Threshold

130 10 0
                                        

Regina melangkah di lorong menuju lab milik adiknya. Sendu terdengar menggema di langit-langit. Eleanor tengah menangis disanding pelayannya.

Regina pun menghampiri dengan iba, "nyonya anda tidak perlu khawatir, aku akan menyelamatkannya," Regina terseyum dengan tulus meyakinkan.

Eleanor hanya mengangguk, ia terus tersendu-sendu.

Regina segera melangkah kembali. Ia tersenyum menatap adiknya yang tengah cemas dan terus menekan Rolland untuk mengeluarkan racunnya.

Mereka semua menatap Regina ketika masuk. "Terus beri penawarnya, jangan berhenti! Aku butuh bantuan kalian."

"Miranda, berikan ramuannya!" Regina beralih pada adik perempuannya.
"Tapi, aku harus...." Miranda merasa tak bisa melepaskan tangannya dari ulu hati Rolland. Jika ia melepaskannya, racunnya akan menginfeksi dengan cepat.
"Lepaskan, Miranda!" Regina merendahkan suaranya.
Miranda melepaskan tangannya dengan berat. Ia segera berlari meraih ramuannya.

"Baiklah, aku butuh kalian untuk  melakukan ikatan!" Regina memberi instruksi pada para asisten. Merekapun bergegas menjerat tubuh Rolland dengan mantra.

Miranda telah kembali, Regina pun memerintahkannya untuk menyuntikan ramuan itu ke leher Rolland.

"Tapi aku belum pernah melakukan tes ramuan ini pada manusia," Miranda menatap dengan memelas.
"Lakukan!" Ketus Regina.
"Tapi..."
"Aku percaya padamu."

Miranda pun menyuntikan ramuan itu.

"Tekan ulu hatinya!"

Miranda pun bergerak sesuai perintah.

Tangan Regina berpendar berwarna hijau, ia menekan jantung Rolland hingga tangannya tenggelam ke dalam seolah tangannya menembus  dada. Rolland masih terus bereaksi dengan memuntahkan darah. Ia terengah-engah.

***

Redmond berlari menuruni kudanya ketika ia sampai di barak. Dan segera berpindah ke mansionnya.

Ia menemui Eleanor di lorong, "apa yang terjadi, Eleanor?!"

Wanita itu mendekap suaminya dengan erat penuh sendu, "Rolland terluka. Aku benar-benar takut dia terinfeksi!"

Redmond menepuk lembut punggung Eleanor, "dia akan baik-baik saja, Eleanor. Dia pemburu yang kuat."

Eleanor mengangguk lemah sembari terisak.

***

"Baiklah, aku akan menarik kutukannya. Sekarang lepas ikatannya!" Regina mencengkeram ikatannya dari dalam. Kemudian ia menariknya perlahan.

Tubuh Rolland tersentak beberapa kali. Ia tersadar setelah terbatuk hebat. Ia membuka mata perlahan dengan lemah, menatap Regina yang bertengger dihadapannya, "kenapa harus kau yang pertama kali kulihat?" Ia tersenyum jenaka.

Regina mendengus dan tersenyum di ujung kanan bibirnya. Ia segera beranjak dan pergi.

"Lihat, Miranda! Dia pergi begitu saja tanpa mengatakan apapun," Rolland terkekeh,

"Paling tidak dia mau menyelamatkan mu," Miranda menyunggingkan senyum.

"Terimakasih, Miranda."

***

Regina menemui Eleanor dan Redmond di depan pintu lab, "Tuan," ia menunduk takzim, "anda sudah kembali? Syukurlah anda baik-baik saja," ucapnya basa-basi.

"Bagaimana keadaan Rolland?" Eleanor menyerbu tak sabar.

"Anda tidak perlu khawatir, nyonya, dia baik-baik saja."

"Apa dia terinfeksi?" Eleanor menatap tajam.
"Eeh ya keadaannya sempat gawat. Itu sebabnya saya datang, Miranda meminta saya untuk melakukan ritual mencabut kutukan itu. Tapi anda tidak perlu khawatir, keadaannya baik-baik saja sekarang. Darahnya telah kembali murni, Miranda membuatnya memuntahkan semuanya," Regina menahan tawa mengingat teknik yang paling aman digunakan namun menyakitkan itu, ia tahu Miranda tidak suka menanggung resiko yang berbahaya, "Rolland hanya perlu banyak istirahat. Dia mengalami patah tulang rusuk dan trauma dada. Aku yakin dia akan segera sembuh dengan pengobatan yang Miranda berikan."

"Aku sangat berterimakasih."

Regina kembali menunduk takzim dan tersenyum hangat, kemudian melangkah pergi.

***

Miranda memeriksa kembali mata Rolland, tak ada guratan pembuluh darah yang merayapi bola matanya, "kau sudah bersih. Tadinya kupikir kau akan dikarantina dan ditangani langsung oleh Regina, kau akan menjalani pencegahan tahap 2. Itu pasti sangat menyakitkan."

Rolland mengalihkan pandangannya.

"Sekarang apa yang kau rasakan?"
"Aku merasa sangat lemas--"
"Ya karena kau memuntahkan banyak darah," Miranda memotong, "kau ingin minum darah?" Gadis itu menggodanya.
"Cih," Rolland kembali mengalihkan pandangannya.
"Ada yang lain?"
"Aku tidak bisa bernafas dengan nyaman seperti biasanya."
"Apa terasa sakit?"
"Tidak, hanya terasa agak tidak nyaman."
"Ada yang lain?"
"Tidak, kecuali aku sangat lelah," Rolland tersenyum jenaka.
Miranda mendengus seraya menyunggingkan senyuman, "aku akan memberimu bantuan pernafasan. Setelah keadaanmu membaik, aku akan memindahkan mu ke kamarmu. Kau harus istirahat, jangan melakukan hal-hal yang berat."

The Cursed Half-bloodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang