#24 Leaving

23.4K 3.1K 74
                                    

Di antara yang lainnya, hanya Lara yang mengetahui pusaka milik Theo; es atau salju yang tentu saja dingin. Dia yakin Theo adalah penyebab berubahnya suhu ruangan yang awalnya hangat menjadi dingin.


"Maksudmu Theodore Delovo....," ujar Mr. Arletto. "Putra Hansel Delovo?"

Lara mengangguk. "Iya dan dia ada di dalam pesawat Scarlett, tadi dia tidak ikut turun bersama kami."

"Sial!" Scarlett berlari mendahului keluarga Arletto keluar ruang bawah tanah.

Pintu belakang dan dinding rumah yang terbuat dari kaca--yang anti peluri--kini berembun. Scarlett mendekati pintu belakang dan mengusap kaca yang berembun dengan telapak tangan.

"THEO!" Lara berteriak melihat Theo berdiri di sisi pesawat dengan wajah yang serius. Tangannya terus melemparkan sesuatu berwarna putih ke arah rumah keluarga Arletto.

"Kita dijebak," lirih Mrs. Arletta. "Oh, Ibu bisa mengalirkan listrik untuk melumpuhkan Theodore!"

"Jangan!" cegah Lara, dia berdiri di depan pintu belakang dan membentangkan kedua lengannya menghalangi Ibunya sendiri. Dia tidak bisa membiarkan Theo mati tersetrum. "Theo baik, dia berbeda dengan anggota keluara Delovo lainnya. Aku mengenalnya."

"Nico dan aku pernah melihatnya bertengkar dengan ibunya. Iya, kan, Nick?" Nico mengangguk cepat. Lalu dia juga pernah menolongku saat hampir mati tenggelam," ungkap Lara sambil terisak. "Dia bahkan pergi dari rumahnya dan kurasa ini adalah alasan dia pergi dari rumahnya: dia tidak suka dengan rencana keluarganya. Dan mungkin apa yang sedang dilakukannya sekarang adalah melindungi kita."

Lara membalikkan badannya karna baru saja mendapatkan ide untuk berkomunikasi dengan Theo. Dia menulis, "THEO, BUKA PINTUNYA! KAMI AKAN MEMBANTUMU" di kaca dengan tulisan yang ditulis terbalik agar dapat terbaca oleh Theo.

Butuh waktu yang lama untuk menunggu Theo menyadari tulisan di kaca pintu belakang. Wajah Theo menegang. Es yang menutupi pintu belakang mencair, buru-buru Nico menggesernya ke kiri untuk membukanya.

"Kenapa kau melakukan ini?" Mr. Arletto berteriak pada Theo. Sementara itu, Mrs. Arletta sudah siap dengan listriknya, Scarlett siap dengan senapan cadangan yang dia simpan di sepatunya, sedangkan Nico dan Lara hanya terdiam. Berharap Theo tidak berniat jahat pada mereka.

Aliran darah yang mengalir di sekujur tubuh Theo menghangat saat menangkap sorotan khawatir dari mata Lara. Dia menurunkan lengannya yang mengangkat di udara--merenggangkan ototnya. "Natasha mencoba membakar rumah ini, jadi aku membekukannya."

Scarlett melirik Mr. Arletto. "Kita harus bergegas!" tangannya masih memegang senapan untuk berjaga-jaga.

Mr. Arletto mengangguk dan kembali ke ruang bawah tanah. Tak lama kemudian, beliau kembali dengan sebuah ransel dan kotak. "Kotak ini berisi serum. Ingat, suntikan serum ini pada akar franklina dan usahakan jangan sampai ada yang tersisa. Peta dan buku yang kalian butuhkan sudah tersedia di dalam ransel ini."

Mr. Arletto memasukkan kotak itu ke dalam ransel dan memberikan ransel itu pada Nico. "Jaga kakakmu, oke?" Nico hanya mengangguk, kemudian menggantungkan ransel itu pada bahunya.

"Hei, Theodore," Theo menghampiri Mr. Arletto dengan langkah ragu. "Aku percaya padamu. Berjanji untuk menjaga putriku?" bisik Mr. Arketto sambil menepuk pundak Theo.

"Aku bersumpah akan menjaga Lara," seru Theo meyakinkan Mr. Arletto.

"Kita tidak boleh membuang-buang waktu, kalian langsung terbang ke Utara." ujar Mr. Arletto seraya memeluk Nico dan Mrs. Arletta memeluk Lara, lalu bergantian.

Lara berusaha mati-matian untuk tetap tenang dan menahan tangisnya. Dia belum siap, tapi dia harus siap.

Scarlett menyenggol bahu Theo dan mengisyaratkannya untuk segera masuk ke dalam pesawat. "Biarkan mereka melakukan acara keluarga," dan Theo menurutinya.

"Ibu akan selalu mendoakan kalian, hati-hati," Mrs. Arletta sudah mulai tidak kuasa menahan tangisnya dari awal. Sifat keibuannya sangat berbanding terbalik dengan pusakanya.

"Ayah akan berusaha memberikan bantuan penjagaan di perbatasan hutan agar kalian terjaga dari kemungkinan serangan .... vampir,"

"Scarlett itu baik," Lara melepaskan pelukan ayahnya.

"Y-ya, maksud Ayah vampir lain yang mungkin masuk ke hutan. Siapa yang tahu?" Mr. Arletto mengacak pelan rambut Lara

Nico dan Lara melangkahkan kaki mereka ke arah pesawat milik Scarlett yang sudah siap lepas landas. Saat sudah dekat pintu, mereka berbalik dan melambaikan tangan pada kedua orangtua mereka.

Air mata yang Lara tahan akhirnya harus terjatuh juga saat dia melihat kedua orangtuanya, terutama ibunya yang terlihat rapuh dalam pelukan ayahnya.

Di balik tangisnya, Lara menyadari ada sesuatu yang janggal dari ibunya. Dia melihat ibunya sedang "bermain" dengan pusakanya. Tangan kirinya bergerak membentuk pola yang Lara pelajari juga untuk mengendalikan air dan tumbuhan.

"Ayo," Nico menarik lembut lengan Lara dan masuk ke dalam pesawat.

Pintu pesawat tertutup secara otomatis. Scarlett menoleh ke belakang dari balik kemudi. "Sudah siap?"

Theo, Nico, dan Lara hanya mengangguk menanggapi pertanyaan Scarlett. Mereka sibuk pada pikiran masing-masing.

Lara memikirkan kedua orangtuanya. Kendati dirinya tahu orangtuanya memiliki pusaka dan kemampuan yang hebat, tetapi tetap saja. Terutama pada ibunya yang sangat lembut dan penyayang. Tidak pernah terlintas pada benak Lara bahwa ibunya dapat mengendalikan listrik.

Theo sama dengan Lara--memikirkan keluarganya. Obsesi ibunya pada sesuatu milik keluarga Arletto, dendam ayahnya yang Theo ketahui pada keluarga Arletto, dan Natasha yang awalnya hanyalah gadis manis dan polos berubah menjadi brutal dan licik karena didikan orangtuanya sendiri.

Aku ini anak siapa? Hanya aku satu-satunya yang waras di keluargaku, pikir Theo kalut. Dia terus memijat kepalanya yang terasa berat.

Sementara Nico, arah mataya tidak berhenti memandangi isi pesawat yang canggih ini. Dia tertarik dengan segala macam tombol yang berada di belakang pesawat.

"Scarlett?" panggil Nico ragu, dia belum pernah bertemu atau berbicara pada Scarlett sebelumnya.

"Apa?" kata Scarlett tanpa menoleh ke belakang.

"Apakah kau butuh co-pilot atau semacamnya?" dan Nico sudah siap mendengar jawaban terburuk dari Scarlett.

Namun, tidak seperti dugaanya. Scarlett tersenyum, "Ya," katanya dengan semangat. "Astaga, aku membutuhkannya dari tadi. Bisakah kau mengendalikan kendali bagian belakang?" dia menunjuk tombol-tombol yang Nico pandangi.

"Pakai kacamata itu, kau dapat menembus ke balik pesawat dan melihat ke luar." tambahnya. "Kau mengerti semua tombol itu?"

Nico mengangguk paham.

Scarlett menghela napas lega. "Kuharap kau tidak akan melakukan kesalahan karena salah satu tombol itu dapat menembakan peluru. Hati-hati," ujarnya.

Nico menuruti perintah Scarlett. Dia membalikkan tubuhnya menghadap ke belakang pesawat dan memakai kacamata yang menggantung di sisi kanan kendali pesawat.

Ini keren, pikirnya. Dia dapat melihat menembus di balik pesawat seperti yang dikatakan Scarlett. Pesawat mereka sudah terbang jauh dari Buitenville

"Lara,"

Merasa namanya dipanggil, Lara yang sedang merenung membenamkan kepalanya pada lututnya segera mengangkat kepalanya ke arah Scarlett.

"Keluarkan peta dari ayahmu. Kita hampir sampai di Delirium Hill."

***

Makin dekat ke konflik. Cerita ini ga jelas ya 😒

Mystique ForestTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang