Rika terbangun dari tidurnya, di balik jendela yang tak tertutup tirai Rika dapat melihat kalau keadaan di luar sana sudah terlihat gelap, ia menoleh kesamping menatap suaminya yang masih terlelap sambil memeluk erat tubuhnya.
Deny terlihat sangat tampan dalam lelapnya, bulu matanya yang lentik tampak berjejer sempurna membingkai kelopak mata lelaki itu.
Perlahan kelopak mata itu bergerak hingga akhirnya terbuka sempurna.
"Jam berapa sekarang?" Ucap Deny sedikit serak sambil mengucek matanya persis anak kecil.
Rika sedikit beranjak dari tidurnya, membuat selimut putih yang di kenakannya sedikit melorot waktu ia bergerak untuk menatap jam digital di atas nakas.
"Pukul delapan," jawab Rika singkat sambil membetulkan letak selimutnya kembali.
"Ah kita sudah tertidur cukup lama rupanya," ucap Deny yang sudah duduk bersandar pada kepala ranjang, memperlihatkan dada indahnya yang bidang dengan tonjolan otot yang sempurna.
"Bersiaplah kita akan pergi makan malam, kau sudah laparkan?" Tanyanya lembut sambil mengusap lembut kepala Rika yang bersandar di dadanya.
"Memangnya di dekat sini ada tempat makan, bukannya letak rumah ini cukup terpencil dan jauh dari kota," tanya Rika heran, kepala wanita itu sedikit mendongak agar lebih jelas menatap suaminya.
"Di daerah sini memang tidak ada restoran apalagi cafe, yang ada cuma warung makan biasa dengan menu ala kadarnya. Jalan satu-satunya ya kita memang harus pergi ke kota, dan jaraknya memang cukup jauh dari sini. Tapi kalau kamu nggak ingin pergi, kita bisa masak di rumah aja. Aku udah nyiapin stok makanan kok dalam kulkas, cukuplah kalau untuk 3 minggu aja." Jelas Deny santai.
"Kenapa kau menyimpan stok makanan sebanyak itu, kitakan hanya seminggu di rumah ini," ucap Rika heran.
Nggak mungkin jugakan bosnya sebaik itu, ngasih cuti pegawainya sampai berminggu-minggu, apalagi suaminya ini belum lama bekerja di sana.
"Siapa bilang kita hanya seminggu di sini? Ini rumah baru kita sayang, dan aku membelinya khusus untuk kamu." Ucap Deny santai.
Rika jelas terkejut atas pernyataan Deny tadi, ia sampai terdiam sejenak karna begitu kagetnya.
"Lantas apartemenmu?"
"Sudah aku jual," jawab Deny dengan nada yang masih terdengar santai.
"Den..." Panggil Rika ragu.
"Hmmm." Gumam Deny yang masih sibuk menatap ponsel.
"Mengapa kau membeli rumah yang letaknya terpencil dan jauh dari kota," tanya Rika hati-hati.
"Kenapa, kau tidak suka dengan rumah ini?" Tanya Deny sambil menoleh, menatap istrinya yang kini dalam posisi miring, sambil bertopang dagu menghadap ke arahnya
"Aku suka kok, tapi... bagaimana dengan pekerjaanmu, perjalanan menuju kantor bisa memakan waktu lama, apalagi jika jalanan macet. Mau tidak mau kau harus berangkat dinihari sekali setiap harinya jika tidak ingin terlambat. Kalau di paksakan terus menerus bisa-bisa kau sakit karena kelelahan." ucap Rika khawatir.
Deny menghela napas pelan dan menoleh pada Rika.
"Aku sudah memikirkan tentang hal itu Ka, karna itu aku memutuskan untuk tidak lagi bekerja di sana," ucap Deny tenang.
"Syukurlah kalau kau sudah mendapatkan pekerjaan lain yang lebih dekat dari sini," jawab Rika salah paham.
Deny merubah posisi tubuhnya menghadap Rika, menyentuh bahu istrinya lembut, menatap dalam manik istrinya yang juga menatapnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jangan pergi (End)
RomanceSebagian alur ceritanya gue rombak, nggak jadi sad ending. Ternyata gue nggak bakat bikin cerita model begituan.