Udara malam masih menyisakan lembab sisa hujan deras yang mengguyur tiba-tiba sepanjang sore. Jalanan sepi dan tidak sehidup seperti ketika waktu siang meski hingga tengah malam, tetap saja ada cukup banyak kendaraan yang berlalu-lalang di jalan protokol ibukota. Suasana tak seriuh biasanya karena tak ada kemacetan yang menjadi sumber dari paduan suara beragam klakson. Dari puncak sebuah gedung setinggi tiga puluh lima lantai, Sombre dan Nael berdiri di tepinya, menatap langsung pada kumpulan manusia dan benda-benda mortal yang semungil semut karena selisih ketinggian yang besar. Pakaian mereka yang hitam membuat mereka tersamar dalam kelamnya malam. Angin bertiup, mengacak rambut gelap yang jatuh di atas dahi secerah porselen.
"Kamu masih saja muram."
Nael tidak menjawab ucapan Sombre.
"Kenapa?"
Nael masih tak berkata apa-apa.
"Sepertinya besok aku harus membawamu ke dokter THT."
Nael menoleh, menatap Sombre dengan pandangan kesal. "Sebenarnya, apa mau kamu?"
"Aku tidak mengerti apa maksudmu, Noir. Tolong jangan pakai kode-kodean karena kita bukan anak pramuka."
Nael berdecak. "Na-El. Bukan Noir."
"Aku lebih suka Noir. Na-El terdengar seperti nama saudara jauh Superman buatku."
"Terserah kamu." Nael membalas sebal, menyerah mendebat Sombre. "Tadi kamu bilang aku harus diam, menatap langit dan menghayati cahaya bintang. Sekarang saat aku diam, kamu justru bertanya kenapa aku diam."
Sombre nyengir. "Kamu itu sensitif banget. Yah, aku memang bilang begitu. Tapi sudah empat jam kamu terus-terusan diam sambil mendongak menatap langit. Kalau kamu sampai sakit leher, bisa kacau dunia kita. Kamu tau sendiri di tempatku tidak ada layanan pijat refleksi."
"Iblis tidak bisa sakit leher."
"Kata siapa?"
"Kataku. Baru saja."
Sombre mencibir. "Aku adalah bukti nyata kalau iblis juga bisa sakit leher. Aku pernah sakit leher dulu, karena selama empat puluh hari penuh aku duduk tanpa bergerak."
"Untuk apa?"
"Menamatkan serial kartun Doraemon dari episode pertama sampai episode 1.787."
Nael melotot. "Dan kamu tidak mendapat hukuman karena sudah melalaikan tugasmu?"
"Aku menghibahkan semua tugasku pada Ernest. Sang Pencipta tentu tau, karena Dia itu memang Maha Tau. Tapi Dia tidak memberi reaksi apa pun. Jadi aku anggap dia setuju bahwa menonton Doraemon jauh lebih penting daripada menyelesaikan pendataan tentang jiwa-jiwa yang akan terlahir dan jiwa-jiwa yang akan ditarik kembali ke atas."
"Kamu punya terlalu banyak keistimewaan."
"Aku memang istimewa. Seperti martabak dengan telur triple."
"Tidak lucu."
"Memang tidak sedang melucu." Sombre menyahut pongah. "Kamu mau dengar ceritaku soal tukang pijat manusia yang kudatangi untuk menyembuhkan leherku?"
"Tidak."
"Dia itu seorang laki-laki setengah baya."
"Sudah kubilang, aku tidak mau dengar."
"Ternyata, dia lelaki nakal."
"Apa maksudmu?!"
"Tadi katamu, kamu tidak mau dengar."
"Sekarang sudah berbeda." Nael jadi sewot. "Kenapa dengan laki-laki itu?"
"Dia meraba-raba tubuhku di tempat yang tidak seharusnya. Jadi, aku memberinya sedikit pelajaran."
KAMU SEDANG MEMBACA
NOIR
FantasyBook One - Noir [Completed] Book Two - Noir : Tale of Black and White [Completed]