Natasha tidak bisa menggunakan pusaka apinya, tetapi kemampuan telekinesisnya tidak boleh diremehkan. Dia langsung menyerang Lara dengan brutal. Diangkatnya tubuh Lara yang tengah berlutut hingga kakinya tidak menapak pada bumi. Lara memegangi lehernya karena merasa rasa sakit yang bertubi-tubi.
Para werewolf hendak membantu Lara. Namun, mereka lebih dulu dihadang oleh pasukan vampir Grant. Nico membuat hujan turun lebih deras dari sebelumnya, dicengkeramnya pundak salah satu vampir dengan amarah lalu menghancurkan kepalanya dengan senapannya.
Theo mengamankan botol serumnya pada sakunya. Dengan hujan seperti ini juga mampu membuat pusakanya semakin kuat. Dia membuat sebuah bongkahan es dan langsung menghantamkannya pada punggung Natasha.
Lara terjatuh dengan posisi berlutut lagi. Dia terkejut melihat Theo yang menyerang Natasha. Karena tidak ingin terus-terusan dianggap lemah dan tidak berdaya, Lara bangkit dan menatap Theo.
Namun, Theo hanya memandangi Natasha dengan kecewa, Lara tahu itu. Sebab dirinya lah yang melihat dengan jelas bagaimana terpukulnya seorang Theo ketika adiknya tewas di tangannya sendiri.
Stella tidak peduli dengan para vampir. Targetnya hanya satu: menghabisi Grant. Begitu suasana menjadi sangat kacau seperti ini, dia langsung mencari keberadaan Grant.
Seorang vampir hendak menyerangnya, tetapi petir lebih dahulu menyambarnya. Stella tertawa meremehkan. Dia bahkan tidak perlu menyentuh para vampir untuk membunuhnya hingga hangus.
Stella memanjat pohon terdekat hingga mencapai ke dahan yang cukup tinggi dan kuat. Benar-benar kacau, pikirnya. Dia tertarik dengan perkelahian antara Scarlett dengan empat vampir sekaligus. Buru-buru dia mengembalikan fokusnya.
Stella duduk di salah satu dahan pohonnya dengan kaki yang menggantung. Dia mengadahkan tangannya ke langit lalu mengarahkannya pada empat vampir yang menyerang Scarlett.
BOOM!
Scarlett tersentak melihat empat vampir di hadapannya tiba-tiba tersambar petir yang membuat tubuh mereka hangus seperti mayat yang dikremasi. Tak mau ambil pusing dengan petir yang nyaris menyambarnya juga, Scarlett mengambil senapannya dan menembaki para vampir secara acak.
Vanessa mundur beberapa langkah hingga punggungnya menyentuh pohon. Di hadapannya kini berdiri seorang vampir wanita yang dulunya pernah mengurusinya hingga tumbuh dewasa.
"Darahmu terlihat sangat segar," ujar wanita itu, Madam Ellie. "Tapi sayang, baumu lebih tercium seperti seekor anjing."
Vanessa menelan ludah dengan susah payah. Dia tidak bisa membunuh vampir di hadapannya ini meski di tangannya sudah ada senapan. Madam Ellie telah diubah menjadi vampir dan ingatannya selama menjadi manusia juga hilang.
"Kenapa kau diam saja? Kau tidak ingin menembakku?"
Vanessa terus bergeming. Mungkin ini saatnya dia menggunakan pusakayang selama ini dipendamnya; mengendalikan emosi seseorang. Dia dapat mengatur bagaimana cara orang memandangnya.
Dahulu kala, Madam Ellie yang melarangnya menggunakan pusakanya yang satu ini sebab itu artinya dia telah melanggar hak asasi manusia untuk berpendapat. Namun, Vanessa terpaksa melakukannya terhadap orang yang melarangnya. Lagipula, Madam Ellie bukan seorang manusia jadi secara teknis, aku tidak melanggar hak asasi manusia, pikirnya.
Vanessa menatap dalam kedua mata Madam Ellie yang sorotan keibuannya telah lenyap entah ke mana. Ingatlah, meski kau sekarang adalah seorang vampir, aku tetaplah keponakanmu, Vanessa mencoba bertelepati dengan alam bawah sadar Madam Ellie.
Sorotan tajam nan bengis yang terpancarkan dari mata Madam Ellie melunak. Namun, kembali menajam yang membuat Vanessa bertanya-tanya.
"Kita memiliki pusaka yang sama rupanya."
Vanessa menoleh ke sumber suara. Gadis beramput pirang itu, geramnya dalam hati. "Kita memang sama, tapi tidak serupa," balasnya.
"Aku tidak bisa memperngaruhimu dan begitupun juga dengan sebaliknya. Percuma saja kita saling melawan satu sama lain," kata Greta, "bagaimana kalau kita menggunakannya sebagai bahan adu kekuatan?" Dia menunjuk Madam Ellie dengan dagunya.
Vanessa dibuat geram olehnya. Dia tidak menerima Madam Ellie dipermainkan seperti itu. Namun, apa yang dikatakan Greta ada benarnya. Jika memang pusaka milik Vanessa diadu dengan milik Greta, mungkin Madam Ellie bisa diselamatkan ... atau tidak.
Ini akan sangat menyakitkan, ucap Vanessa kembali mencoba bertelepati dengan Madam Ellie.
"Baiklah," jawab Vanessa yang disambut senyuman miring milik Greta.
Theo berdiri membelakang Lara seraya menggenggam tangannya begitu Natasha berhasil pulih. Lara hanya diam mematung menatap tangannya. Ini tidak bisa dipercaya, pikirnya.
Natasha melirik tangan Lara yang digenggam Theo, lalu tertawa lepas. "Kau akan memberikannya padaku, bukan? Ayolah Theo, jangan serakah!" tawanya semakin menjadi. "Setelah merebut serumnya, kau juga ingin menghabisinya? Berikan padaku."
"Serum ini miliknya." Theo menggeleng keras. Muak mendengar ocehan adiknya yang berbicara enteng seolah-olah Lara adalah barang. "Dan dia milikku."
Baik Lara, maupun Natasha tercengang mendengar kalimat ambigu yang keluar dari mulut Theo.
Lutut Lara melemas, dia benar-benar ingin lari sekarang juga dan lenyap di dalam pusaran badai katrina. Namun, tangannya dicengkeram kuat oleh Theo.
"Apa maksudmu? Jadi, kau lebih memilih dia dibanding adikmu?" Suara Natasha meninggi tanda bahwa dia tidak menerima.
"Adik?" Theo tertawa miris. "Kau masih menganggapku kakakmu setelah berbohong tentang kematian orangtuamu sendiri?"
Natasha kelabakan. Grant memang berhasil menjatuhkan mental Lara, tetapi dia juga berhasil membongkar kebohongan yang Natasha buat sendiri demi membuat kakaknya berpihak padanya.
"Mulai sekarang, jangan pernah menganggapku sebagai kakakmu lagi!" Hujan es turun mengenai tubuh Natasha saja. Theo beralih menatap Lara. "Lara, sebaik--argh ..."
Lara tersentak melihat Theo yang merintih kesakitan. Dia menoleh pada Natasha yang tersenyum licik dengan kondisi tubuh yang berdarah-darah akibat hujan es.
"Tidak untuk kali ini," geramnya. Lara melepaskan genggaman Theo. Bagaimanapun juga ini adalah hutan; tempat di mana Lara dengan leluasa menggunakan pusaka tumbuhannya.
Lara menarik tangannya ke belakang. Akar-akar pohon muncur dari bawah tanah dan meliliti tubuh Natasha dengan ganas. Mengikatnya ke salah satu pohon. Lara berjalan menghampiri Natasha dan menatap tajam. "Selama ini kupikir kau adalah sahabatku, tetapi dugaanku salah. Kau termasuk ke dalam daftar orang-orang yang selalu menganggapku lemah. Benar kata Grant, aku memanglah seorang pejuang dan seorang pejuang akan selalu berjuang meski harus berjuang sendiri menghadapi beribu-ribu musuhnya."
"Tapi aku tidak sendiri," lanjutnya dengan suara lantang. "Aku bersama orang-orang yang siap berjuang denganku apapun yang terjadi."
"Dan aku termasuk ke dalam orang-orang yang siap berjuang dengannya," sambung Theo. Dia membekukan kembali hati Natasha seperti yang pernah dilakukannya.
Lara melongo dibuatnya. Theo membunuh Natasha untuk kedua kalinya? Sungguh, Lara tidak berniat membunuh Natasha sama sekali. Dia hanya ingin membuatnya jera dengan mengikat tubuhnya di pohon.
Menyadari bahwa Lara menatapnya, Theo mengalihkan pandangannya ke bawah. "Hatinya memang sudah membeku sejak dia lahir." []
Kenza bayangin Lara ala² Leyla di film Sky High itu loh...
AND HEY, Y'ALL GOT THEO BACK!
#RIPNatashaDelovo (again)
- Kenza👣
KAMU SEDANG MEMBACA
Mystique Forest
Science Fiction[SUDAH DITERBITKAN] Di masa depan, teknologi semakin maju. Para ilmuwan menciptakan penemuan baru yang barangkali dinilai mustahil oleh peradaban manusia terdahulu. Salah satunya adalah manusia yang dapat hidup berdampingan dengan makhluk penghisap...