"Rumah dijual beserta isinya"
Mobilmu mulai memasuki halaman sebuah rumah dan langsung disambut dengan papan bertuliskan kalimat tersebut yang menancap kokoh di atas taman kecilnya. Ban mobil meninggalkan jejak di atas rerumputan yang nyaris setinggi betis langsingmu. Kau menuruni mobil dengan hati-hati karena tanah di atasnya lumayan becek dan tampak licin.
Taman rumahmu kini sudah semrawut tidak terurus. Dedaunan kering, sampah-sampah dan ilalang kini yang meramaikan taman favoritmu dulu. Rumah yang tidak terlalu luas, namun sangat nyaman untuk ditinggali berdua, kau dan Kim Seok Jin dulu, kini cat putihnya sudah tampak sedikit kusam. Lebih parah lagi yang terjadi pada kaca-kaca jendelanya, terbalut debu tebal.
Kau berhenti di depan rumah berlantai dua dengan beranda dan balkon kecil di depannya. Dulu kau dan Jin memutuskan untuk membeli rumah tersebut yang terletak di pinggir kota di awal pernikahan kalian karena kau sangat menyukai suasana alam pedesaan daripada hiruk pikuknya perkotaan, dan Jin menyetujuimu.
Kau memandang ke arah balkon. Dua kursi kayu yang terpisah oleh meja bundar kecil mengajak pikiranmu melayang ke masa-masa lalu, awal pernikahan kalian. Kau dan suamimu sering duduk-duduk santai di sore hari sambil menikmati teh hangat dan sajian pemandangan pedesaan yang alami.
"Hmm.. Ingatkah kau, Oppa? Saat kau bersantai sore di balkon bersamaku, kau bercerita tentang tetangga galak di pojok jalan yang tidak pernah bisa tersenyum, tiba-tiba menyapamu karena ketampanan dan keramahanmu." kau berbicara dan tersenyum sendiri seakan Jin berada di sampingmu.
"Aku merindukan kita duduk di atas sana, Oppa." gumammu lirih.
"Aah, sudahlah.. Aku kesini bukan untuk mengenang masa lalu, aku harus membereskan beberapa barangku."
Kau mengalihkan perhatianmu dan langsung mencabut papan tulisan yang menandakan bahwa rumahmu dijual. Karena kau sudah menemukan pembelinya dan kalian telah mencapai kesepakatan.
Kau membuka pintunya yang sudah mulai berderik karena lama engselnya tidak diolesi oli. Cermin besar dengan frame kayu berukir yang antik yang kau dapatkan sebagai hadiah pernikahan kalian, memantulkan bayangan dirimu yang tampak semakin kurus, pucat, dan mengenaskan, seakan menertawakan kesengsaraanmu saat ini. Cermin tersebut adalah hadiah dari orang tua Jin yang tidak merestui hubungan kalian dan hanya mengirimkan hadiah ini sebagai pengganti kehadiran mereka.
Dadamu semakin sesak mengingatnya. Kau tidak sudi untuk berlama-lama di ruang tamu. Kau langsung masuk melewati perabotan-perabotan yang terbungkus oleh kain putih. Debu-debu bertebaran seiring dengan langkah kakimu.
Seperti ada yang mengendalikanmu, kau tertarik untuk memasuki dapur. Tidak ada barang yang ingin kau cari dan kau bawa, tapi lagi-lagi kau bernostalgia dengan salah satu ruang kesukaan Jin ini. Kau melihat bayanganmu bersamanya saat kalian memasak bersama, bercanda, dan bahkan bermesraan di dapur dan meja makan. Perlahan kau menyandarkan tubuhmu ke tembok, seakan tidak kuasa lagi menahan kerinduan pada suamimu yang lama menghilang itu.
"Oppa, bagaimana kabarmu? Kau baik-baik saja kan?" gumammu lirih lagi sambil menggigit bibir bawahmu, menahan kepedihan. Kenangan tersebut membuat tenggorokanmu tercekat dan matamu mulai berkaca-kaca.
Kau meninggalkan dapur sambil mengelap ujung matamu yang mulai berair. Lalu kau berniat akan ke kamar milikmu dan Jin di lantai atas. Kau mulai menginjakkan kaki ke anak tangga. Kau terpaku pada lukisan-lukisan abstrak asli buatan Spanyol yang tergantung di dinding tangga. Kau membelinya bersama Jin saat berbulan madu ke sana. Kau teringat betapa bahagianya saat-saat itu. Karena memang sedari kau berpacaran dengannya sampai menikah, tidak pernah ada perselisihan diantara kalian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bangtan Short Stories
FanfictionBagaimana rasanya jika kau menjadi bagian dari hidup mereka? Suka, senang, bahagia, terharu, hingga sedih dan memilukan.. Simak ceritanya..