Deny sedang sibuk mengecek laporan keuangan di layar komputernya, ketika benda persegi di dekatnya bergetar pelan.
Dengan segera Deny menggeser tombol hijau bergambar telpon tanpa melihat lebih dulu id name sang penelpon, manik coklat lelaki itu masih ter-focus pada layar komputer di hadapannya.
"Hallo," ucap Deny, setelah menempelkan benda persegi tersebut ke telinganya.
"Tante... !" Ucap Deny sedikit kaget, ketika mengetahui bahwa Tante Irma, ibu dari Rika sekaligus mertua dari sahabatnya Dody yang kini tengah menelponnya.
"Ada apa Tante?" Tanya Deny khawatir, apalagi ketika mendengar nada suara Irma yang terdengar sedih.
"....."
"Lantas bagaimana kondisi Om sekarang Tante?" tanya Deny semakin khawatir.
"....."
"Baik Deny akan kesana secepatnya tante," jawab Deny cepat, saat mendengar berita yang di sampaikan oleh wanita yang sudah dianggap seperti ibu kandungnya sendiri. Apalagi kini Deny telah hidup sebatang kara, semenjak ibundanya wafat dua tahun lalu.
Deny segera merapikan berkas-berkas penting di mejanya, tak lupa ia juga men-save data yang baru sembilan puluh persen di kerjakannya ke dalam hard drive komputer.
Deny langsung melangkahkan kakinya ke ruang atasannya yang berbeda dua lantai darinya, lebih tepatnya di lantai 16, setelah meninggal-kan pesan pada sekretarisnya di meja depan yang letaknya berdekatan dengan ruangan Deny.
+++
Saat ini Deny telah berada di balik kemudi Toyota yaris putih miliknya. Kendaraan yang akan membawa Deny kembali kepada keluarga yang sudah sangat baik kepadanya selama ini. Tentu saja hal ini secara tidak langsung mengingatkan Deny akan sosok Rika, wanita yang penah dia lukai hatinya dulu.
Semua pakaian dan perlengkapan Deny, telah di siapkannya sepulang Deny dari kantor, setelah meminta ijin pada atasannya Pak Brata untuk tidak masuk ke kantor selama beberapa hari.
+++
Deny menatap rumah itu beberapa saat sebelum turun dari mobil dan langsung memencet bel. Jantungnya kembali berdegup kencang kala menunggu orang di dalam rumah membukakan pagar untuknya. Perasaan gugup dan gelisah kembali menerpanya. Sungguh, ia masih belum siap untuk bertemu lagi dengan Rika, ada perasaan takut jika wanita itu akan membencinya, menjaga jarak dengannya, atau bahkan tidak mau lagi bertemu dengan dirinya.
"Oh den Deny, silahkan masuk den," ucap pak Budi antusias saat melihat siapa yang datang.
"Sepi sekali pak, yang lain pada kemana?" Tanya Deny setelah melangkah masuk menuju ke dalam rumah yang nampak hening. mobil milik Deny telah terparkir manis di halaman samping.
Semua sudah berangkat ke rumah sakit pagi-pagi sekali den," jawab Pak Budi sambil melangkah di samping Deny.
"Om Hendri sakit apa yah Pak?" Tanya Deny lagi, setelah mendudukkan pantatnya di kursi teras.
"Serangan jantung den, sewaktu baru pulang dari Gym, bapak mengeluh dadanya sakit dan langsung pingsan gitu den." Jawab Pak Budi lagi lebih rinci.
"Om Hendri di rawat di rumah sakit mana pak?" Tanya Deny.
"Rumah sakit apa yah tadi? waduh saya ndak inget den, lebih baik den Deny istirahat saja dulu, kan capek habis nyetir dari Jakarta menuju Bandung, biasanya sore nanti den Dody pulang ke rumah buat bawa baju kotor sekalian ambil keperluan Bapak." Ucap Pak Budi lagi.
"Baiklah pak saya istirahat dulu, kalau ada yang datang tolong beritahu saya ya Pak kalau saya belum bangun." Ujar Deny lagi sambil bangkit dari duduknya, Deny kembali menyampir-kan ransel besar yang sempat di taruhnya di bawah kaki meja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jangan pergi (End)
RomanceSebagian alur ceritanya gue rombak, nggak jadi sad ending. Ternyata gue nggak bakat bikin cerita model begituan.