Scarlett menahan nafasnya yang memburu. Dari jarak sejauh ini pun dia masih dapat mencium bau darah Lara yang menyeruak di hidungnya. Dengan langkah yang terseret-seret seraya memegangi keningnya yang terasa pening, dia menyenderkan tubuhnya pada salah satu akar pohon yang besar setelah berlari lumayan jauh dari tempat Lara dan yang lainnya.
Aneh, Scarlett tidak pernah merasa nafasnya sesesak ini. Dia bahkan bisa saja tidak perlu bernafas sebab paru-paru--dan organ tubuhnya yang lain--juga tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Kepalanya juga terasa nyeri, sebelumnya dia tidak pernah merasa pusing layaknya seorang manusia biasa.
Atau jangan-jangan aku akan berubah menjadi manusia? pikir Scarlett dengan kalut. Terdengar tidak mungkin, tetapi siapa yang tahu apa yang akan terjadi di alam yang sulit ditebak ini, bukan?
Seandainya Scarlett berubah menjadi manusia pun dia akan sangat bersyukur karena itu artinya dia tidak akan hidup selamanya di dunia ini. Usianya tidak akan mencapai hingga ribuan tahun. Mungkin hanya beberapa tahun lagi.
Apapun yang terjadi, Scarlett sudah siap mati. Toh, dia juga hidup sebatang kara di sini. Tidak ada orang yang akan menangisi kepergiannya atau setidaknya tidak akan merugikan banyak orang.
"Akhirnya aku menemukanmu,"
Suara seorang cowok sontak membuat Scarlett terkejut. Seandainya jantungnya masih berfungsi, mungkin kini sudah lompat dari tubuhnya karena berdetak terlalu cepat.
"Hugo?" senyuman miring terukir pada wajah Scarlett yang pucat.
Hugo berjalan menghampiri Scarlett dan ikut bergabung menyenderkan punggungnya pada pohon. Bahu mereka pun saling bersentuhan. Scarlett merasakan panas dari tubuh Hugo yang membuatnya merasa nyaman, sedangkan Hugo kebalikannya; dia sedikit terkejut mendapati tubuh Scarlett sedingin ini.
Scarlett hendak menoleh ke arah Hugo, tetapi dia menahannya dan memilih hanya menatap ke depannya. Memandangi pohon-pohon di sekitarnya yang dia rasa memiliki daya tarik sendiri.
"Jadi, kenapa kau kabur?"
Kabur? Scarlett menggigit bibir bawahnya agar tidak tertawa menanggapi pertanyaan Hugo.
"Kenapa? Ada yang lucu?"
Scarlett sempat menoleh pada Hugo sekilas, lalu menggeleng. "Aku tidak kabur, aku hanya pergi untuk sesaat. Menghindari hal terburuk yang mungkin akan terjadi." jawabnya seraya menundukkan kepala.
Hugo mengangguk paham. Sebenarnya dia tahu alasan Scarlett, dia hanya mencari topik pembicaraan. Entah untuk apa.
Tentu saja Hugo melihat dengan jelas bagaimana tubuh Lara terkapar di tanah dengan hidung yang berdarah. Begitu melihat darahnya, pikirannya langsung tertuju pada Scarlett yang berdiri membelakangi.
Dan, Hugo juga melihat dengan jelas bagaimana ekspresi wajah Scarlett yang biasanya tenang begitu ada masalah. Wajahnya mengeras dan dia terlihat seperti menahan rasa sakit. Tak lama kemudian, Scarlett berlari dengan cepat tanpa menarik perhatian seorang pun dari "tim" mereka yang tengah fokus pada Lara.
Tak seorang pun ... kecuali dirinya sendiri yang berhasil mengejar Scarlett hingga kemari.
"Bantu aku mengalihkan perhatianku, kumohon," ujar Scarlett tiba-tiba. Suaranya bahkan terdengar seperti rengekan anak kecil.
Hugo berpikir keras, dia membuang muka ke arah yang berlawanan Scarlett. "Seandainya kau terlahir menjadi seorang manusia ... pusaka jenis apa yang ingin kau miliki?" tanya Hugo yang kini menatap mata biru milik Scarlett. Jarak wajah mereka hanya beberapa centimeter.
Hugo tersenyum dalam hati melihat wajah tenang yang terpancar pada Scarlett.
Kini Scarlett yang membuang muka. Dia menatap langit, pikirannya tengah menjelajahi cakrawala. Seandainya aku terlahir sebagai seorang manusia, aku ingin memiliki pusaka ...
"Mengendalikan cuaca."
"Seperti Nico?"
Scarlett mengangguk mantap. "Seperti Nico." ulangnya
"Kenapa?"
"Rasanya menyenangkan dapat mengendalikan cuaca. Kau tahu, cuaca sangat berpengaruh pada kehidupan manusia, apalagi dengan keadaan iklim di dunia yang tidak mengenal musim lagi," kata Scarlett.
"Misalnya, kau memiliki acara penting yang kau tunggu-tunggu pada esok hari, namun semuanya harus batal karena keesokan harinya turun hujan atau yang paling fatalnya terjadi badai." lanjutnya, Scarlett memandangi langit yang mendung yang diikuti Hugo. Pasti keadaan seseorang yang dapat mengendalikan cuaca sedang tidak baik, pikir Scarlett menebak-nebak.
Nico!
Hugo berhasil mengalihkan perhatian Scarlett, tetapi pikirannya kembali pada Lara. Menyadari perubahan pada wajah Scarlett membuat Nico buru-buru mencari topik pembicaraan lainnya.
"Kau tidak ingat bertanya bagaimana denganku?" pancing Hugo, berharap umpannya diterima dengan baik oleh Scarlett.
Scarlett menoleh. "Maksudmu?"
"Kau tidak ingin tahu pusaka jenis apa yang ingin kumiliki?" Hugo memperjelas pertanyaannya.
"Memangnya kau tidak memiliki pusaka?" Scarlett menaikan sebelah alisnya.
"Kau pikir?" Hugo malah bertanya balik sembari memaikan ranting pohon di sekitarnya. "Menjadi seorang werewolf rasanya adalah sebuah kutukan."
Scarlett menggeleng keras. "Aku yang seharusnya mengatakan itu! Vampir adalah sebuah kutukan."
"Menurutmu, apakah nyaman berubah-ubah menjadi hewan, lalu kembali menjadi manusia, kemudian hewan lagi? Rasanya aku lebih seperti seorang siluman." Hugo menghela napas lega. Akhirnya dia dapat mengutarakan apa yang selama ini dirasakannya.
Scarlett memutar kedua bola matanya. "Menurutmu, bagaimana rasanya menahan rasa haus ketika berhadapan dengan temanmu atau bahkan ketika kau berada di sekitar banyak orang? Yang lebih parahnya adalah ketika cairan merah yang terlihat menggiurkan mengalir di kulit tipis mereka yang sangat rapuh."
Sial, Scarlett malah semakin terbayang-bayang Lara.
Hugo menelan ludah mendengar kalimat yang dilontarkan Scarlett. Dalam hati dia bersyukur darah yang mengalir di tubuhnya bukanlah jenis darah yang menggiurkan bagi Scarlett.
Scarlett sendiri tengah memandangi pohon-pohon di sekitarnya yang dia pikir memiliki daya tariknya sendiri. Berbeda dari biasanya; dedaunan di pohon-pohon itu seperti tidak terpengaruh oleh gaya gravitasi. Sesuatu yang memiliki kemampuan layaknya sebuah medan magnet berhasil menarik dedaunan hingga ke arah utara. Kalau akar pohonnya tidak tertancap pada tanah, mungkin hutan ini akan menjadi gundul.
Kemudian, Scarlett merasa kepalanya pening. Hugo menepuk-nepuk bahunya pelan agar kesadaran Scarlett kembali.
Scarlett mengerjapkan matanya, lalu dia menatap Hugo tajam.
"Beritahu mereka bahwa kita sudah sampai di Mystique Forest!"
***
HOLA A TODOS, KENZA IS BACK!!!
Maaf juga buat para Lareo shipper yang digantung, chapter ini fokus sama Scargo. (Nick Robinson as Hugo anyway, fotonya di mulmed ga nyambung sih tapi yaudah lah ya).
"THEO KENAPA SIH, THOR?"
HAHAHAHAHA lagian nanyanya ke Thor. Yang nulis kan Kenza, bukan Thor.
Krik.
Krik.
Krik.
Theo enaknya diapain ya hm? /plak/
- Kenza Januzaj 👣
![](https://img.wattpad.com/cover/73183257-288-k728963.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Mystique Forest
Science-Fiction[SUDAH DITERBITKAN] Di masa depan, teknologi semakin maju. Para ilmuwan menciptakan penemuan baru yang barangkali dinilai mustahil oleh peradaban manusia terdahulu. Salah satunya adalah manusia yang dapat hidup berdampingan dengan makhluk penghisap...