delapan belas

279K 20.5K 3K
                                    

Khansa Amarissa.

Dua hari berlalu sejak pertemuan Suri dengan Nael dan Nenek di belakang lab bahasa, dan nama itu tak pernah sekalipun meninggalkan benak Suri. Suri kesulitan menemukan perempuan pemilik nama tersebut. Pertama, karena perempuan bernama Khansa Amarissa itu tidak memiliki akun sosial media yang aktif dia gunakan secara berkala. Suri mencoba mengiriminya pesan, namun tidak kunjung berbalas. Kedua, karena tidak seperti Kesha yang mengekorinya, Nenek tidak ikut Suri pulang ke rumah. Selain khawatir akan mengganggu Mpok Jessica dan Wati, dia juga berkata lebih senang berada di dekat cucunya untuk memantau keadaan gadis itu.

Jelas sekali, satu-satunya jalan untuk menghubungi Khansa Amarissa adalah dengan mendatanginya langsung di tempat tinggalnya, atau gelanggang olahraga tempatnya biasa berlatih. Sesuai dengan keterangan Nenek, ternyata Khansa adalah seorang atlet renang yang akan berlaga dalam kompetisi tingkat propinsi yang diadakan enam bulan lagi—setidaknya begitulah isi artikel yang tertampil ketika Suri mengetikkan nama Khansa pada kolom mesin pencari.

"Pusing banget, ada apa sih emangnya?"

"Masalah dunia lain." Suri menjawab pertanyaan Wati.

"Masalah dunia lain? Ada hantu lagi yang minta tolong?"

Suri mengangguk.

Mpok Jessica mengerucutkan bibir. "Enak banget, deh. Seandainya saja Enjes masih ingat masa lalu Enjes, Enjes juga mau minta tolong sama gadis syantiek cethar membahana kayak kamu. Enjes kan juga pengen bersantai manjah di atas sana bareng malaikat."

"Ngomongin malaikat, hari ini ada iblis yang nemuin gue."

"Iblis?" mata Wati membulat. "Kamu nggak bohong, kan?"

"Emang kenapa sih dengan iblis? Kok kayaknya kasta mereka tinggi banget sampai kalian semua para hantu pada heran."

"Kamu beneran nggak tahu apa-apa soal iblis?"

"Nggak. Ngapain juga tahu. Kan nanti juga gue pulangnya ke surga, bukan ke neraka."

"Ge-er banget kamu. Persis Abang Chandra."

"Tapi gue bukan fakboi kayak Abang Chandra." Suri mendesis. "Kenapa? Lo tahu soal iblis? Boleh ceritain dong. Btw, tadi iblisnya punya nama. Nael. Gue kira kembarannya Nael Horan member One Direction itu kan. Ternyata bukan. Ganteng banget, parah. Kalau dia manusia, kayaknya gue udah khilaf."

"Ganteng mana sama Sebastian?"

"HAHAHAHAHA." Suri terbahak, lantas menyahut cepat. "Gantengan Nael kemana-mana, lah."

"Kok nggak pindah hati ke Nael?" Wati justru penasaran pada sesuatu yang lain.

"Karena gue masih waras. Nggak kayak lo. Ngenes amat harus cinta beda alam. Ini tuh bukan Twilight. Dan gue bukan Bella Swan. Walaupun gue nggak kalah cakep dari si Bella."

"Namanya beneran Nael?"

"Yoi. Katanya dia anak Mamet. Emang ada gitu iblis betawi?"

"Mammon, bukan Mamet," Kalau saja tubuhnya tidak menembus tembok, Wati mungkin sudah membenturkan kepalanya kesana berkali-kali. Wati bukan hantu yang serius, tapi jika sudah membicarakan iblis, tidak sepatutnya Suri bersikap penuh canda seperti itu.

"Serius banget sih, Wat." Suri mendelik, lalu beralih pada Mpok Jessica yang sedari tadi diam. "Mpok Jess kenal juga?"

"Enggak ada yang nggak tau soal dunia iblis. Enjes pasti tau dong."

"Dunia iblis, dunia hantu, dunia malaikat. Bedanya tuh apa, sih? Gue pusing?"

"Di dunia tidak terlihat itu ada tiga makhluk. Iblis, malaikat dan hantu. Kalau kata iblis, hantu itu jiwa-jiwa yang tersesat. Gimana ya, kita kan emang arwah gentayangan yang nggak bisa menemukan jalan ke atas," Wati mengawali, membuat Suri berpikir bahwa sebenarnya hantu itu tidak bodoh-bodoh amat. "Ada tujuh iblis utama di neraka, karena jumlah dosa paling mematikan juga ada tujuh. Lucifer mewakili kesombongan, Mammon mewakili keserakahan, Asmodeus mewakili hawa-nafsu—"

NOIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang