Kau mondar-mandir keluar masuk dapur, kamar mandi, kamar tidur lalu akhirnya duduk di meja makan. Kau mengingat-ingat dan mencatat apa saja yang perlu dibeli nanti saat belanja dengan suamimu, Kim Namjoon. Karena pagi tadi sebelum berangkat kerja, dia sudah berjanji akan mengajakmu jalan untuk berbelanja sekaligus nonton. Dan sore ini kau bersiap-siap untuk itu sambil menunggunya pulang.
Tiba-tiba handphonemu berdering, bukan suara pesan masuk, melainkan sebuah panggilan, dari nomor tidak dikenal. Segera kau angkat telepon itu.
"Yoboseyo, dengan siapa?"
Kau mendengar suara berat seorang pria di seberang sana, suara yang sama sekali tidak kau kenal.
"Aah, benarkah ini dengan Nyonya Kim Y/n?"
"Nee, benar. Anda siapa?"
"Saya Dokter Han. Begini, Nyonya. Sebelumnya kami turut bersedih dengan ini. Kami memberitahukan bahwa suami anda, Tuan Kim Namjoon telah mengalami kecelakaan di Jalan Yangjaedaero. Kecelakaannya terjadi sekitar dua puluh menit yang lalu, yang melibatkan mobil Tuan Kim dengan truk tangki bermuatan."
Seketika kau mendengar berita itu, dunia serasa runtuh. Tubuhmu langsung lemas tak berdaya. Kau merasa terguncang, hingga tangan dan kakimu gemetaran, yang ada dalam pikiranmu hanya Namjoon dan Namjoon. Bahkan kau tidak fokus mendengar penjelasan berikutnya dari pria tersebut.
"Nee, Anda tadi bilang apa? Maaf saya kurang jelas." Tenggorokanmu tercekat, suaramu seperti tidak bisa keluar. Hanya tetesan air mata yang keluar membasahi pipi.
"Tuan Kim mengalami cidera parah, pendarahan pada kepalanya, juga dia mengalami fraktura atau patah tulang kaki dan tulang selangkanya. Selain itu suami anda juga mendapat luka-luka memar akibat benturan keras. Sehingga kami pihak Rumah Sakit Yonsei Sarang Gangnam memutuskan untuk segera mengoperasi pasien ini. Namun kami mengharap kerjasama Nyonya untuk segera mentransfer uang ke rekening kami. Untuk keselamatan suami anda, kami mohon jangan mengulur waktu.
"Ne, ne, sebentar, saya akan segera ke sana juga, saya akan mentransfer."
Kau panik, bingung apa yang akan kau lakukan. Tapi kau hanya bisa menuruti perkataan dokter itu. Namun sebelum itu kau menelpon oppamu yang bekerja di perusahaan dekat daerah Gangnam. Kau berniat untuk meminta bantuan oppamu agar ia menjenguk Namjoon terlebih dahulu, karena jarak rumahmu dengan daerah Gangnam cukup jauh jadi lebih efektif meminta bantuan oppamu daripada kau sendiri yang harus ke sana. Tapi sialnya, telponnya tidak diangkat.
Kau bingung dan masih bingung harus bagaimana. Selalu saja seperti ini bila kau sedang panik, pikiranmu tidak bisa diajak berpikir jernih. Jadi kau memutuskan untuk pergi mengambil uang dan membawanya ke rumah sakit, sekaligus untuk melihat kondisi suamimu. Dalam pikiranmu terbayang Namjoon tergeletak tak berdaya, berlumuran darah dan penuh luka. Kau semakin takut kehilangan dia. Satu-satunya pria yang kau cintai, apakah secepat ini akan meninggalkanmu.
"Oppa, kau pagi tadi janji padaku kalau kita akan jalan, belanja dan nonton ke bioskop. Apa kau lupa itu semua, hah? Kenapa di saat seperti ini.." kau tidak mampu melanjutkan kata-katamu. Telponmu berdering kembali saat akan membuka pintu rumahmu.
"Nee, yoboseyo."
Suara pria itu muncul lagi.
"Nyonya, suami anda mulai memasuki masa kritis, anda harus segera bertindak. Anda sudah tahu apa yang harus anda lakukan, kan?"
Kau semakin terperangah, apalagi saat kau mendapati sesosok pria di seberang halaman rumah. Ia tersenyum manis padamu dengan dimples yang menambah rupawan pada wajahnya. Kau melihatnya semakin mendekat, dan masih dengan senyuman yang meneduhkan hati itu. Namun kau semakin berpikir yang tidak-tidak.
'Apakah Namjoon Oppa sudah tiada, hingga mungkin kemunculan arwahnya bertujuan untuk berpamitan padaku?' Terbesit dalam pikiranmu pertanyaan seperti itu.
Sedari tadi telpon dari rumah sakit masih tersambung namun kau tidak meresponnya karena masih tidak percaya dengan apa yang kau lihat saat ini.
"Oppa, apa kau mau pergi meninggalkanku?" Kau memulai pembicaraan dengan berlinang air mata.
"Mwo? Apa maksudmu? Lalu kenapa kau menangis?" Senyuman manis di wajah Namjoon seketika berubah menjadi khawatir dan heran dengan sikapmu.
Awalnya kau tidak percaya bahwa suamimu saat ini berada di hadapanmu. Tapi kau menyadari bahwa anggapanmu salah tentang Namjoon yang meninggal saat setelah ia menyentuh dan mengusap pipimu. Kemudian memelukmu erat-erat.
"Ada apa sebenarnya? Aku tidak mengerti kenapa kau menangis, dan apa maksud dari perkataanmu tadi, y/n-ah. Dan juga kau mau pergi kemana?" Namjoon membelai suraimu lembut.
"Kau ini.. benar Namjoon Oppa?"
Kau melepas pelukannya, dan memandang lekat-lekat ke wajahnya."Wae? Aku memang suamimu, y/n-ah. Kenapa kau meragukannya?" Namjoon menatapmu curiga.
"Aah, aku tadi mendapat telepon dari rumah sakit, katanya kau kecelakaan dan sekarang kau kritis! Lalu aku disuruh pihak rumah sakit untuk mentransfer uang agar kau segera dioperasi. Ada apa sebenarnya? Aku jadi bingung seperti orang bodoh!" Kau menunjukkan handphonemu yang ternyata masih tersambung dengan pria yang mengaku sebagai dokter tersebut.
"Hah? Jinjja? Mana coba aku lihat."
Namjoon dengan kilat meraih handphonemu."Yoboseyo. Yaa, apa maksudmu aku sedang kritis, hah? Kau mau menipu kami? Kau memanfaatkan kepanikan orang untuk mendapat uang? Tunggu saja, polisi akan segera menangkapmu!" Namjoon meluapkan emosinya pada pria itu, kemudian menutup teleponnya.
Tiba-tiba bibir Namjoon menyambar bibirmu. Tanpa seijinmu ia melumat bibirmu dan memeluk lehermu.
"Apa kau masih tidak percaya kalau aku ini suamimu?" Ujarnya dengan nada dan senyum nakalnya.
THE END
Catatan: hati-hati dengan penipuan yang berkedok seperti cerita di atas ya guys, karena akhir-akhir ini banyak kasus penipuan seperti itu. Meskipun pelakunya sudah ditangkap, tapi pihak kepolisian mengatakan bahwa tidak menutup kemungkinan masih ada komplotan lain yang beraksi. Jadi jangan langsung percaya dengan telpon yang membawa kabar buruk seperti itu ya guys..
By Xenon
KAMU SEDANG MEMBACA
Bangtan Short Stories
FanfictionBagaimana rasanya jika kau menjadi bagian dari hidup mereka? Suka, senang, bahagia, terharu, hingga sedih dan memilukan.. Simak ceritanya..