dua puluh lima

153K 17K 1.9K
                                    

Awalnya, Sebastian menolak membiarkan Suri pergi berdua dengan Zoei menuju salah satu sudut di pelataran depan rumah sakit karena menurutnya Zoei dan Nael adalah orang-orang asing berpakaian aneh. Tetapi setelah Suri meyakinkan jika Zoei tidak berniat buruk, cowok itu pun akhirnya terima-terima saja ditinggal berdua dengan Nael—juga Ezra, meski Suri tidak memberitahunya sebab Sebastian akan langsung kalap jika dia tahu ada hantu yang diam-diam melayang di dekatnya. Suri mencoba bersikap ramah pada Zoei, si anak batagor—eh maksudnya, Belphegor, tapi Zoei terlalu serius untuk diajak bercanda. Berbeda jauh dengan Nael.

"Kamu mau ngomongin apa?" Suri langsung bertanya begitu dirinya dan Zoei telah berada agak jauh dari Sebastian, Nael juga Ezra. "Btw, kok Tian bisa lihat kalian, sih?"

"Biar kamu tidak repot cari alasan. Makhluk mortal itu pasti akan menganggap kamu gila kalau kamu tiba-tiba bercakap-cakap dengan sesuatu yang tidak tampak."

"Duh. Gue berasa kayak masuk ke sinetron." Suri mendengus pelan. "Tapi kalian perhatian banget, sih? Nggak nyangka, deh. Bukannya di film-film, iblis tuh biasanya jahat?"

"Iblis adalah malaikat yang menolak kemunafikan. Kami terhukum karena kami memilih menjadi diri kami yang sebenarnya. Tanpa kepura-puraan hanya untuk menyenangkan Sang Pencipta."

"Pusing banget. Neraka kan nggak enak?"

"Mungkin."

"Terus kenapa mau masuk neraka hanya untuk jadi diri sendiri?"

"Karena kami ada sebagai kami. Jika kami menyalahi jati diri kami, itu membuat kami bukan kami. Dengan kata lain, eksistensi kami jadi tanpa arti. Tidak ada yang lebih sia-sia selain keberadaan tanpa tujuan. Seperti ada, tapi tak punya maksud untuk apa. Kamu tahu, rasanya seperti cangkang kosong tanpa guna."

"Aku nggak ngerti."

Untuk pertama kalinya, satu ulas senyum tipis Zoei tertarik. "Dunia immortal memang bukan sesuatu yang bisa dimengerti makhluk mortal. Kamu adalah salah satunya."

"Iya, sih. Tapi kan nggak enak. Dalam film, pasti iblis selalu disalahkan sebagai penyebab kejahatan. Kalian selalu jadi yang antagonis. Biasanya."

"Menjadi antagonis adalah sebuah kehormatan."

"Hm, gimana bisa?"

"Karena antagonis selalu punya visi. Dia punya pandangan tentang bentuk dunia ideal menurutnya. Sedangkan pahlawan? Mereka tidak punya visi apapun. Tidak punya bayangan ideal tentang bagaimana dunia harus terbentuk. Mereka mengikuti dogma, menganggap melawan arus adalah tindak kriminal. Tugas mereka hanya satu, menghentikan antagonis. Cukup sampai disana."

"Kamu lebih pintar dari guru sejarah aku."

Zoei tertawa. Tidak keras. Tapi membuat Suri tercengang. Begitupun dengan Nael yang memperhatikan di kejauhan. Sebab, Zoei bukan tipikal iblis yang mudah tertawa. Dia memandang segala sesuatu dengan skeptis, tidak jauh beda dengan Belphegor, ayahnya yang lambang dari dosa Kemalasan.

"Kamu adalah makhluk mortal paling menarik yang pernah kutemui." Zoei berkata jujur. "Sayang, kamu meletakkan diri kamu sendiri dalam bahaya karena telah melampaui batas."

"Maksudnya?"

"Nael sudah bicara dua kali dengan kamu. Dalam dunia mortal. Juga dalam dunia mimpi. Kamu masih tidak mengerti?"

Suri menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Kalau kata Abang Calvin, aku emang sedikit lemot. Apalagi kalau penjelasannya ribet. Jangankan omongan Nael, aku aja masih nggak ngerti kenapa Soekarno-Hatta diculik ke Rengasdengklok. Sama bingung, Sukarni itu adiknya Soekarno atau Soeharto."

NOIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang