sepuluh

200K 22.5K 4.5K
                                    

Pagi ini adalah adalah pagi dimana Sergio terbangun tanpa mimpi buruk setelah kematian Kesha. Cowok itu menatap langit-langit kamarnya sejenak sesaat setelah dia membuka mata, mengerjap beberapa kali sebelum menyadari kalau ini hari Minggu. Jika dia adalah Sebastian, dia sudah pasti akan kembali menarik selimut dan melanjutkan tidur tanpa peduli matahari bergerak kian meninggi di luar jendela. Tapi Sergio bukan Sebastian. Tidur terlalu lama tidak membuatnya merasa segar, namun justru sakit kepala. Cowok itu pun beranjak dari posisi berbaring, meluruskan tangan untuk merenggangkan persendiannya sebelum turun dari kasur. 

Kondisi rumah begitu hening, kontras dengan hari kemarin yang penuh kehebohan karena kehadiran Suri. Ucapan Suri tentang rumah mereka yang katanya berhantu memang sempat membuat Sergio kaget, namun dia tidak menunjukkan reaksi berlebihan seperti kakaknya. Sergio tidak takut hantu, apalagi setelah dia tahu bagaimana Kesha pernah seruangan dengannya dalam wujud hantu. Kalau benar hantu itu seperti apa yang dikatakan Suri, Sergio justru merasa kasihan pada mereka. Mereka tertahan di dunia orang asing, tidak bisa pergi ke tempat yang seharusnya mereka tuju. Bagi Sergio, itu lebih buruk daripada terjebak dalam satu ruangan bersama orang yang tidak dia sukai.

"Gio..."

Sergio baru saja mengeluarkan sebotol air mineral dari dalam lemari es ketika sebuah suara berat membuatnya tersentak kaget. Melotot, cowok itu memutar tubuh hanya untuk ternganga tidak percaya sesaat setelahnya. Bukan, bukan karena sosok yang berdiri di depannya adalah hantu bermata hitam dan berwajah seputih dinding seperti yang kerap muncul di film horor. Melainkan karena sosok itu adalah sosok Sebastian dalam versi paling jelek yang pernah Sergio lihat. Sebastian tertunduk lesu. Ada garis hitam di bawah matanya, dan rambutnya tampak begitu berantakan. Cowok itu terlihat seperti bapak-bapak yang baru pulang setelah nongkrong di pos ronda semalaman.

"Kak, lo kenapa, deh?!"

"Telepon... anak aneh itu..."

"Anak aneh mana?"

"Anak aneh yang kemarin."

Alis Sergio berkerut. "Maksudnya Suri?"

Sebastian menganggukkan kepala tanpa semangat hidup. "Iya. Telepon anak itu. Suruh kesini."

"Kak, lo sehat?" Sergio menempelkan tangannya di dahi Sebastian, yang langsung Sebastian tepis diiringi dengusan.

"Gue masih sehat."

"Kenapa lo keliatan..." Sergio mengamati keadaan Sebastian, tampak kesulitan menemukan padanan kalimat yang tepat untuk menggambarkan kondisi kakaknya tanpa membuat cowok itu mencak-mencak. "... nggak kayak seperti biasanya?"

"Gue nggak tidur dan menahan pipis semalaman."

"Hah, kok bisa?" Sergio terbeliak.

"Karena sepanjang malam, hantu rumah kita ngegangguin gue!" Sebastian berseru, menatap adiknya dengan pandangan terluka. "Lo sih enak... lo puas tidur semalaman, kan?! Ngaku!"

Gila. Kini Sergio mengerti kenapa tidur sangat penting bagi manusia, selain makan tentunya. Buktinya, kakaknya yang sedingin pangeran es bisa mendadak sedramatis Regina George hanya karena tidak mendapat jatah tidur semalaman—ditambah lagi harus menahan dorongan buang air kecil.

"Duh, jangan marah sama gue, dong. Kan gue juga nggak tau," Sergio menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "tapi kenapa harus telepon Suri?"

"Karena hantu rumah kita jadi nongol setelah tuh bocah dateng!" Sebastian mendelik. "Kalau lo nggak mau telepon, sini mana nomor teleponnya! Biar gue aja yang telepon!"

Sergio menelan ludah. "Gue juga nggak punya nomor teleponnya."

Sebastian melotot, membuat Sergio harus menahan dorongan untuk mencari baskom terdekat guna melindungi dirinya dari Sebastian. Buset. Kurang tidur benar-benar bisa membuat kakaknya berubah jadi zombie pemarah.

NOIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang