#22

124K 12.6K 2K
                                    

"Kamu kelihatannya happy banget? Kenapa?"

Pertanyaan Mami langsung menyambut Sergio sesaat setelah cowok itu melangkahkan kakinya masuk ke ruang tengah, tempat Mami sedang duduk di sofa sambil menonton televisi. Sergio mengedikkan bahu, balik menatap ibunya dan justru bertanya.

"Maksud Mami?"

Mami berdecak karena anak bungsunya bertanya sambil masih cengengesan tanpa sadar. "Muka kamu itu. Nggak pernah berhenti senyum dari tadi."

"Oh. Nggak apa-apa."

"Habis dapat makan siang gratis?"

"Nggak."

"Habis dapat surat cinta dari adik tingkat?"

"Nggak juga."

"Atau... kamu lagi jatuh cinta, ya?"

Sergio melotot, lalu mendengus cepat. Kelewat cepat, sehingga Mami langsung tahu jika itu memang penyebabnya. "Siapa yang jatuh cinta? Nggak, kok."

Mami meletakkan majalah yang sejak tadi berada di pangkuannya ke atas meja. "Siapa sih ceweknya?"

"Cuma teman." Sergio menyahut salah tingkah. "By the way, Kak Bas mana, Mi? Nggak mungkin dia belum pulang jam segini."

"Tadi sih di dapur. Katanya mau bikin kopi."

"Oh."

"Eh ya, Mami boleh nanya nggak?" Suara Mami tiba-tiba berubah jadi lebih rendah. "Suri sama Bas lagi berantem ya? Soalnya kayaknya dari kemarin-kemarin Bas nggak nelepon Suri dan nggak ngomongin anak itu. Padahal biasanya juga nggak bisa berhenti ngomongin Suri di depan Mami. Waktu Mami tanya, kakak kamu malah sensi banget jawabnya, kayak beruang grizzly abis lahiran. Mereka emang berantem?"

"Hm... iya."

"Kok bisa?"

"Ceritanya panjang, Mi."

"Mami bisa dengerin, kok."

"Tapi aku yang nggak punya waktu buat cerita. Lagian ini urusan percintaannya Kak Bas. Mami tanya aja langsung sama dia."

"Aduh, Gio, itu sih sama aja kamu nyuruh Mami bunuh diri."

Sergio justru tertawa kecil. "Mami lebay."

"Mami serius, loh. Sebenarnya normal aja kalau mereka berantem, toh namanya juga dua kepala yang berbeda pikiran, prioritas dan pendapat. Cuma, Mami nggak mau kalau mereka sampai putus."

"Nggak bakal, Mi. Kalau mereka sampai putus, itu alamat Kak Bas bakal terjun dari puncak Monas."

"Gio!" Mami berseru memperingatkan, yang membuat Sergio meringis.

"Aku ke belakang dulu, Mi." ujarnya sambil berlalu ke dapur.

Sesuai kata-kata Mami, Sebastian memang berada di dapur. Laki-laki itu masih mengenakan kemeja kerjanya, meski kancing teratas kemeja itu sudah dibuka dan dasinya sudah dilonggarkan. Rambutnya jauh lebih berantakan dari biasanya. Sebastian tengah menatap pada udara kosong sambil menyendok gula dari dalam setoples sebelum memasukkan gula tersebut ke dalam cangkir keramik yang masih mengepulkan asap.

Sergio mengernyit heran, sengaja tidak mengatakan apa pun dan justru memiringkan wajah mengamati tingkah-laku kakaknya. Terakhir kali Sergio melihat Sebastian seperti ini adalah bertahun-tahun lalu, tepatnya sesaat setelah hubungan Sebastian dan Cathleena berakhir. Menyaksikannya terulang lagi sekarang, Sergio justru merasa khawatir. Apalagi saat Sebastian tak kunjung menyadari kehadirannya dan mengangkat cangkirnya masih dengan mata menatap hampa pada udara kosong. Sepasang bibirnya menjepit tepi gelas, mengambil satu seruput dari cairan panas dalam cangkir untuk kemudian terbatuk-batuk.

NOIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang