Hari ini, Suri pergi ke kampus diantar Cetta, meski satu-satunya kelas yang harus dihadiri oleh kakak ketiganya itu baru akan dimulai menjelang jam tiga sore nanti. Ayah sibuk karena sudah punya janji pergi ke pasar burung bersama Opa Harjo. Laki-laki itu kelihatannya punya hobi baru dan berminat mengadopsi seekor beo cantik seperti Opa Harjo—walau buat Ayah, Beyi akan selalu jadi beo paling cantik di komplek perumahan tempat mereka tinggal. Calvin yang bertugas menjemput Suri saat jam kuliahnya sudah selesai sekaligus mengajaknya makan siang bersama Khansa nanti sudah pergi ke kantornya sebelum jam setengah tujh pagi. Chandra kembali sibuk di studio, konon berencana melakukan konser tunggal pertamanya setelah sekian tahun berkecimpung dalam dunia hiburan Indonesia, baik secara maya maupun nyata.
Jangan tanya Sebastian, karena situasi diantara laki-laki itu dan Suri sedang tidak memungkinkan baginya mengantar Suri seperti biasa.
"Jangan cemberut terus dong, Cantiknya Abang." Cetta berujar sesaat setelah menghentikan mobilnya di pelataran parkir gedung fakultas kampus Suri. "Abang nggak suka lihatnya."
"Kalau aku cengengesan terus, nanti aku dikira gila."
"Kalau kamu cemberut terus, seisi dunia bisa tau kamu lagi berantem sama pacar kamu."
"Aku nggak berantem!" Suri membantah. "Dianya aja yang cemburu buta."
"Cemburu itu tandanya sayang, Culi."
"Abang kenapa, sih?" Suri menyipitkan matanya, menatap pada Cetta dengan penuh selidik. "Abis kebentur tembok atau gimana? Kayaknya abang ngebelain Tian. Bukannya abang justru senang aku berantem sama Sebastian?"
"Abang senang."
Suri cemberut. "Jahat."
"Tapi kamu ngomong seolah-olah cemburu itu salah. Padahal kenyataannya nggak."
Suri mengernyit, lalu sebuah kesadaran menghantam benaknya. "Abang... lagi berantem sama Kak Rana ya?"
"Abang nggak berantem!" Kini giliran Cetta yang membantah. "Kak Rananya aja yang nggak bisa ngehargai perasaan abang."
"Maksudnya?"
"Kak Rana pergi jalan sama temen sekampusnya."
"Kan cuma teman, abang."
"Cuma teman yang sudah lama memendam rasa sama Kak Rana."
"Idih, abang kayak bintang sinetron yang gagal jadi bintang sinetron. Kenapa kemaren-kemaren pas dicasting sama Punjabi Brothers abang sok-sok-an nolak?"
"Culi,"
"Cuma jalan-jalan doang, abang. Buktinya Kak Rana pacarannya juga sama abang, bukan sama temannya itu."
Cetta terdiam.
"Lagian, abang juga kalau foto endorse suka rangkul-rangkul nggak jelas."
"Itu dulu, Culi."
"Mending jalan doang, daripada rangkul nggak jelas."
"Kamu belain Kak Rana?"
"Aku perempuan. Kak Rana perempuan. Jelas aku belain Kak Rana. Cemburu buta itu nggak baik, tau. Lihat aja sekarang aku marah sama Tian. Terus Kak Rana juga pasti marah sama abang, iya kan?"
"Nggak. Abang yang marah sama Kak Rana."
"Yakin? Awas aja kalau nanti abang yang minta maaf duluan."
"Nggak akan terjadi."
"Sekali pun abang harus kehilangan Kak Rana?"
Cetta melengos.
KAMU SEDANG MEMBACA
NOIR
FantasyBook One - Noir [Completed] Book Two - Noir : Tale of Black and White [Completed]