"Pertandingan panas bola voli malam ini dimulai dengan Korea melawan Jepang. Para penonton sekalian, kita akan menyaksikan langsung siapa yang akan mendapatkan tiket masuk ke dalam final esok hari."
Semangat yang menggelegar diluapkan oleh pembawa acara beserta komentator bola voli yang terdengar dari setiap speaker sudut gedung olahraga. Kau menyeret Jimin, lelaki yang baru saja kau nikahi seminggu yang lalu, ke dalam gedung olahraga yang megah tersebut. Dengan tangan yang sibuk membawa beberapa camilan dan minuman, Jimin mengikuti langkah kakimu ke manapun kau mau. Kau sedikit berebut tempat duduk di barisan agak depan agar tampak jelas ke mana bola akan terjatuh.
Hasilnya, kau dan Jimin dapat bangku deretan depan, tepat di belakang pelatih dan para pemain cadangan.Para pemain yang memiliki tubuh tinggi dan atletis itu mulai memasuki lapangan. Riuh rendah penonton berubah menjadi sorak-sorai yang meriah untuk menyemangati mereka yang siap bertarung. Apalagi ketika salah satu pemain memulai service dengan lompatan serta tampikan bola yang dapat membungkam mulut penonton dan mulai memacu adrenalin mereka.
Jimin yang sebenarnya tidak menyukai voli, terpaksa ikut menonton demi menemanimu. Meskipun demikian, kini ia tengah antusias dan manik matanya tampak mengikuti pergerakan bola yang melambung terkena passing dan spike ke kanan dan ke kiri. Entah apakah dia memahami jalannya pertandingan itu atau tidak, yang penting bagimu ia tidak rewel dan tidak menyeretmu pulang.
"Sungmin Oppa!!! Hwaiting!"
Serumu menyemangati salah satu pemain senior yang keren dan tampan. Pemain dengan tinggi 198 cm itu mendengar teriakanmu saat ia akan melakukan service. Ia tersenyum lebar ke arahmu dan itu membuat Jimin sewot.
"Siapa dia? Apa dia mengenalmu? Kau tidak pernah bercerita padaku mengenainya?" Tanya Jimin berang.
"Aah.. dia teman SMA oppaku. Dulu dia sering main ke rumah. Dia sudah tinggi sejak dulu. Aku sangat mengaguminya karena itu. Bakat volinya sudah tidak diragukan lagi, ditunjang pula dengan kemampuan fisik yang kuat hingga otot-otot tubuh dan perutnya bisa menarik perhatian para wanita." Cerocosmu tanda jeda sambil senyum-senyum genit sendiri.
"Hmm.. siapa lagi yang akan menjadi saingan beratku ini." Gumam Jimin, namun kau mengabaikannya.
Kau terus menyoraki pemain-pemain Korea bersama para supporter lainnya. Membuat kegaduhan dengan memukul-mukul balon tepuk bertuliskan Korea dan memakai atribut supporter lainnya. Sementara itu, Jimin menikmati pertandingan dengan memamah biak, memakan semua camilan yang dibawanya.
"Aigoo.. Chim, kenapa kau tidak bersemangat? Ayolah, kau harus ikut berdiri, jangan makan terus!" Ujarmu seraya menyenggol lengannya.
"Ya ya, aku selalu mendukung Korea, tapi tidak sepertimu yang lebih mendukung oppamu itu." Lagi-lagi ia merasa kesal karena cemburu setelah mengetahui kau yang mengagumi Moon Sungmin.
Tidak lupa kau berkali-kali memotret aksi menakjubkan blocking dan spike Sungmin dan kawan-kawan lainnya seperti Sangheon dan Jaewook. Bahkan setelah pertandingan usai, kau pun langsung beranjak dari tribune dan segera menemui Sungmin untuk memberikan ucapan selamat atas kemenangan babak semifinal ini.
"Waah.. kau dan tim ini hebat sekali bisa mengalahkan Jepang. Padahal tidak mudah untuk bisa menghindar dari serangan spike Jepang. Sekali lagi aku ucapkan selamat. Chukkae, Oppa!" Ucapmu saat bertemu mereka.
Kau seakan berada di antara manusia-manusia raksasa karena tinggi badanmu hanya setara dengan dada dan lengan para pemain itu.
"Nee.. gamshamnida, Y/n-ah. Apa kau nonton ke sini sendiri? Di mana oppamu?" Tanya Sungmin sambil mengelap keringatnya dengan handuk kecil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bangtan Short Stories
FanfictionBagaimana rasanya jika kau menjadi bagian dari hidup mereka? Suka, senang, bahagia, terharu, hingga sedih dan memilukan.. Simak ceritanya..