Mata Dave menyapu aula dansa. Ia menatap Gerald yang duduk didepannya dengan posisi terkulai dan berdarah-darah, pandangan matanya mati dan ia tak bernafas.
Aula dansa yang cenderung berwarna putih itu kini telah dipenuhi manusia yang tergeletak tak berdaya dan diwarnai warna merah darah segar bercecer di lantai.
Langkah Dave yang dibalut saddle shoes-nya yang manis terdengar berdepak di lantai dan menggema di langit-langit. Ia berjalan menuju lorong melalui lautan mayat itu, Dave nyaris tergelincir karena menginjak tangan seorang wanita. Darah mengalir dibawah tubuh wanita itu, ia menatap langit-langit dengan kosong, mulutnya menganga berlumuran darah.
Dave menendang tangan wanita itu menjauh dengan tatapan menghina, "cih!"
Ia terus berjalan menyusuri lorong yang gelap. Minimnya pencahayaan dalam ruang itu tak menghambat kemampuannya untuk melihat. Tampak seolah mata merahnya menyala dalam keremangan lorong.
Sekelebat bayangan bergerak di persimpangan lorong. Dave yang penasaran berlari kesana mencari tahu. Bayangan itu bergerak ke lorong sebelah kanan, ia pun turut membuntuti.
Dave terus berputar putar di lorong. Tiba-tiba seorang laki-laki yang mengenakan jubah hitam yang wajahnya tersembunyi dibalik tudung kepalanya menghadang. Dave terkesiap, ia baru tersadar setelah memalingkan wajahnya dan melihat seseorang yang berdiri di hadapannya. Ia kembali dihadapkan pada situasi dan perasaan yang sama dimana ia seolah berhadapan dengan dirinya sendiri. Lagi-lagi ia merasa mencium bau darah yang tak dapat ia baui, seakan ia berpapasan dengan refleksi dirinya sendiri.
Laki-laki itu mengayunkan kepalan tangannya dan meninju ulu hati Dave hingga ia terpental jauh, terbang melayang sampai ke aula dansa, menjebol setiap sekat, dan berakhir menghantam pilar di tengah ruangan dengan keras. Ia merasa tulang-tulang di tubuhnya begitu rapuh, tak seperti biasanya kokoh dan cepat meregenerasi setelah mengalami cedera, kini terasa seakan telah remuk. Sesekali Dave mengernyit karena nyeri yang parah, ia merasa seolah organ di rongga dadanya hendak melompat keluar. Dave terhenyak dan tak bisa bergerak.
Refleksi diri Dave kembali menyerang, ia melompat keluar entah dari mana. Mendarat dengan hentakan yang mantab di depan Dave yang kelu. Ia mengangkat tubuh Dave dengan satu cengkeraman di lehernya. Tampak Dave tak berdaya seperti boneka yang terkulai. Cekikan itu menghentikan sirkulasi udara ke paru-parunya, sebenarnya itu tak menjadi masalah, lagi pula ia tak membutuhkan nafas, namun cengkeraman tangan itu meretakan lehernya.
Sesekali Dave mengerang lemah. Ia memerhatikan sekitar, mencoba menerjemahkan situasi. Ia melihat di sudut penglihatannya, mata Gerald yang mati berputar-putar di liangnya kemudian melirik Dave tanpa menggerakkan tubuhnya. Ia menggerakan bibirnya mengucapkan sesuatu tanpa suara. Tiba-tiba suara gemuruh terdengar, seketika lantai yang mereka pijaki runtuh begitu saja.
Dave mendarat di sebuah lubang besar yang gelap dan kosong, laki-laki itu menghilang dan ia benar-benar sendirian kali ini. Udara berhembus disekitarnya, menerpa kulitnya yang telanjang. Ia menatap kesekitar dengan nanar. Telapak kakinya merasakan cairan yang menggenang di lantai. Ia mencium bau manis dan lezat yang tak asing yang bagi manusia sendiri itu bau anyir yang menyengat. "Darah..." batinnya. Ia mulai paham di mana ia berdiri, lantai yang dibanjiri cairan berwarna merah pekat itu.
Terdengar suara bisikan-bisikan yang meratap. Dave sedikit meringkukan punggungnya waspada.
Tiba-tiba sesuatu mencengkeram kakinya, Dave berusaha menarik kakinya dari sana, namun cengkeraman itu lebih kuat. Sesuatu terasa naik ke pinggangnya kemudian mengais-ngais punggungnya. Dave terlonjak, ia berusaha memberontak namun tak bisa. Puluhan manusia yang mati bangkit dari genangan darah itu, Dave mengingat wajah-wajah mati di aula, mereka di sini berusaha menyergapnya. Mereka mulai meraih bahunya dan kembali mencengkeram kakinya. Dave tenggelam dalam kerumunan mayat hidup itu, mereka mulai menusukan jari-jarinya ketubuh Dave, kemudian menyeretnya di dalam hingga merobek kulitnya. Mereka mulai menjilati darah yang keluar dari luka-luka itu.
Dave meraskan sakit yang luar biasa, seolah tubuhnya dibakar dalam oven. Kulinya terasa ditarik dari tubuhnya. Dave mengerang sekuat tenaga untuk meredam nyerinya. Semakin ia memberontak, semakin mereka menyiksanya lebih.
Tiba-tiba sesuatu menusuk luka kutukan di bahu dekat lehernya. Darahnya berhenti mengalir, denyut jantungnya berhenti berdetak, nafasnya tertahan di tenggorokan, dan matanya yang terbuka berhenti melihat. Tubuhnya terasa seperti ditusuk seribu pedang. Dave kembali berteriak dengan keras, hingga urat lehernya timbul seolah akan putus.
Setelah semua itu terasa menghilang Dave membuka matanya, melihat ke sekitarnya, ia kembali berdiri di aula dansa dengan mengenakan setelan beludrunya. Gerald masih terentang dalam keadaan mati di kursinya, matanya tiba-tiba bergerak melirik Dave, "judgement," ia mengucapkan kartu tarot terakhir.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Cursed Half-blood
Fantasy[COMPLETED] Dave bukanlah vampir berdarah murni. Kutukan itu telah mendarah daging dalam dirinya. Ia telah menghisap banyak darah manusia, dan mengalahkan kaum penyihir, para pemburu vampir. Hingga suatu malam ia mendapati hal yang sangat tidak disa...