for the ones who dream of stranger worlds,
take my hand
***
Jika ada sesuatu yang Suri cintai setengah mati di dunia ini, itu pasti adalah ranjangnya. Ukurannya besar, membuat Suri bisa bergulingan kesana-kemari sepanjang malam tanpa harus khawatir terjatuh—meski pernah juga sekali-dua kali dia harus mengerang kesakitan di malam buta karena cara tidurnya yang sangat hiperaktif. Seprei pelapisnya begitu halus, dipenuhi oleh berbagai warna khas bunga musim semi yang sangat girly. Jangan lupakan juga posisinya yang berada di dekat jendela, dimana Suri bisa menghirup aroma petrichor setiap hujan turun, atau merasakan hangat matahari membakar wajahnya.
Seperti saat ini.
Eh, tunggu. Apa tadi? Panas matahari?!
Secepat kilat, kedua mata Suri yang terpejam langsung terbuka. Dari sela gorden, terlihat matahari di luar sana sudah meninggi. Cahayanya yang hangat mampu menerobos celah, menciptakan garis terang dalam kamar Suri yang gelap—cahaya itu juga yang tadi mengenai wajahnya. Suri melirik pada satu arah, langsung melotot panik saat melihat angka yang ditunjukkan oleh jam digital di atas nakas samping tempat tidurnya.
Ini sudah jam 6.30 pagi.
Kurang dramatis? Oke. Biar Suri mengulangi.
INI SUDAH JAM 6.30 PAGI DAN SEKOLAHNYA DIMULAI PUKUL TUJUH TEPAT!!!
Dengan histeris, Suri berlari keluar kamar, hanya untuk berhenti bingung di depan tiga pintu yang tertutup di lantai bawah. Meski serupa, tiga pintu itu tak sama. Pintu yang pertama adalah pintu kamar Chandra—kakak tertuanya. Pintu kamar Chandra tertempeli oleh berbagai macam sticker dari sejumlah klab malam ternama hingga hiasan-hiasan gantung yang dibelinya saat dia pergi ke luar negeri. Sekali lihat, siapapun bisa menyimpulkan jika Chandra adalah pribadi super gaul khas anak-anak hits ibukota. Pintu kedua adalah pintu kamar Calvin—kakak keduanya. Pintu kamar Calvin tidak seramai pintu kamar Chandra meski banyak ditempeli oleh berbagai bentuk yang berkaitan dengan organisasi pencinta alam hingga sticker departemen dan himpunan mahasiswa yang pernah dia pimpin. Dari tampilan pintu kamarnya, sudah bisa tertebak jika Calvin adalah mahasiswa organisatoris super aktif dengan indeks prestasi setinggi langit. Sedangkan pintu ketiga adalah pintu kamar Cetta—kakak ketiganya. Pintu kamar itu bersih. Hanya ada satu tanda tergantung di muka pintu dalam huruf yang semuanya kapital;
DILARANG MASUK TANPA IZIN
(kecuali Suri)
Berpikir sebentar, akhirnya Suri memutuskan mendorong pintu kamar Chandra keras-keras, tak lupa ditingkahi teriakan.
"ABANG!!! AKU TELAT!! KOK NGGAK DIBANGUNIN—" ucapan Suri tidak terteruskan, karena gadis itu keburu dibuat tertegun saat melihat apa yang ada di hadapannya. Chandra terlonjak dari tempat tidur, membuat selimutnya turun hingga ke perut. Di sampingnya, seorang gadis yang Suri duga kuat tidak sedang mengenakan pakaian terbaring, menggeliat karena terganggu oleh suara teriakannya yang mampu mengalahkan suara toa masjid.
"Suri!" Chandra berseru tertahan, sementara Suri langsung memalingkan muka untuk menghindari zinah mata—bukan, bukan zinah mata karena melihat perut kotak-kotak milik abang tertuanya, tapi zinah mata karena melihat potongan adegan film porno yang kini terjadi nyata di depan matanya. "—kamu kenapa nggak ketok dulu?" Chandra merendahkan suaranya dengan salah tingkah.
"Lagian, abang kenapa bawa cewek lagi ke rumah?!!" Suri mendesis keras, matanya menyipit sebal. Dia sudah pasti akan mengomeli Chandra dengan penuh semangat jika dia tidak ingat dia hanya punya kurang dari tiga puluh menit untuk muncul di sekolah tanpa terlambat, jadi gadis itu hanya menunjuk kakak tertuanya dengan wajah penuh mengancam. "Awas! Pokoknya hari ini abang nggak boleh kemana-mana! Kita harus ngomong begitu aku pulang sekolah! Kalau abang kabur, aku aduin abang ke Ayah biar sekalian abang dikirim ke Zimbabwe!!"
KAMU SEDANG MEMBACA
NOIR
FantasyBook One - Noir [Completed] Book Two - Noir : Tale of Black and White [Completed]