part 14

1.8K 105 3
                                    

"Lamaran ini sebenarnya berasal dari Dody Tante, seminggu yang lalu dia mengunjungi kediaman saya untuk meminta tolong. Dody ingin saya melamarkan Rika untuknya." Jawab Deny yang merasa tidak enak, atas kesalah pahaman beberapa saat tadi.

Kedua orang tua Rika saling menatap bingung sebelum bicara, hingga Om Hendri berdehem pelan untuk membasahi tenggororokan-nya yang tiba-tiba terasa kering.

"Sebenarnya kami kurang suka dengan cara melamar Dody yang kurang sopan seperti ini, tapi berhubung kedua orangtuanya telah tiada, kami memakluminya.
Mengenai lamaran ini, kami selaku kedua orangtua Rika memberikan keputusan ini sepenuhnya pada anak kami, dia yang akan memutuskan di terima atau tidaknya lamaran ini." Ucap Hendri bernada formal.

"Aku menerimanya!" Ucap Rika lantang, yang berdiri beberapa meter dari tempat mereka duduk.

"Tapi lamaran ini bukan dari Deny Rika." Ucap Hendri memberitahu, sedang Irma hanya dapat memandang anaknya dengan tatapan sedih.

"Rika tahu, Rika telah mendengar semuanya, dan Rika menerima lamaran dari bang Dody itu." Ucap gadis itu tegas, mata Rika tetap ter-focus pada Deny dengan sorot kecewa dan terluka. dengan perasaan hancur Rika berlari menuju kamarnya, meninggalkan Deny yang tertunduk dengan perasaan gelisah.

"Deny, kamu sudah mendengarkan jawaban dari putri kami. kau bisa segera menyampaikannya pada Dody." Ucap Hendri bijak.

"Iya Om, akan segera Deny sampaikan. Saya juga sekalian ingin memberikan ini, titipan dari Dody," ucap Deny sambil mengeluarkan amplop coklat yang cukup tebal dari balik saku dalam jaketnya, dan menyerahkan benda itu pada Hendri.

"Apa ini?" Tanya Hendri heran.

"Titipan uang lamaran dari Dody Om." Ucap Deny sedikit serak.

"Terimakasih," ucap Hendri, setelah menerima amplop coklat tersebut dari tangan Deny.

"Kalau begitu, saya sekalian pamit untuk pulang." Ucap Deny lagi.

"Malam-malam begini?" kenapa tidak besok pagi saja," tanya Irma yang sejak tadi diam.

"Maaf Tante, besok pagi Deny sudah harus masuk kantor," Jawab Deny sambil bangkit dari duduknya.

"Iya tidak apa-apa nak, kami mengerti," jawab Hendri bijak yang juga bangkit dari duduknya.

"Saya mau ke kamar dulu, untuk mengambil tas saya, permisi." Ucap Deny sopan, yang di balas dengan anggukan dari kedua orang tua Rika.

Ketika akan menuju ke arah tangga, sayup-sayup Deny mendengar suara isak tangis Rika, membuat perasaan lelaki itu semakin bersalah. Ada perasaan sakit di hatinya, karna dialah penyebab semua kesedihan dan penderita'an gadis itu.

Seandainya aku tidak pernah datang ke kotamu. Semua kesedihan ini, pasti tidak akan pernah terjadi padamu Rika.

++++

"Selamat ya Do," ucap Deny sambil memeluk erat sahabatnya yang berdiri bangga dengan raut ceria di atas sana.

"Hahahaha... Terimakasih Den, dan kau cepatlah menyusul, atau mau aku carikan?" Tanya Dody dengan nada menggoda sambil memeluk sahabatnya itu.

"Nanti saja, aku masih ingin menikmati kebebasanku," jawab Deny kalem setelah menguraikan pelukan mereka. Tanpa sengaja tatapan Deny bertubrukan dengan Rika yang menatapnya sendu.

Deny sedikit canggung, terlebih Rika terus menatapnya tanpa jeda, dia takut sahabatnya ini akan menyadari sikap aneh istrinya itu.

Dengan sangat terpaksa Deny menghampiri Rika, bermaksud untuk mengucap-kan selamat, dan segera pergi dari situasi tak nyaman ini.

Jangan pergi (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang