juga bakal gendong anak sendiri." Jawab Cindy cuek sambil mencaplok cupcake berhias whipped cream dengan potongan strawberry di atasnya.
"Aaaamin, gue juga udah pengen banget Cyn punya momongan," ucap Rika penuh harap, nampaknya ia sudah tidak sabar lagi ingin memiliki anak secepatya.
"Gue bantuin doa deh, biar keinginan lo cepat terkabul," ucap Cindy lagi sambil tersenyum ringan. Obrolan mereka terus berlanjut hingga merembet kemana-mana, keduanya pun sangat menikmati topik ringan yang sedang mereka bicarakan saat ini.
"Oh iya Ka, Elmira sudah keluar dari rumah sakit," ucap Cindy setelah beberapa detik diam.
Rika pun ikut terdiam, seketika rentetan kejadian waktu itu membuka kembali memori buruk yang sekian lama mengendap di dasar otak Rika.
"Elmira sudah menikah kok Ka, dia nggak akan ganggu lo lagi," ucap Cindy cepat-cepat, saat melihat raut kecemasan di paras Rika.
"Benarkah!?" Ucap Rika hampir tak percaya.
"Beneran Ka, gue nggak bohong."
"Boleh gue tahu Elmira menikah dengan siapa?"
"Dia menikah dengan dokter Iwan."
"Dokter Iwan?"
"Dia itu dokter yang pernah menangani Elmira dulu, yang juga merupakan kepala rumah sakit di pusat pengobatan kejiwaan tersebut."
HENING...
"Aku rasa kalian sudah pernah bertemu dengan dokter itu," ucap Cindy memecah kebisuan.
"Mungkin," jawab Rika singkat.
"Nah, dari situlah mereka mulai dekat." ucap Cindy lagi sedikit kikuk. Ia merasa tidak nyaman dengan pembicara-an mereka yang mendadak menjadi kaku dan canggung saat membicarakan tentang gadis itu.
"Tapi bagaimana mereka bisa menikah?" Tanya Rika penasaran.
"Gue juga nggak tahu persisnya gimana, yang jelas mereka sudah menjadi suami istri sekarang."
"Memang sih umur dokter itu sudah tidak muda lagi, tapi tampang dan body-nya menurut gue sih masih oke kok," ucap Cindy lagi melanjutkan.
"Udah dewasa banget ya?"
"Yup, kalo nggak salah umurnya hampir 40 tahunan gitu deh," balas Cindy yang mulai terlihat santai.
"Tapi Cyn, dia bukan laki orang kan? Secara dari segi usia, besar kemungkinan kalau dokter itu sudah memiliki seorang istri." Ucap Rika sedikit lirih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jangan pergi (End)
RomanceSebagian alur ceritanya gue rombak, nggak jadi sad ending. Ternyata gue nggak bakat bikin cerita model begituan.