#33

126K 11.1K 3.3K
                                    

Awalnya, Chandra dan kedua adiknya berniat merayakan ulang tahun Suri dengan kejutan tersendiri yang telah mereka siapkan begitu mereka tiba di rumah. Namun sayangnya, niat itu tidak bisa terealisasi karena Ayah sudah punya rencana sendiri. Membantah juga tidak berguna, sebab Ayah sudah mengatur rencananya bersama Siena, Khansa dan Rana—yang mana hanya dengan pelototan dari tiga cewek itu saja sudah mampu membuat ketiga kakak laki-laki Suri terkencing-kencing.

"Kalau Ayah ingat-ingat lagi, sejak Bunda meninggal, kita belum pernah merayakan hari ulang tahun anggota keluarga di rumah ini sesuai tradisi." Adalah apa yang Ayah katakan untuk membuka briefing pertama mereka pagi itu. Mereka memang memilih untuk pulang bersama-sama ke rumah keluarga Suri setelah selesai membereskan segala urusan di hotel. Kebetulan, Sebastian, Sergio dan Nadine juga ikut serta.

"Maksud Ayah... acara itu?"

"Iya. Acara itu?"

"Acara itu?" Rana menyela dengan wajah yang diwarnai oleh rasa penasaran. "Acara apa? Dimi, kok kamu nggak pernah cerita sama aku?"

Cetta meringis. "Kamu nggak pernah nanya."

Ayah berdeham. "Acara ini adalah acara tradisi Keluarga Wiraatmaja setiap ada yang berulang tahun. Selama hampir dua setengah tahun ini, tradisi itu nggak lagi dilakukan. Lebih tepatnya, perayaan ulang tahun yang kayak gitu berhenti sesaat setelah Bundanya Suri dan abang-abangnya nggak ada. Sekarang, Ayah kepikiran buat merayakan ulang tahun Suri dengan itu."

"Kirain Ayah berencana ngasih surprise pake kue ulang tahun kayak biasanya."

"Iya. Tadinya begitu. Sampai kemudian semalam Ayah dapat kabar kalau tiga anak Ayah nggak bisa menjaga adik perempuannya dengan baik." Ayah menyindir, membuat tiga anak laki-lakinya langsung terbatuk. "Ayah jadi berpikir, setelah semua keteledoran kalian dan gimana kalian bikin Suri terjebak dalam bahaya di venue konser, Ayah mau merayakan ulang tahun Suri dengan istimewa."

"Idih, curang." Cetta mencibir. "Bulan-bulan kemarin, waktu aku ulang tahun, Ayah ngerayainnya biasa banget. Boro-boro ngasih kue, ngasih ucapan selamat aja masih lewat LINE."

"Soalnya kamu biasa aja, nggak istimewa kayak Suri."

Cetta kontan tercekat dan ekspresi wajahnya berubah pahit. Cowok itu kontan tertunduk. Jika diilustrasikan, mungkin sekarang sudah ada gulungan awan hitam berkumpul di atas kepalanya.

Ayah terkekeh. "Cuma bercanda, Dimitrio."

"Candaan Ayah nggak lucu." Cetta mengomel. "Jujur aja, Ayah sebetulnya nggak berniat bercanda, kan? Ayah sebetulnya emang nggak pernah menganggap aku istimewa, kan?"

"Mulai baper." Rana bergumam sambil memutar bola matanya, membuat Cetta langsung menyipitkan mata pada gadis itu.

"Kamu juga! Kamu belain Ayah karena Ayah lebih ganteng dari aku?"

"Mau dunia berhenti berputar juga nggak akan mengubah fakta kalau Ayah lebih ganteng dari kamu, Dimi."

Cetta melipat tangan di dada. "Kalian semua jahat!"

"Lebay amat elah, Ndro." Chandra berdecak. "Tapi lo emang nggak istimewa, karena lo bukan martabak dan lo juga bukan Cherrybelle."

"Garing." Cetta mendelik.

"Kriuk-kriuk." Calvin menimpali, lalu tertawa sendiri sebelum dia dibikin kicep tatkala Khansa menyikut rusuknya dengan keras.

"By the way, aku masih kepo sama tradisinya." Rana akhirnya kembali berbicara, mewakili rasa penasaran orang-orang di luar Keluarga Wiraatmaja. "Tradisi ulang tahunnya kayak gimana ya?"

NOIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang