"Dan, mereka membawaku ke sini. Karena bukan werewolf, aku menjadi vampire hunter." tutur Stella mengakhiri kisahnya yang tragis.
Alis Lara berkerut. "Lalu, kenapa pantai itu dinamakan Pantai Stellian?"
"Entahlah," Stella mengangkat bahunya tidak tahu. "mereka pikir aku telah menyelamatkan nyawa seorang anak kecil sehingga aku mengorbankan diriku sendiri. Padahal jelas-jelas aku yang kehilangan ibuku," lanjutnya seraya menundukan kepala. "Doesn't make sense."
Lara mengangguk setuju. Ini semua terasa tidak masuk akal. Bagaimana mungkin pantai itu dinamakan Pantai Stellian sedangkan Stella sendiri saat itu berada di Jembatan Holobridge yang letaknya lumayan jauh dari Pantai Stellian, pikir Lara. "Lalu, apa yang kau lakukan di sini selama empat tahun terakhir?"
Stella menyenderkan punggungnya pada pagar pembatas. "Aku berlatih menjadi vampire hunter," jawabnya. "Aku diajarkan banyak hal termasuk bela diri oleh Madam Ellie, beliau adalah ibu angkat kami semua."
"Madam Ellie? Aku ingin bertemu dengannya!" sahut Lara dengan antusias, dia penasaran pada sosok Madam Ellie yang berhasil membuat gadis feminin seperti Stella berubah menjadi badass girl seperti ini dalam kurun waktu empat tahun.
Stella menatap Lara nanar. "Madam Ellie telah pergi seminggu yang lalu,"
"Kenapa? Maskudku, apakah dia sakit atau me—"
"Dibunuh pasukan pengaman," Stella tersenyum miris, Lara dapat melihat kesedihan yang dalam tersirat dari matanya. "Beberapa pasukan pengaman datang ke wilayah hutan dan kami rasa itu mengganggu. Maksudku, mereka vampir. Kau mengerti, 'kan?"
Lara mengangguk mengerti, menunggu penjelasan Stella berikutnya.
"Lalu saat Madam Ellie mencoba berdamai dengan mereka, seseorang menembaknya dan ya ... kau tau apa yang selanjutnya terjadi."
Sebenarnya masih banyak hal yang Lara ingin ketahui, tetapi melihat mata Stella berlinangan air mata lagi membuatnya enggan untuk bertanya lebih lanjut. Yang diketahuinya saat ini adalah fakta sebenarnya bahwa Stella tidak mati karena tenggelam dan Bibi Carissa juga tidak mati karena depresi lalu bunuh diri.
***
Scarlett menatap kosong ke arah depan. Pikirannya melalang buana. Selanjutnya apa? Dia terjebak di dalam sarang serigala yang baunya menyeruak hidungnya dan tidak ada yang mengerti posisinya, termasuk Lara sekalipun; orang yang paling dikenalnya di sini.
Scarlett menoleh ke belakangnya begitu mendengar sesuatu yang jatuh. Salah satu werewolf yang terkena peluru nyasarnya sedang berusaha mengambil sesuatu dari lemari gantung yang lumayan tinggi. Dia bisa mengambil dengan mudah tapi tidak dengan kaki pincangnya, pikir Scarlett. Dia membantu werewolf itu mengambilnya, ternyata sebuah matras yang lumayan berat. Namun, Scarlett tidak merasa kesulitan sedikit pun.
"Trims," kata werewolf itu dengan canggung.
"Yeah," balas Scarlett tak kalah canggung, sungguh hidungnya merasa tidak nyaman sekali, tetapi dia mencoba mengabaikannya. "Maaf untuk kemarin, aku tidak bermaksud menembakmu."
Werewolf itu mengangguk. "Namaku Hugo," dia menjulurkan tangannya. "Hugo Volkovo."
Scarlett membalas jabatannya dengan ragu. "Scarlett Allen."
Hugo duduk di tempat Scarlett duduk dan dengan perasaan canggung bercampur bingung, Scarlett ikut duduk di sampingnya tapi tetap menjaga jarak. Matras yang diambilnya jatuh tergeletak di hadapannya.
"Matras itu ... untuk apa?" tanyanya, sekadar untuk berbasa-basi.
Hugo melihat matras itu, kemudian menatap Scarlett. "Untuk latihan para werewolf di sana," dia menunjuk sekumpulan werewolf yang sedang berlatih ketangkasan tak jauh dari tempatnya duduk. Theo dan Nico juga ikut berlatih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mystique Forest
Science Fiction[SUDAH DITERBITKAN] Di masa depan, teknologi semakin maju. Para ilmuwan menciptakan penemuan baru yang barangkali dinilai mustahil oleh peradaban manusia terdahulu. Salah satunya adalah manusia yang dapat hidup berdampingan dengan makhluk penghisap...