Lara menuruti perintah Theo, ia merogoh isi ranselnya dan mengeluarkan sebuah peta pemberian ayahnya. Dia membentangkan peta itu di dekat Scarlett. Theo dan Nico ikut bergabung untuk melihat petanya.
"Peta buta?"
Mereka berempat saling pandang dengan wajah bingung. Peta yang mereka lihat saat ini adalah sebuah kertas hitam polos berukuran 20x20 cm.
"Lara, maaf, apakah ayahmu berbohong?" tanya Scarlett dengan hati-hati, dia tidak bermaksud menyinggung perasaan Lara dan Nico.
"Tidak mungkin!" seru Nico cepat. "Peta yang asli mungkin disimpan Ayah dan ini adalah peta blanco-gris."
Yang lain memandangi Nico tidak mengerti. Dia memutar bola matanya, aku yang paling muda di sini, tetapi hanya aku yang mengerti peta ini, pikirnya kesal. "Peta ini memang sengaja didesain polos seolah-olah kosong jika dilihat dengan mata telanjang. Namun, sebenarnya kita dapat melihat isi petanya melalui sinar X-Ray." jelasnya panjang.
"X-Ray? Kita sudah jauh dari Buitenville Hospital," sahut Lara.
Nico memutar bola matanya. "Scarlett, apakah kau punya alat untuk sinar X-Ray atau semacamnya?"
"Kurasa tidak."
"Kalau begitu kita tidak bisa menggunakan petanya," ujar Nico enteng seraya mengangkat kedua bahunya.
Melihat kelakuan adiknya membuat Lara ingin meninju Nico sekarang juga. Otaknya berputar keras bagaimana cara agar dapat membaca peta buta yang menentukan hidup matinya seluruh warga Buitenville ini.
Peta buta.
"Aku dapat membaca peta buta, melihat dalam gelap...,"
"Grant!" Lara berseru. "Kita harus ke Grant sekarang. Dia dapat membaca peta buta!"
Scarlett menggeleng lemah tanpa menoleh ke belakang. "Kita terlalu jauh dari pusat kota."
"Aku mempunyai ide," kata Theo yang dari tadi tidak bersuara. "Scarlett, apakah ada alat untuk menghubungi pusat kota atau sebangsanya?"
Scarlett mengangguk. "Nico, tekan tombol hijau yang berbentuk persegi di sisi kiri bawah!" perintahnya tanpa menoleh sama sekali. Ia harus terus fokus ke depan atau pesawatnya akan menabrak apa yang ada di depannya.
Dengan tergesa-gesa Nico mencari tombol yang dimaksud Scarlett. Begitu menemukannya, dia langsung menekan tombolnya. Sebuah layar muncul di belakang pesawat.
"Kau mengerti cara menggunakannya, kan, Theo? Nico?"
Sial, Scarlett tidak menyebut namaku! umpat Lara dalam hati memandangi Scarlett dari belakang dengan jengkel.
Theo beranjak dari duduknya dan menghampiri Nico, kemudian mereka berdua mengotak-atik layarnya.
Tulisan "Calling Grant Daniello - Buitenville Legacy Center" terpampang pada layarnya. Nico dan Theo bertos ria.
Ini kan ide dariku, pikir Lara melipat kedua tangannya memandangi Theo dan Nico dengan mata menyipit. Jadi mereka tidak menganggapku ada, huh?
Grant muncul di layar, dia terlihat sedang berada di sebuah ruangan putih dan beberapa orang berlalu-lalang di belakangnya.
"Hai, Grant," sapa Theo, dia sudah mengenal Grant yang merupakan pelatih sekaligus temannya juga. "Kami membutuhkan bantuanmu."
"Apakah itu Lara?"
Lara yang tadinya tidak tertarik dengan ide yang dibuatnya sendiri karena sudah terlanjur badmood segera mengadahkan kepalanya ke layar yang menampilkan Grant, pelatih pusakanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Mystique Forest
Science Fiction[SUDAH DITERBITKAN] Di masa depan, teknologi semakin maju. Para ilmuwan menciptakan penemuan baru yang barangkali dinilai mustahil oleh peradaban manusia terdahulu. Salah satunya adalah manusia yang dapat hidup berdampingan dengan makhluk penghisap...