part 36

1.6K 86 0
                                    

Deny melangkah pelan menghampiri Elmira yang duduk diam, dalam balutan baju rumah sakit berwarna putih. Tatapan gadis itu masih terlihat kosong, dengan rambut terurai yang nampak berantakan tak terurus.

Dari jarak sedekat ini Deny dapat melihat beberapa luka sayatan di pergelangan tangan gadis itu, membuat perasaan Deny sedikit miris melihat keadaan Elmira sekarang ini.

Apakah rasa bersalahnya padaku, yang telah membuat Elmira menyakiti dirinya sendiri, hingga mendapatkan luka seperti ini.

Entah kenapa setelah melihat keadaan Elmira yang sekarang, amarah dan kadar kebencian Deny kepada gadis itu perlahan mulai mereda.

"El..." Ucap Deny mencoba memanggil Elmira, saat dirinya tepat berada di hadapan gadis itu.

Elmira mendongak, tatapan gadis itu mendadak liar, menatap ke setiap penjuru seperti mencari seseorang. Tidak berselang lama ekspresi gadis itu berubah sendu, hingga akhirnya menangis histeris, sambil menyembunyikan wajahnya di balik telapak tangan kurusnya yang pucat, menyebut nama Deny berulang kali.

Deny pun maju untuk menenangkan Elmira yang terus berteriak sambil menutup wajahnya.

Sentuhan di bahu Elmira membuat gadis itu menegang, perlahan kepalanya tengadah dan bertemu dengan manik kecoklatan Deny.

Tiba-tiba saja situasinya berubah cepat dengan Deny yang sudah tergeletak di tanah berumput, dengan Elmira yang berada di atas tubuh lelaki itu, mencekik Deny dengan kekuatan penuh.

"Wanita sialan! seharusnya kau yang mati, bukan Deny ku," jerit Elmira yang terus mencengkram leher Deny kuat, dengan tatapan membunuh yang sarat akan kebencian.

Rika berteriak panik, ia menghampiri mereka untuk melepaskan cengkraman Elmira pada leher suaminya, tapi tenaga kuat wanita itu mengalahkan Rika yang akhirnya malah jatuh tersungkur tidak jauh dari tubuh Deny.

Elmira yang sudah kesetanan, kembali mencengkram leher Deny lebih kuat. Gadis muda itu tidak menyadari, siapa yang kini tengah dia sakiti, sampai beberapa petugas datang dan langsung menyuntikkan cairan penenang di lengan gadis itu, hingga kesadarannya kembali pergi.

Rika langsung membantu Deny yang terbatuk-batuk, warna kebiruan sedikit berbayang di leher lelaki itu.

"Kak..." Lirih Rika sendu.

"Aku tidak apa-apa," ucap Deny menenangkan istrinya, lelaki itu bangkit sambil menepuk celananya yang sedikit kotor terkena tanah.

"Tapi lehermu..."

"Ini hanya luka memar biasa, dengan mengoleskan salep saja, bekas memarnya pasti akan hilang dalam beberapa hari, tak ada yang perlu kau khawatirkan sayang," ucap Deny sambil mengusap lembut punggung tangan istrinya.

"Sekarang ayo kita pergi menemui dokter Iwan, beliau sudah menunggu kita di ruangannya," ucap Deny sambil menggamit lengan Rika, melintasi lorong panjang di antara taman dan bangunan, hingga berhenti di sebuah pintu bertuliskan sebuah nama.

Kini sepasang suami istri itu tengah duduk menghadap seorang pria berjas putih yang nampak sudah berumur.

"Apakah keadaannya sudah sampai separah itu dok?" Tanya Deny, setelah dokter itu memberitahukan bagaimana kondisi pasiennya.

"Ya, tingkat depresi yang di alami saudari Elmira sudah terlampau parah, kita hanya dapat berdoa semoga kondisi kejiwaannya cepat membaik, selain dari usaha pengobatan yang kami lakukan." Ucap dokter Iwan bijak.

"Kami juga berharap seperti itu, kalau begitu kami permisi dulu," pamit Deny sopan, keduanya pun menjabat tangan dokter Iwan, sebelum berlalu dari ruang kerja lelaki itu.

Jangan pergi (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang