Illusions

177 6 0
                                    

Percikan api berwarna biru yang diiringi kepulan abu dan asap mendarat di sebuah bilik. Dave terpelanting dari sana. Ia mengerang lemah.

Drac tampak setelah kepulan itu tersapu menyingkir.
Maleficus telah berdiri di dalam bilik kosong tanpa jendela itu sedari Drac pergi.

"Urus dia, aku akan segera kembali," Drac melangkah pergi.

Dave kembali gentar. Kali ini ia tak bisa lari dari hukumannya. Ia benar-benar ingin berontak dan mematahkan leher siapapun yang menghalanginya. Namun, tubuhnya dibuat kelu.

Maleficus melangkah mendekat, "kau menyulitkan dirimu sendiri, Dave."

Benar-benar pahit bagi Dave. Bahkan ia tak menampik ucapan Maleficus seperti biasanya. Melainkan nafasnya memburu seiring jantungnya yang berdetak kencang.

Maleficus melentangkan tubuh Dave.

"Kumohon, Maleficus, lepaskan aku!"

Maleficus tersenyum tanpa arti. Ia mulai menusuk dada Dave dan merapal mantra.

"Kumohon, jangan!" Dave memelankan suaranya.

"Dengar, nak, kau hanya perlu melalui ini sehari. Bertahanlah..." Maleficus ikut prihatin.

Ilusi benar-benar lebih buruk dari apapun, teriak Dave dalam batinnya--teringat permainan tarotnya.

Suara langkah Drac kembali. Udara semakin panas di kepala Dave. Suasana kembali menegang.

Drac memiliki kendali penuh tubuh Dave. Ia hanya pasrah dan merasakan darah mendidih ke ubun-ubunnya setiap langkah kaki Drac mendekat.

Maleficus mulai merapal lagi, seketika aksara-aksara berwarna hijau menyala memenuhi dinding dan lantai ruangan. Aksara aksara aneh itu mulai bergulir dan melilit kaki dan tangan Dave dan melebur masuk ke tubuhnya, kemudian keluar melalui dadanya. Aksara itu mengait ke dinding-dinding.

Dave tak sadarkan diri dalam posisi berlutut dengan kaki dan tangannya diikat, dadanya dikaitkan ke dinding, dan kepalanya menengadah. Kini Drac merapal, ia menusukan kedua jarinya ke dahi Dave. Seketika cahaya hijau terang memancar dari mata dan rongga mulutnya. Udara menyapu, diiringi suara jeritan yang melengking, tak jelas arah suaranya, seolah anginlah yang berteriak.

***

"Dave..."
"Dave!"
"Daavee!!!"

Dave membuka matanya setelah mendengar jeritan itu. Ia terbangun di sebuah hutan. Pohon-pohon tampak membusuk disekitarnya, berkabut, dan langit tampak gelap. Keadaan yang buruk.

"Dave..."
"Jess?" Balas Dave mendengar suara Jess memanggilnya. Ia pun melangkah. Tanah terasa begitu lembab dan lembek. Darah dan bangkai dimana-mana. "Jess??!!!"

"Dave, aku di sini. Tolong aku!!!"

Dave mendapati Jess tenggelam diantara jasad-jasad yang hancur. Ia pun berlari berusaha menarik Jess keluar dari sana.

Gadis itu tampak sangat ketakutan, tubuhnya bergetar ketika memeluk Dave. Ia tersedu-sedu dan entah bergumam apa.

Dave tersentak, ia terbelalak tak percaya. Sesuatu terasa mengaduk-aduk perutnya.
"Je...ess," Dave terbata, berusaha menghentikan Jess yang menusuknya dengan tangan kosong.

Gadis itu menatapnya dengan bengis. Bola matanya berubah gelap dengan titik merah ditengahnya. Mereka saling menatap, namun Dave tak berkutik. Ia tak pernah merasakan sesuatu di dalam hatinya hancur sejadi-jadinya.

Seolah Dave melihat iblis di dalam diri Jess, hal yang sangat ia takutkan akhirnya ia lihat.

Gadis itu menarik sesuatu yang panjang, seperti sulur tebal dari daging yang keluar dari perut Dave. Jess menyeringai girang.

Dave hanya menatapnya dengan pandangan kosong. Ia jatuh terduduk dan membiarkan gadis itu mencabik-cabiknya.

The Cursed Half-bloodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang